Share

02. CANDU YANG MEMUASKAN

Author: Ryanty_tian
last update Last Updated: 2025-07-22 08:19:15

Kediaman keluarga Maxwell Gregory berdiri menjulang di atas bukit barat kota Zeta—tempat di mana kuasa, kekayaan, dan rahasia saling menindih dalam dinding-dinding marmernya. Rumah utama dihuni oleh Celine, istri pertama yang diakui publik dan keluarga. Sementara Athena tinggal jauh di paviliun belakang, bagai bayangan yang tak pernah boleh menyentuh cahaya.

Athena berdiri di dekat jendela besar di ruang kerja Maxwell Gregory. Langit di luar mendung, angin sore berembus pelan, tapi dada Athena justru terasa semakin sesak. Gaun yang ia kenakan hari ini sederhana namun elegan, pilihan Elio atas perintah Max. Dan sekarang, ia menunggu, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak menentu.

Langkah kaki terdengar. Pintu dibuka, dan Max masuk dengan aroma khas parfumnya yang selalu menusuk pikiran Athena—begitu akrab, tapi tak lagi menghangatkan.

“Ada acara apa hari ini?” tanya Athena, tetap menatap ke luar jendela, suaranya tenang tapi menahan banyak hal. “Sepertinya penting… karena tidak biasanya kau mengajakku.”

Max tak langsung menjawab. Ia hanya berdiri di belakangnya, tangan menyelip di saku celana.

“Acara ini memang penting,” jawabnya akhirnya. “Dan aku ingin kau hadir… sebagai tamu penting.”

Athena menoleh perlahan. Ada semburat keraguan yang tidak bisa ia sembunyikan. Kata-kata Max selalu berlapis—seperti pisau yang dibungkus pita.

“Tamu penting?” ulangnya pelan.

“Iya,” Max mendekat, suaranya lebih rendah. “Aku ingin kau berjalan di sampingku saat memasuki ruang utama.”

Athena menahan napas. Ada jeda di antara mereka. Bukan hening yang manis, tapi gelombang ketidakpastian yang mencekam.

“Kau yakin?” bisik Athena. “Di depan semua keluargamu?”

“Iya,” Max mengangguk singkat. “Tunggulah bersama Elio. Aku akan menjemputmu sebentar lagi.”

Lalu ia pergi begitu saja, seperti badai yang datang cepat dan meninggalkan ketegangan di belakang.

Athena masih berdiri di tempatnya, matanya kembali menatap langit kelabu.

Jika Max bersikap lembut seperti ini... pasti akan ada sesuatu, batinnya berbisik.

Namun Athena mencoba menenangkan diri. Siapa tahu Max memang berubah. Siapa tahu.

Sementara itu, di ruang utama kediaman Gregory, suasana perlahan mulai dipenuhi orang-orang berpengaruh. Interior marmer putih mengkilap dengan gantungan kristal besar menggambarkan kemewahan yang dingin. Duduk di kursi utama adalah Nyonya Daisy, nenek Max—wanita tertua dan paling disegani di keluarga Gregory.

Di sampingnya duduk Hudson, adik ayah Max, bersama istrinya, Emery. Wajah keduanya menunjukkan ketidaksabaran, apalagi melihat Celine yang duduk anggun di sisi Daisy, mengenakan gaun formal berwarna lembut. Aura Celine seperti pengantin kerajaan—angkuh, penuh percaya diri, dan mematikan dalam senyumannya.

“Benarkah Athena akan datang kemari?” bisik Emery pelan, menyipitkan mata ke arah pintu aula.

“Kata Max seperti itu,” jawab Celine sambil memainkan cangkir teh di tangannya.

Hudson mendengus, “Max sungguh baik hati... atau lebih tepatnya terlalu lembut pada musuh keluarga Gregory.”

“Tenanglah, Paman,” Celine tersenyum manis, meski tatapan matanya tajam. “Max sudah memiliki rencananya sendiri. Kau tidak perlu khawatir.”

Hudson hanya mencibir kecil, namun tidak membantah.

“Benar yang dikatakan Celine,” sahut Nenek Daisy tanpa mengalihkan pandangan dari teh di tangannya. “Tenang saja, Hudson. Max tahu apa yang dia lakukan. Dan aku percaya, tamu bayangan itu... akan segera tahu tempatnya.”

Tawa kecil Emery menyambut pernyataan itu. Mereka semua menunggu.

Menunggu Athena berjalan ke dalam ruangan itu... untuk sekali lagi disayat oleh kenyataan bahwa di rumah ini, dia tak pernah benar-benar diterima.

Pintu ruang kerja terbuka. Max masuk, mengenakan setelan hitam elegan dengan setangkai bunga mawar putih di tangan. Wajahnya tenang, bahkan menyimpan senyum yang... terlalu manis untuk seorang Maxwell Gregory.

Athena menoleh, sedikit bingung saat melihat bunga itu. Hatinya bergemuruh—ia ingin sekali percaya, walau hanya sekali, bahwa ada niat tulus dari pria yang dulu sangat ia cintai.

“Bawalah bunga ini,” kata Max sambil menyerahkan bunga itu ke tangannya.

Athena menerimanya pelan. Jemarinya sedikit gemetar, bukan karena bahagia, tapi karena takut bahwa senyum Max membawa sesuatu yang lain.

“Kau siap?” tanya Max.

Athena mengangguk kecil. “Aku selalu siap.”

Mereka berjalan berdampingan keluar dari ruang kerja, menuju aula utama. Lengan Athena menggandeng Max—terlihat mesra, seperti pasangan suami istri yang saling mencintai. Tapi di balik senyum tipisnya, Athena tengah menelan sesak yang tak bisa ia jelaskan. Tangannya menggenggam bunga, hatinya menggenggam luka.

Begitu tiba di aula, semua kepala menoleh. Sebagian terkejut, sebagian lainnya terang-terangan menunjukkan jijik.

Athena menelan saliva, matanya berkeliling. Wajah-wajah penuh cemooh menatapnya seakan dia membawa aib ke dalam istana mewah ini. Napasnya memburu, tapi ia berusaha tetap menegakkan kepala.

Hudson berdiri lebih dulu. “Ada apa kau memanggil kami, Max?” tanyanya kaku.

Max tersenyum, berdiri dengan angkuh. “Aku ada kabar penting yang harus kusampaikan untuk keluarga besar Gregory.”

“Kabar penting apa sampai-sampai kau membawa istri sampahmu ke rumah ini?” suara nyaring Nenek Daisy memotong tajam. Tatapannya menusuk Athena bagaikan jarum.

“Benar sekali,” sahut Emery dengan ekspresi jijik. “Dia tidak pantas berada di rumah ini. Istri yang hina, tidak tahu diri. Keberadaannya hanya membawa nama buruk karena keluarganya yang bangkrut dan busuk itu!”

Athena tetap berdiri tenang, meski hatinya tak berhenti bergetar. Kepalanya menunduk sejenak, menggenggam kuat bunga yang diberi Max. Tenanglah ... tenanglah, batinnya berbisik.

Celine tersenyum lembut di antara keributan itu. Duduk manis di samping Daisy, ia tampak seperti ratu sejati.

“Kalian tenanglah,” ucapnya manis. “Biarkan Max berbicara. Bukankah kita semua berkumpul karena sesuatu yang besar akan diumumkan?”

Max menoleh ke Celine, dan untuk pertama kalinya di hadapan banyak orang—ia menunjukkan kelembutan sejati.

“Celine Gregory,” katanya sambil melangkah maju. “Istri yang sangat aku kasihi, kemarilah.”

Celine berdiri, berjalan pelan menghampiri Max.

Athena membeku. Masih menggenggam lengan Max, namun pria itu menarik tangannya perlahan. Melepasnya.

Dan kemudian Max berjalan ke arah Celine membawa semua perhatian bersamanya.

Max mencium punggung tangan Celine dengan perlakuan yang tak pernah sekalipun Athena rasakan. Lalu, ia menoleh pada Athena yang berdiri mematung—“Berikan bunganya.”

Athena menahan napas. Tangannya kaku. Tapi tetap, ia maju dan menyerahkan bunga itu ke Max seperti pelayan yang mengantarkan mahkota untuk ratu sesungguhnya.

“Selamat, sayang,” ucap Max sambil menatap mata Celine penuh kebanggaan. “Kau resmi mengandung keturunan keluarga Gregory.”

Bunga itu berpindah tangan. Celine menerimanya dengan senyum lebar dan pandangan tajam ke arah Athena—penuh kemenangan.

Athena berdiri di sana, membeku.

Dadanya seperti ditimpa batu besar. Rasa sesak yang tak bisa ia sembunyikan lagi. Lidahnya kelu. Matanya panas, tapi dia tak menangis. Tidak di depan mereka.

Jadi, ini semua hanya pertunjukan.

Bunga itu ternyata bukan untuknya. Sentuhan lembut Max? Senyuman tipisnya? Semuanya palsu. Dia hanya dipajang. Diundang ke ruangan ini bukan untuk dihormati—melainkan untuk dipermalukan.

Selama tiga tahun ia tinggal di paviliun belakang, menjadi bayangan dari pernikahan diam-diam yang tak pernah diakui publik. Tiga tahun pula Max tak pernah menyentuhnya. Dan sekarang dia bahkan harus menyerahkan bunga kepada wanita yang sedang mengandung anak pria yang dulu ia cintai sepenuh hati.

Max melirik Athena sekilas.

Dan di matanya, terselip kilatan puas. Seolah penderitaan Athena adalah candu yang memuaskannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ya ampun sakit hati bgd jadi Athena.. udh lahhh jgn mau bertahan lagi ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   82. MENGGALI KUBURMU SENDIRI

    Beberapa menit yang terasa seperti jam berlalu. Akhirnya, anak buah Celine melumpuhkan penjaga di depan. Mereka tetap keras kepala, dan terpaksa Celine melakukan hal kejam pada mereka. Di dalam kamar, alat-alat medis berdengung pelan. Hans terbaring di ranjang, wajahnya pucat tertutup selimut, mesin pemantau berdetak monoton. Begitu pintu terbuka, Celine melangkah cepat, senyum sinisnya terkembang saat melihat Hans. “Astaga, lihatlah. Si tua Harrington masih bernapas. Betapa mengharukannya, harusnya dia sudah berada di liang kubur menyusul istrinya,” katanya dengan nada palsu. Ia berjalan mendekat, menatap wajah Hans seperti menilai sebuah trofi.Athena yang baru datang langsung bergegas begitu melihat penjaga di depan kamar babak belur, napasnya tersengal saat sampai. “Kenapa kau di sini? Jangan ganggu papaku!” suaranya pecah, setengah memohon, setengah berteriak. Ia meraih tangan Hans, menekannya lembut.Celine mencondongkan badan, menatap tajam ke arah Athena. “Athena,” suara

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   81. SEMAKIN TIDAK TAHU DIRI

    Athena berdiri bersandar di dinding dekat pintu ruang rawat, menatap layar ponselnya dengan tenang. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kegelisahan, bahkan terlihat santai seolah tidak terjadi apa-apa di dalam sana.Pintu ruang rawat terbuka keras. Celine keluar dengan wajah merah padam, matanya masih memerah karena amarah yang belum reda. Ia berhenti sejenak saat melihat Athena di depannya, wanita yang paling ingin ia bunuh saat ini.Aroma antiseptik bercampur wangi parfum mahal mengisi udara di antara mereka, dua perempuan yang saling menatap tanpa kata, namun tensi di udara cukup untuk membuat perawat yang lewat segera menunduk dan mempercepat langkah.Akhirnya Athena tersenyum tipis, nada suaranya lembut namun penuh sindiran.“Oh, Celine, akhirnya kau pulang juga,” sapanya santai, menatap Celine dengan tatapan ringan seolah pertemuan ini hanya kebetulan biasa.Celine memutar tubuhnya menghadap Athena sepenuhnya, suaranya tajam seperti pisau.“Kau semakin tidak tahu diri,

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   80. MEMANFAATKAN SITUASI

    Suara bentakan keras menggema di dalam rumah besar milik keluarga Hudson. Emery menatap suaminya dengan amarah yang menyalak di matanya, sementara Hudson berdiri di hadapannya dengan wajah merah padam karena murka.“Keparat kau, Hudson! Cepat lepaskan aku!” Emery mengentakkan kakinya, meronta dari genggaman pria itu. Tangannya yang halus berusaha melepaskan diri, tapi Hudson jauh lebih kuat.“Diam, Emery!” bentak Hudson, menarik paksa pergelangan tangannya lalu mendorongnya ke dalam gudang tua di ujung lorong. “Aku sudah muak dengan sikapmu yang selalu ikut campur urusanku!”Emery menatapnya tajam, dadanya naik turun karena menahan amarah. “Aku ikut campur karena kau sudah terlalu gila, Hudson! Kau pikir aku tidak tahu rencanamu yang kotor itu? Semua orang tahu kau hanya ingin menjatuhkan Max!”Hudson mencengkeram dagu istrinya dengan keras hingga Emery meringis. “Jaga bicaramu,” desisnya pelan namun berbahaya. “Jika kau bertingkah lagi, keluargamu akan tamat.”Emery menatapnya t

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   79. REKAMAN

    Athena merapikan bajunya, sesekali melirik Max yang masih bertelanjang dada dengan santai. Seolah pergulatan panas di antara mereka tadi hanya hal biasa, bahkan dengan enaknya menyesap whiskey padahal masih sakit. Begitu selesai, Athena langsung merebut gelas Max. Pria itu melotot seketika menatap Athena. “Kembalikan!” perintah Max tanpa pengecualian. “Kau belum sembuh, hindari dulu minuman seperti ini. Tunggu kau sembuh seperti sedia kala,” minta Athena yang juga merupakan perintah. “Aku sudah sembuh,” sahut Max asal. “Buktinya kau mendesah paling semangat tadi, bahkan meminta lagi ... lagi. Ternyata kau lumayan liar juga.” Pipi merah Athena mulai bermunculan, ia memegang kedua pipinya yang terasa panas jika mengingat kejadian panas tadi. Gila saja, mereka bercinta dengan panas di Rumah sakit. “Kau ... kau yang menggodaku lebih dulu,” sangkal Athena malu saja. Max tersenyum tipis, “kau terlihat seperti rubah licik yang penggoda.” Athena beranjak, ia lebih memil

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   78. BERGERAK BERIRAMA

    Hudson yang emosi pun mencekik leher Athena, ia paling benci wanita sombong dan suka merendahkan dirinya. Seolah wanita itu selalu di atas dan bisa mengendalikan situasi, padahal mereka bukanlah apa-apa kalau tanpa ada laki-laki. Athena terkejut, namun berusaha menahan diri dengan baik. Perlakuan ini sudah biasa ia rasakan dulu saat bersama Max, hanya saja Hudson tak sekasar Max. “Kau semakin tidak tahu diri, Athena!” seru Hudson mendorong Athena hingga membentur dinding. “Bukankah hal itu juga berlaku untukmu, paman Hudson?” sindir Athena halus, seolah perlakuan kasar ini tak ada apa-apanya. “Jangan karena sekarang Max menginginkanmu, kau berlagak berkuasa. Itu hanya sementara, Celine tetaplah istri pertama dan diakui oleh semua orang,” sahut Hudson menyeringai. “Pantas saja terus membela Celine,” seringainya tipis, menahan lehernya yang sakit, “aku sepertinya mencium bau bangkai yang sudah lama ditutupi dengan rapat.” “Apa kau juga menciumnya, Paman?!” Athena sengaj

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   77. DATANG DAN PERGI SESUKA HATI

    Menanggapi godaan Max, tentu saja Athena dengan senang hati mengalungkan tangannya dengan manja. Senyuman semanis madu ia ciptakan, hingga membuat suaminya enggan berpaling.“Ternyata aku juga bisa kau rindukan, padahal aku kira kau hanya merindukan istri tercintamu,” sindir Athena tanpa ragu.Max tersenyum tipis, “mulutmu memang tajam.”“Kalau tidak tajam, bagaimana aku bisa menghadapimu selama ini?!” ujar Athena santai, seolah Max sudah tak seperti dulu.Athena mencium bibir Max sekilas, lalu tersenyum, “jadi, apa sekarang kau mulai sadar kalau hanya aku yang tulus mencintaimu?!”“Hmm.” Max tampak berpikir, “bisa dikatakan seperti itu, tapi tetap saja tidak mengubah apa pun.”“Tidak masalah, setidaknya kau tahu bahwa cinta tulus dan ikhlas itu sangat jarang terjadi. Dan sekarang kau memilikinya, yaitu aku,” kata Athena begitu percaya diri, mulutnya begitu pandai merangkai kata.Tulus ... ikhlas.Itu memang dulu Athena rasakan pada Max, namun entahlah rasa itu masih ada atau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status