Share

Bab 7

Setibanya di kantor, Sarah bergegas menuju sebuah ruangan. Di sana terlihat Sinta yang sedang sibuk dengan laptopnya. 

“Kamu sudah tahu?”

Setelah membuka pintu tanpa permisi, Sarah langsung melayangkan pertanyaan yang membuat Sinta bingung.

Sinta mengernyit bingung.

“Film the wings udah melanggar kontrak,” ucap Sarah menggebu-gebu.

“Gimana?”

Sarah berdecak kesal melihat ekspresi Sinta yang biasa saja.

“Tadi aku ke lokasi the wings, di sana aku melihat dengan mataku kalau peranku dimainkan orang lain. Pas aku tanya, katanya aku diganti. Bisa ya mereka seenaknya? Mereka gak tahu itu ada hukum yang mengatur.”

“Sudah kuduga.”

Sinta mengalihkan pandangannya kembali ke laptop, melihat itu Sarah semakin kesal.

“Kita harus tuntut mereka!”

Kali ini Sinta yang berdecak keras.

“Tuntut? Kamu mau nuntut rumah produksi terbesar di negara ini? Sadar Sar! Mereka melakukan itu karena apa? Kamu sadar gak sih di sini kamu yang salah.”

Sarah diam.

“Berkali-kali aku mengingatkan supaya kamu berhati-hati. Tapi ini apa? Aku kecewa.”

Perkataan Sinta membuat Sarah tertohok.

“Sebelum ada projek baru, sebaiknya kamu introspeksi diri. Kamu bisa liburan dulu atau apa aja terserah kamu. Sementara waktu aku akan atur jadwal yang terlanjur acak-acakkan karena banyak yang batalin jadwal.”

*

Sarah berjalan pelan meninggalkan kantor yang menaunginya. Sarah tidak menyangka peristiwa itu akan berpengaruh besar terhadap kariernya.

Sarah masuk ke dalam mobil, setir mobil kembali menjadi pelampiasannya. Sarah memukul setir mobilnya berkali-kali. Sarah merasa dirinya adalah korban. Tapi kenapa semua menghakiminya seolah-olah tahu kejadian yang sebenarnya.

Sarah ingin berteriak sekeras mungkin. Sarah benci keadaan ini.

6Setelah amarahnya agak reda, Sarah melajukan mobilnya menuju arah rumahnya.

Baru sampai di pintu kompleks, Sarah melihat wartawan yang berkerumun di depan rumahnya. Ah Sarah benar-benar putus asa.

Memantau sejenak, dirasa tidak ada celah Sarah pun memutar balik mobilnya.

Kini Sarah tidak punya tujuan, hidup itu aneh bagi Sarah. Dia melakukan apapun selalu salah. Pokoknya Sarah harus membuat orang-orang yang melecehkannya menyesal.

Sarah menepikan mobilnya di pinggir jalan, dia mengecek ponsel miliknya. Nama Sandi akan menjadi sasaran balas dendam Sarah selanjutnya.

Sandi hanya seorang pemilik warteg?

Sarah membaca pesan dari Kevin tempo hari itu berkali-kali. Memang benar Sandi adalah teman Kevin yang ikut menjamahnya malam itu.

Ternyata pusaran pertemanan Kevin tidak melulu orang berada. Sarah menarik napasnya dan mengangguk-angguk.

Kemudian sebuah suara dari ponselnya membuat Sarah sedikit kaget. Ternyata Melinda meneleponnya.

“Iya Ma?”

“Kamu sudah pulang?”

Sarah menghela napas, “belum.”

“Jangan pulang! Mending susulin Mama ke salon biasa. Nanti malam temenin Mama ke acara launching tas incaran Mama ya? Kamu free ‘kan?”

Sarah pun mengiyakan dan melajukan mobilnya menuju ke salon yang biasa dia datangi dengan ibunya.

*

Malam ini, Sarah dan ibunya berjalan di redcarpet. Bukan redcarpet yang sesungguhnya melainkan pintu masuk tempat sebuah brand tas terkenal mengadakan acara.

Konsep yang begitu megah dan mewah menjadi ajang gengsi siapa saja yang datang ke acara itu.

Suasana di dalam tak kalah megahnya, para sosialita berkumpul di sana. Mereka bersiap untuk menyerbu tas incaran yang akan rillis malam ini.

“Jeng!”

Melinda berhenti tatkala ada yang menyapanya.

Temannya sesama sosialita mendatangi dan menyambutnya dengan pelukan hangat bermartabat.

“Kirain enggak jadi datang loh tadi.”

“Masa sih acara sebesar ini aku enggak datang, pokoknya tas itu malam ini harus ikut pulang sama aku.” Melinda bersemangat.

Temannya tertawa dengan elegan. “Pasti Jeng.”

Ketika matanya melirik ke samping Melinda, temannya itu langsung mengenali Sarah.

“Wah Sarah, aslinya cantik banget ya. Pantesan banyak yang suka,” celetuknya.

Sarah tersenyum kaku, Sarah tahu itu bukan sebuah pujian tetapi Sarah akan bersikap tidak peduli akan hal apa pun malam ini. Beruntung, di acara ini tidak akan ada orang yang mengerubunginya. Mereka yang ada di sini hanya peduli akan harta dan gengsi diluar itu semua segalanya tidak penting.

Melinda masih betah berbincang dengan temannya, sementara Sarah memilih mencari minum untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

Sarah meminum jus yang dibawa seorang pelayan, baru satu kali tegukkan ruangan mendadak gelap  gulita. Bukan mati lampu, melainkan satu pertanda bahwa acara akan segera dimulai.

Seseorang yang bertindak sebagai host membuka acara. Awalnya Sarah tidak peduli sampai kemudian host itu memperkenalkan bos baru yang memegang brand tas terkenal itu.

Seseorang yang nampak berwibawa dan muda. Sarah sedikit mengenalnya, dia adalah seorang duda beranak dua yang baru saja bercerai dari istrinya.

Dia adalah Renald Kohl.

Dahulu Sarah sangat mengagumi pasangan harmonis itu bahkan iri melihatnya. Namun setelah perceraian terjadi Sarah sempat bertanya-tanya apa penyebabnya. Padahal mereka sangat terkenal dengan image keluarga bahagia.

Mungkin jodohnya telah usai begitu pemikiran Sarah saat itu. Kini, Sarah tidak menyangka dia akan bertemu dalam acara sebesar ini.

Sepanjang acara Sarah tidak pernah berpaling memandangi Renald walau dari kejauhan. Sungguh dia tidak punya keberanian untuk sekedar menyapa.

*

Meski matanya memandangi Renald tetapi Sarah tidak sadar jika kini Renald sudah berada tepat di depannya. Renald berbincang dengan salah satu tamunya.

Sarah bergumam, “ganteng banget sih.”

Gumaman Sarah ternyata dapat di dengar oleh Renald. Renald refleks memandang ke arah Sarah dan tersenyum. Rupanya Sarah masih belum tersadar dari angannya. Walau matanya tertuju pada Renald tetapi dia tidak sadar bahwa Renald benar-benar berada di depannya. Sarah hanya mengira itu adalah hayalannya.

Renald heran melihat Sarah yang tidak berkedip memandanginya. Renald melihat setiap sudut pakaian yang dipakainya tetapi dia tidak menemukan keanehan dari penampilannya.

“Sarah Samanta?” Renald memutuskan untuk menyapa Sarah.

Lagi-lagi Sarah menganggap itu hanya hayalannya.

“Tuh ‘kan sampai kebawa mimpi gini disapa orang ganteng.” Sarah mendumel sangat jelas terdengar di telinga Renald.

Seketika Renald geli mendengarnya, sambil menahan senyum dia menyodorkan tangannya kepada Sarah.

“Senang bisa bertemu artis terkenal.”

Eh?

Perlahan kesadaran Sarah pulih. Sarah memandang Renald dari atas sampai bawah.

Ini nyata?

Rasa malu tiba-tiba menyeruak membuat wajah Sarah nampak merah. Hal itu membuat Renal menahan tawanya dengan kepalan tangan.

“Saya tidak menyangka Sarah Samanta lucu begini.”

Sarah benar-benar malu, ingin rasanya dia berlari menghindari Renald. Kenapa duda ini membuatnya salah tingkah?

“Maaf.”

Akhirnya Sarah mewujudkan keinginannya, dia berlari kecil menuju toilet. Renald dibuat bingung tetapi menyunggingkan senyum dan geli akan tingkah Sarah.

*

Saat Sarah sudah berada di toilet dia menatap wajahnya di cermin. Sarah memukul kecil keningnya merasa heran dengan tingkahnya sendiri. Kenapa dia malu-malu kucing seperti itu.

“Dasar bodoh!” hardik Sarah pada dirinya sendiri.

.

.

.

.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status