Share

LIKE a DEVIL

Tanpa membalas pertanyaan Renita, Arjuna tetap melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana ia meninggalkan Mamanya dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang sebelum ia mendatangi tempat tadi.

Sesuatu telah menarik Arjuna untuk datang kembali menemui Safa yang sudah dalam puncak kehancurannya.

Layaknya tertusuk belati, dadanya terasa sesak, seiring langkah tangguhnya mendekati Safa yang masih menutup mata. Aura sedingin es memenuhi ruangan ketika Arjuna mendekat dan bersuara.

"Safa kenapa?"

Rima seketika menegang ketika mendengar suara berat yang masih tersimpan di memori otaknya dengan kejadian waktu itu. Pria menyebalkan itu rupanya masih tak kapok sudah dihadiahi semprotan tajam darinya meski baru pertama kali bertemu.

"Kamu?!" Padahal baru saja melihat wajah tampan Arjuna, Rima langsung memasang tampang judesnya. Entah kenapa insting Rima mengatakan jika Arjuna bukanlah pria baik-baik meskipun memiliki wajah rupawan. 

"Ku tanya sekali lagi, Safa kenapa?" Tanyanya kali ini dengan penuh penekanan. 

"Dia telah menyayat tangannya sendiri dengan pisau." Arjuna berjalan mendekati Safa yang masih pulas karena efek obat tidur, kemudian meraih tangannya yang diperban. Ini jelas bukan inginnya, lagi-lagi sesuatu yang aneh memerintahnya untuk mengasihani perempuan lemah itu.

"Berani sekali kamu menyentuh tangannya?!" Rima dengan berani menyingkirkan tangan Arjuna yang memegang tangan Safa. Iya yakin jika Safa bangun, ia juga akan melakukan hal yang sama menjauhi pria itu. Karena ia kenal betul Safa adalah perempuan yang sangat menghindari kontak fisik bahkan dengan kekasihnya sendiri, itu sudah cukup untuk menggambarkan bahwa Safa adalah perempuan baik-baik yang sangat menjaga harga diri dan tubuhnya.

"Siapa kamu?! Mau apa?! " Pria itu membalas menatap membuat Rima sedikit goyah karena hunusan tajam dari kedua netra pria itu."Bukan urusanmu!" Acuhnya menantang Rima untuk semakin meladeninya.

"Kalau begitu keadaan Safa juga bukan urusanmu! Sekarang pergi dari sini!" Rima mendorong Arjuna hingga ia mundur beberapa langkah, keberanian itu Rima dapatkan karena ia tak pernah tahu siapa Arjuna sebenarnya.

Juga berbekal bela diri yang ia pelajari semasa sekolah dan kuliah ia ingin melindungi dirinya sendiri dan orang sekitarnya jika sudah merasa diganggu 

"Kamu itu siapanya sih?! Mamahnya? Saudaranya? Atau neneknya?!" Cicit Arjuna dengan nada sinis dan terkesan mengejek Rima yang begitu ikut campur urusan Safa dengan dirinya.

"Aku teman sekontrakannya." Arjuna berdecih, hanya teman sekontrakan sudah berani membuatnya repot. "Kalau begitu kenapa kamu sangat repot?! Dasar bocah!" Pekiknya sehingga Rima semakin geram, namun ia berusaha agar tangannya tak mengeluarkan jurus-jurus bela dirinya ketika berurusan dengan pria berdasi itu.

"Lalu kamu siapanya? Kenapa kamu juga ngotot ingin menemui Safa?" Timpalnya balik bertanya. Arjuna menghela napas, mimpi apa ia sampai selalu diajak berdebat dengan anak kuliahan seperti Rima.

"Oh, jangan-jangan kamu yang bikin Safa jadi begini? IYA?!" Rima memberikan nada tinggi diujung kalimat. Tiba-tiba jantung Arjuna memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ia sedikit gugup meskipun tak terlihat dengan jelas perbedaannya. Tentu saja Arjuna merasa tersindir atas fakta yang Rima ucapkan.

"Kamu apakan mbak Safa?!" Keadaan semakin menegang, namun Arjuna tak menggubris pertanyaan konyol dari bocah nakal yang selalu mengganggu rencananya itu.

"JAWAB!" Gertaknya seolah menantang Arjuna, ia mulai kesal. Jiwa iblisnya mungkin akan muncul lagi dalam waktu dekat. Jika saja ia bisa membuat Safa begitu rusaknya, bagaimana dengan Rima yang sangat kecil di matanya. Sangat mudah baginya membuat gadis itu sama hancurnya dengan Safa, atau mungkin lebih.

Tanpa mereka berdua sadari, perdebatan panjang mereka telah mengganggu orang lain yang masih dalam pengaruh obat penenang.

Seharusnya Arjuna cukup lega karena ia tak perlu lagi menjawab pertanyaan dari Rima. Namun kini keadaannya akan jauh lebih tegang karena Safa terbangun dan melihat pria yang telah merusaknya berada di dalam ruangan yang sama.

Lagi, Safa menangis histeris meminta pertolongan ketika melihat Arjuna berada di hadapannya. Bukan karena pengaruh obat yang membuatnya berhalusinasi atau efek trauma yang membuatnya membayangkan sosok Arjuna berada di puncak pikirannya. Tapi kini ia benar-benar sedang melihat Arjuna, si pria yang telah merampas kesuciannya waktu lalu.

Safa menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh seolah seseorang telah melihat tubuhnya yang telanjang. 

"Pergi kamu! Lihat mbak Safa nangis lagi!" Racau Rima yang kembali mendorong tubuh tegap Arjuna hingga ke pintu keluar. Arjuna bukannya tak mampu melawan balik gadis kecil itu, tangkapan mata ketika melihat Safa begitu menyedihkan membuatnya mundur sendiri.

"Dugaanku benar, kejadian ini memang ada hubungannya denganmu?!" Arjuna menatap tajam perempuan di hadapannya, mungkin jika ia jujur apa Rima akan takut padanya sehingga memberikan jarak yang pantas untuk mereka berdua.

Langkah besar Arjuna ambil untuk memangkas jarak dengan Rima yang sudah gemetar karena ketakutan, perasaan gentarnya menggelora ketika Arjuna seperti sedang menyalakan api pertempuran padanya. Tapi ini rumah sakit, siapa yang berani menyakitinya di tempat umum seperti ini. Setidaknya, itu yang membuat Rima lebih tenang.

"Iya, ini semua memang ada hubungannya denganku. Mau tahu apa hubungannya?" Suaranya terdengar dingin hingga Rima membeku.

Dengan sedikit menundukkan kepala agar Rima yang jauh lebih pendek darinya agar suaranya dapat dengan jelas masuk ke telinga Rima." Aku telah memperkosanya beberapa hari yang lalu. Apa kau juga mau nasibmu seperti dirinya?" Hembusan napas sekaligus suara yang pelan itu menggeletar di telinga Rima, melolos di telinganya dengan sempurna. Kata perkatanya telah terekam dengan sangat detail di otak. Membuatnya terbayang betapa sadis dan kejamnya pria berdasi ini. 

Rima tak punya pilihan selain menunduk, membiarkan keangkuhannya luluh lantah di hadapan pria itu setelah mengetahui perbuatan biadabnya. Ini bukan hanya soal kejahatan, baginya merebut kehormatan perempuan adalah kejahatan paling buruk di antara paling buruk lainnya. Karena efeknya bisa sampai bertahun-tahun dirasakan, bahkan mungkin sampai hembusan napas terakhir akan terbayang bagaimana mahkotanya dirampas dengan paksa tanpa ada ikatan.

Rima tergugu di hadapan Arjuna yang menang telah sehingga membuatnya membisu. Perasaan paniknya tak kunjung mereda meski beberapa kali ia mengambil napas panjang, Rima hampir ingin menangis saat itu juga. Sungguh Rima takut sekali nasibnya akan sama dengan Safa.  

"Jangan nangis anak manis, aku tidak sekejam itu kok." Arjuna hampir menyentuh pipi Rima jika saja ia tak menepisnya dengan kasar. Kemenangan telak Arjuna dapatkan hingga tawanya menggelegar. Di samping itu dokter datang menghampiri ruangan Safa yang dipenuhi atmosfer buruk. 

"Aku harap tuhan memberikan hukuman setimpal padamu!" Lirihnya dengan suara bergetar, air matanya mengalir tanpa ia perintah mengingat sehancur apa sahabatnya itu. 

Arjuna tak bersuara hanya saja rahangnya menegas tiap kali mendengar getaran dari bibir gadis itu. 

Rima sudah tak tahan lagi menanggapi Arjuna yang semakin lantang menginjak harga diri perempuan. Ia memilih masuk ke dalam untuk merengkuh Safa dalam pelukannya. Kini ia tahu seberapa hancur Safa baik dari fisik dan hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status