Share

PENYESALAN ARJUNA?

        Sebuah mobil CRV hitam terhenti pada kafe di pinggiran jalan kota yang terletak di tengah-tengah plaza dan pusat perbelanjaan. Bayang-bayang Safa yang telah ia lecehkan secara fisik maupun seksual terus menghantui pikirannya.

Arjuna ingat, malam itu ia hanya meninggalkan jas untuk menutupi tubuhnya karena pakaian Safa rusak oleh ulahnya. Sempat merasakan kepuasan, namun batinnya mendadak tak tenang. Ada saja waktu yang mengantarkannya untuk mengingat Safa.

Bahkan Arjuna juga sedikit merasa menyesal telah membuat Safa kehilangan kesuciannya, seharusnya sejak awal Arjuna membunuhnya saja jika memang sudah terlanjur kesal.

Mungkin karena Arjuna takut jika Safa akan menjebloskannya ke penjara? Oh, tapi sejak awal Arjuna sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Bukankah Arjuna punya banyak lawyer yang bisa membelanya. Bermodalkan uang yang banyak, Arjuna bisa menyewa pengacara-pengacara hebat untuk membebaskannya dari tuntutan.

Ia memutuskan untuk menunggu di luar kafe, berharap bisa melihat Safa dari kejauahan dari balik kaca mobil. Namun Arjuna memang tak pandai dalam urusan menunggu, ia tipe orang yang tidak sabaran dalam segala hal. Akhirnya ia masuk ke dalam berpura-pura datang sebagai pelanggan.

Tidak terlalu buruk juga bersantai di sini sejenak dari jam kantor yang melelahkan. Tempatnya lumayan cozy dan interiornya didonimasi warna cokelat berunsur modern namun terlihat sederhana. Kekurangan tempat seperti ini hanya satu bagi Arjuna, ia tidak menemukan kedamaian di sini. Tempat ini terlalu ramai dan berisik. 

"Permisi, mau pesan apa mas?" Seorang laki-laki bertubuh besar datang menghampirinya dengan sebuah buku catatan kecil dan pensil yang selalu menggantung di lehernya.

Pria itu lama menjawab dan sedikit kebingungan karena memang ia tak berniat memesan apapun. "Bisa lihat menunya? Saya baru pertama kali datang ke sini." Ucapnya sedikit dingin. Pelayan sekaligus pemilik kafe, bernama Dimas itu menyodorkan selembar menu kepada Arjuna. 

Singkat, Arjuna menunjuk satu menu minuman tanpa melihat namanya. "Ada lagi?" Arjuna menggeleng, "Cukup." 

"Baik, tunggu sebentar." Tatapan tajam dari manik Arjuna terus mengikuti langkah dari pelayan itu pergi. Ia yakin, jika orang tadi tahu tentang keberadaan Safa. Tidak untuk sekarang, ia harus mencari waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu padanya.

Arjuna mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kafe terutama area dapur, tak ada pelayan lain selain laki-laki tadi, apalagi Safa.

Saking sibuk mencari sosok Safa, Arjuna tak menyadari jika pesanannya sudah sampai di mejanya. "Selamat menikmati."

Tanpa basa-basi Arjuna langsung meminum mocacino yang dipesannya karena haus. Refleks Juna menjulurkan lidahnya, rasa manis dari mocacino yang sangat tidak ia sukai. "Minuman apa ini?" Rasanya Arjuna telah salah memesan minuman untuknya karena tidak sesuai selera. 

"Mas!" Arjuna melambaikan tangannya. 

"Ada yang bisa saya bantu?" Dimas lagi yang datang, membuat Arjuna menghembuskan napas berat.

"Saya ingin bertanya, kemana perempuan yang bekerja di sini?" Dimas mengkerutkan kening, "Safa?" Arjuna mengangguk, "Iya, di mana dia?" 

"Safa sudah dua hari tidak masuk kerja, alasannya saya juga tidak tahu. Mungkin sakit, tapi saya belum dapat kabar apapun darinya."

"Atau mungkin sudah dapat pekerjaan baru." Jelasnya yang juga penasaran kenapa Safa dua hari ini tidak masuk kerja, jika memang sudah dapat pekerjaan baru seharusnya Safa menghubunginya sebagai teman yang baik.

"Mas ini kalau boleh tahu siapanya Safa?" 

"Saya... Mantan atasannya Safa."

"Kalau begitu coba saja datangi rumahnya, jika sakit tolong kabari saya karena saya juga temannya." Arjuna tidak menanggapi ia kemudian membayar tagihan dan keluar dari kafe membuat Dimas menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

      Keluar dari kafe, Arjuna pergi menuju rumah Safa. Daerah padat penduduk, rumah dan pertokoan yang berhimpitan membuat Arjuan miris. Arjuan menemukan kontrakan dengan nomor yang sesuai alamat yang pernah Safa cantumkan untuk melamar pekerjaan. 

TOK... TOK... TOK

"Permisi, ada orang di dalam?" 

TOK... TOK... TOK

Tak lama suara orang membuka pintu dari dalam sepertinya seorang perempuan. "Ada apa?" 

"Saya cari Safa Rizka Amalia, apa benar ini tempat tinggalnya?" Gadis yang kira-kira berumur 20 tahun itu mengamati Arjuna dari atas sampai bawah dengan kekaguman. Namun ia segera menemukan kesadarannya. "Iya betul, anda siapa?" 

"Saya ada urusan dengan Safa." Rima menghela napas, ditanya apa jawabnya apa sudah pasti bukan orang baik dilihatnya saja sudah sombong..

"Safa sedang sakit dan tidak bisa diganggu." Jelasnya dengan suara masih sopan dan lembut.

"Tapi saya ada urusan dengannya, saya atasannya." Rima memandang dengan sinis, karena pria yang ada di hadapannya terlihat angkuh dan sedikit memaksa."Mohon maaf pak, Safa sedang tidak bisa diganggu jadi silahkan anda pergi."

Arjuna memaksa masuk hingga Rima harus sekuat tenaga mendorongnya supaya keluar. "Anda maksa?! Mau saya laporkan pada warga?! Di sini penghuninya perempuan anda tidak punya sopan santun ya?! " Sentaknya yang sudah sebal dengan sikap Arjuna yang dinilai kurang sopan.

"Kamu ancam saya?!" Rima mundur ketika Arjuna selangkah maju seraya melayangkan tatapan menusuknya. Tapi Rima tak gentar, ia terus mempertahankan kewarasnnya, berdiri di depan pintu agar Arjuna tidak menerobos masuk ke dalam. "IYA SAYA LAGI NGANCAM! KENAPA?! SAYA BISA TERIAK SUPAYA WARGA DATANG DAN KEROYOK ANDA!" Ancamnya dengan muka nyolot serta mata yang terlihat mau keluar.

"ANDA INI TIDAK PUNYA TATA KRAMA YA?! BAJU DOANG KEREN KELAKUAN KAYAK BINATANG MAIN SELONONG MASUK KE RUMAH PEREMPUAN!" Dengusnya sambil berkacak pinggang di tengah-tengah pintu masuk. Rima memamg tipe perempuan badas yang tidak kenal takut meski dengan lawan gendernya.

"SEKARANG PERGI SEBELUM SAYA BENAR-BENAR SURUH WARGA UNTUK MATAHIN TULANG-TULANG ANDA!" Lantangnya membuat Arjuna menyerah, ia tak mau mati konyol karena dikeroyok warga. Lagipula, Arjuna punya urusan dengan Safa bukan dengan bocah ingusan yang ada di depannya itu. Arjuna melonggarkan dasinya karena gerah setelah mendapat banyak bentakkan dari remaja ingusan yang ada di hadapannya itu. Seumur hidup mungkin baru kali ini terjadi dalam hidup Arjuna. Rima masih setia berdiri menghadang Arjuna, menunggu sampai pria itu pergi dari kontrakan kecilnya sambil terus mempertahankan wajah judesnya itu. 

Arjuna kemudian pergi, setelah melayangkan tatapan tajamnya ke arah Rima. "Akan kupastikan masa depanmu buruk." Bisiknya namun Rima masih bisa mendengar dengan jelas, ia hampir saja melemparkan sendal karetnya pada punggung pria yang sudah menjauh itu.

         Rima kembali masuk ke kamar dan melihat pemandangan yang sama dengan sebelum-sebelumnya. Melihat Safa dengan duduk melamun sambil memeluk lututnya di atas tempat tidur. Sudah beberapa hari ini Safa tak mau makan atau melakukan aktifitas normal lainnya. Tatapannya terlihat kosong, sesekali keluar cairan bening keluar dari kedua samudera indahnya menggambarkan begitu buruk suasana hatinya. Safa sudah terlihat seperti mayat hidup karena tidak memiliki gairah untuk melakukan apapun.

"Mbak, Rima pergi ke kampus sebentar ada kumpul organisasi. Nasinya jangan lupa dimakan." Rima sebetulnya ragu meninggalkan Safa sendirian tapi kegiatan kampus memaksanya untuk pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status