Share

03. MEMBEKAS BEGITU DALAM

Author: Ryanty_tian
last update Last Updated: 2025-07-22 08:22:05

Celine dengan wajahnya bersinar oleh rasa bahagia. Dengan anggun, ia memeluk Max dengan erat, kemudian mengecup bibir pria itu di depan semua orang—tanpa malu, tanpa ragu.

Max membalas ciuman itu ringan, namun cukup membuat Athena merasakan tusukan tajam di ulu hatinya.

“Terima kasih, Max,” ucap Celine manja, menatap pria itu dengan mata berbinar. “Kau selalu membuatku merasa paling dicintai.”

Nenek Daisy berdiri sambil mengangkat tangannya penuh restu. “Akhirnya! Keluarga Gregory akan memiliki penerus darah murni. Aku sangat bangga padamu, Celine!”

Hudson dan istrinya, Emery, tampak tersenyum puas.

“Kabar terbaik minggu ini,” komentar Emery sambil menepuk tangan Celine. “Kau memang istri yang pantas untuk Gregory. Selalu tahu caranya menjaga martabat keluarga.”

Hudson mengangguk setuju. “Akhirnya ada kabar baik dari rumah ini.”

Athena berdiri tak jauh dari mereka—seolah transparan. Diabaikan, tak diharapkan dan hanya menjadi penonton atas kebahagiaan Max dan Celine.

Tak ada yang menoleh padanya. Tak ada satu pun kata. Semua orang larut dalam kebahagiaan yang memuja Celine dan memuja kehamilan itu.

Sunyi. Tapi sangat bising di dada Athena.

Dan kemudian, suara Emery memecahnya.

“Athena, kenapa kau diam saja?” ujarnya dengan nada menggoda yang sengaja diperkeras. “Harusnya kau memberi selamat pada suamimu dan Celine atas kabar bahagia ini!”

Tatapan semua orang beralih ke Athena. Wajah-wajah itu menuntut, menekan.

Athena menunduk sejenak, menggigit bibir bawahnya dalam. Ia mengatur napas, menahan gemuruh dadanya yang seakan akan meledak.

Lalu, dengan langkah kecil dan suara pelan, ia mendekat dan berkata, “selamat.”

Suaranya datar. Namun cukup terdengar.

Tapi Daisy—seperti haus akan lebih banyak penghinaan—menyambar, “Sepertinya kau tidak sungguh-sungguh memberi selamat. Tatapanmu saja menunjukkan kebencianmu. Kau tidak senang atas kehamilan Celine?”

Athena menggeleng cepat. “Saya tidak seperti itu, Nenek.”

“Oh, sudahlah,” Daisy memotong tajam. “Kau pandai sekali berpura-pura.”

Celine mengusap perutnya perlahan.

“Celine, sebaiknya kau duduk. Hamil muda tidak boleh lelah.” Emery mengingatkan.

“Terima kasih, Emery. Kau sungguh perhatian,” ucap Celine tersenyum.

“Duduklah di sini, dekat nenek,” ucap Daisy penuh kasih. Ia meraih tangan Celine, mempersilahkannya duduk di kursi terbaik, lalu memberi isyarat pada pelayan untuk menyajikan teh herbal hangat.

Semua orang pun duduk menyusul kecuali Athena. Saat ia hendak menarik kursi di pojok belakang, suara nenek Daisy menggema menggelegar.

“Siapa yang menyuruhmu duduk?”

Athena terdiam. Tangannya masih menggenggam sandaran kursi.

“Berdirilah di sana. Kau cukup jadi penonton hari ini.”

Athena mengangkat wajahnya perlahan, matanya menyapu seluruh ruangan. Tidak satu pun dari mereka membelanya. Bahkan Max hanya bersandar santai di sisi Celine, mengelus punggung wanita itu tanpa peduli padanya.

Celine menoleh. “Nenek, jangan seperti itu. Kasihan dia.”

“Kenapa harus kasihan?” sahut Daisy dingin. “Dia dan keluarganya pernah berbuat jahat di masa lalu. Ini bukan penghinaan. Ini karma. Dan karma memang harus dibayar lunas.”

Athena tetap berdiri di sudut, pundaknya tegang, lututnya hampir tak kuat menopang tubuh. Tapi tidak ada air mata. Tidak kali ini.

Dia hanya menatap lantai, menelan seluruh penghinaan itu dalam diam. Diam yang menjerit. Diam yang menyimpan bara.

Di saat semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Athena memilih berdiri di dekat jendela lantai dua. Angin malam membelai pelan helaian rambutnya yang terurai. Dari tempat itu, dia bisa melihat taman keluarga Gregory yang megah, tapi terasa begitu asing baginya.

Untuk sekali ini saja, dia ingin diam. Ingin menghirup udara tanpa beban. Tanpa hinaan. Tanpa tatapan yang merendahkan.

Namun suara langkah high heel yang menggema dari lorong panjang memecah keheningan. Athena tidak menoleh, tapi tubuhnya menegang.

“Kau di sini rupanya,” suara Celine terdengar ringan, tapi tajam.

Athena tak menanggapi. Matanya tetap tertuju pada langit gelap yang tak berbintang.

“Ada apa?” tanyanya singkat. Datar. Enggan peduli.

Celine mendekat, berdiri di samping pintu kaca balkon. “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Tapi sepertinya tidak?” senyumnya sinis. “Aku tahu kau sangat terhina hari ini. Kau terlihat rapuh. Terlalu jelas.”

Athena menggenggam jemari tangannya yang dingin, lalu menatap Celine datar.

“Sudah puas membuatku terlihat seperti boneka rusak?”

Celine tersenyum puas. “Kau tahu, keluarga Max sangat menyayangiku. Nenek Daisy memperlakukanku seperti cucunya sendiri. Hudson, Emery—semuanya menyambutku seperti putri bangsawan. Dan Max, dia mencintaiku lebih dari apa pun. Sekarang apalagi, aku mengandung darah keturunannya.”

“Sedangkan kau dianggap hina, kotor di mata mereka.”

Athena menggigit bibirnya kuat. Terlalu kuat hingga rasa logam memenuhi lidahnya.

“Jika Max mencintaimu,” katanya pelan, “dia tidak akan menjadikanku istrinya.”

Celine tertawa, keras dan mengejek. “Kau lupa siapa dirimu, Athena? Kau hanya istri kedua yang dinikahi karena dendam. Keluargamu, keluarga Harrington, pernah membuat orang tua Max kehilangan segalanya. Kau hanya alat. Boneka. Pelampiasan dari amarah yang belum terbalas.”

Athena berdiri perlahan, menatap Celine lurus. “Dan kau rela membiarkan Max menyiksaku seperti ini? Apa kau tidak takut suatu hari dia berbalik mencintaiku?”

Tatapan Celine menggelap, tapi ia menyeringai. “Aku percaya Max. Dan aku akan mendukungnya, dalam hal apa pun. Bahkan kalau dia ingin menghancurkanmu hingga tak bersisa.”

Celine melangkah mendekat, jaraknya begitu dekat sampai bahu Athena terdorong pelan, tapi cukup membuat dada Athena berdesir. “Kau terlalu percaya diri, penuh kesombongan,” bisik Celine dengan suara dingin menusuk.

Matanya menyipit, menatap tajam ke wajah Athena. “Mana mungkin Max beralih mencintaimu? Itu hanya ilusi yang kau buat sendiri. Kau hanya mainan baginya.”

Athena menarik napas panjang, dadanya naik turun menahan amarah yang bergejolak. Tapi dia tetap diam, mencoba mengendalikan dirinya. Mereka sekarang berdiri di dekat tangga sempit itu.

Ketika Celine mendorong bahu Athena lagi, kali ini lebih kuat, tangan Athena terangkat otomatis, berusaha menangkis — gerakan kecil tapi tanpa sadar membuat Celine kehilangan keseimbangan.

“Tidak!” teriak Athena, suara putus asa yang keluar saat tubuh Celine terhuyung ke belakang.

Mata Athena melebar saat melihat tubuh Celine melayang dan jatuh menimpa anak tangga satu, dua, berguling ke bawah dengan suara benturan keras yang membuat udara di ruangan itu serasa membeku.

Athena berdiri membeku di puncak anak tangga, napasnya tercekat. Tangannya masih terulur ke depan, gemetar. Ia tidak bermaksud. Tuhan tahu, dia tidak pernah bermaksud.

“Tidak,” bisik Athena pelan, seperti bicara pada dirinya sendiri.

Max mematung beberapa meter dari tubuh Celine yang tergeletak tak berdaya. Pandangannya langsung naik ke atas—dan berhenti pada Athena. Mata mereka bertemu.

Dan saat itu dunia seperti berhenti.

Athena menggeleng panik, air mata mulai tumpah. “Bukan aku, Max. Aku tidak sengaja, aku hanya—”

Max mengerutkan alis, suaranya tajam seperti serpihan kaca yang tiba-tiba menusuk dada. “Kau mendorongnya.”

Tidak ada teriakan, tapi nadanya cukup untuk membekukan darah di tubuh Athena. Dengan langkah cepat, Max mendekat, tangan gemetar saat mengangkat tubuh Celine yang bersimbah darah di kepala. Wajah Celine pucat, matanya terpaku, tubuhnya tak berdaya.

“Elio!” bentaknya, sorot matanya membara dan tidak lepas dari Athena. “Siapkan mobil. Sekarang!”

Athena menuruni tangga, niatnya ingin bicara, tapi Max sudah berdiri tegap, memeluk Celine dengan pelukan hangat dan tegas, pelukan yang bahkan tidak pernah ia berikan saat mereka menikah dulu.

Langkah Max terhenti saat Athena sampai di sampingnya. Matanya menatap Athena dalam sekali lirik dan itu tatapan yang membekas begitu dalam, penuh ancaman dan harapan sekaligus.

“Kalau aku kehilangan bayi ini,” suaranya datar tapi berapi-api, “kau akan kehilangan segalanya. Termasuk kebebasanmu, Athena.”

Tubuh Athena menegang, napasnya tersendat, dan dingin menusuk sampai ke tulang, membungkam kata-kata yang ingin ia ucapkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
ya ampun.. jangan mau bertahan meskipun kelak si max jatuh cinta sama kamu Athena
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   91. BALASAN

    Athena berjinjit, jemarinya mencengkeram kerah jas Max seolah takut momen itu lenyap jika ia melepasnya. Bibirnya akhirnya menyentuh bibir pria itu, pelan, ragu, namun sarat emosi yang lama terpendam. Ada getar halus di dadanya, campuran lega, haru, dan keyakinan bahwa apa yang selama ini ia impikan akhirnya terwujud.“Aku mau, Max,” bisiknya lirih setelah mereka saling melepaskan diri, napasnya belum sepenuhnya teratur. “Kita bisa memulai semuanya dari awal.”Max tersenyum tipis, tangannya terangkat menahan tengkuk Athena, lalu ia menyatukan dahi mereka. Jarak sedekat ini membuat Athena bisa merasakan napas hangat Max, juga ketenangan yang selama ini jarang ia dapatkan darinya.“Syukurlah,” jawab Max pelan namun mantap. “Kita pasti bisa melakukan ini.”Kata-kata itu sederhana, namun bagi Athena terasa seperti janji yang lama ia tunggu. Setelah drama panjang rumah tangga mereka, pengkhianatan, luka masa lalu, dan berbagai insiden yang hampir menghancurkan mereka sepenuhnya, akhirn

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   90. KEPUTUSAN

    “Apa yang terjadi dengan bayi kita?” Max seketika ikut memegangi perut Athena.Sejenak Athena terdiam, bukan karena sikap Max yang memegangi perutnya. Tapi lebih pada perkataan pria itu, bayi kita. Ya, ia tak salah dengar kalau Max mengatakan hal itu. Biasanya pria itu selalu menyebut bayi milikku dan tak pernah menganggap Athena sedikit pun, tapi kini berbeda.Athena tersenyum dan menggeleng, “bayi kita baik-baik saja.”“Lalu kenapa kau memegangi perutmu? Jika tidak nyaman kita bisa ke rumah sakit,” kata Max kini mulai menunjukkan perhatiannya.Athena menggeleng, dan melebarkan senyumnya. “Aku lapar, aku malu jika kau mendengarnya maka aku memegangi perutku.”Max terdiam, ia pun ikut tersenyum.“Kalau begitu ayo kita makan, maaf membuat kalian menunggu lama,” ajak Max mengulurkan tangannya.Athena dengan senang hati menyambut tangan Max, ia tersenyum tipis dan berjalan mengikuti suaminya itu. Begitu sampai, Max menarik kursi supaya Athena duduk dengan nyaman. “Ini untukmu,”

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   89. TERSENTUH

    Semenara itu, Hudson dikurung di ruang bawah tanah keluarga Gregory. Ia tak bisa menghubungi siapa pun karena semua telah disita, ia mengumpat dan memaki Max dengan penuh emosi yang mendalam.“Apa yang terjadi?” tanya Celine yang menemui Hudson dengan alasan mengantar makanan.“Ini ulah Max sialan itu, dia sudah tahu tentang proyek kota Zora. Padahal kita sudah berhati-hati dalam melakukan hal ini, tapi bisa bocor,” seru Hudson memukul jeruji besi di depannya.“Lalu apa yang harus kita lakukan? Mungkin setelah ini target Max adalah aku,” jawab Celine sedikit takut.Celine tampak gelisah, padahal ia baru saja bersepakat dengan Athena tapi Max bertindak jauh di depan mereka. “Mungkin ada yang berkhianat,” ujar Celine berpikir.“Mungkin, tapi siapa. Semua orang yang tahu tentang hal ini adalah orang kepercayaanku, tidak mungkin,” sahut Hudson sangat yakin.Celine terus berpikir, “apa mungkin Emery? Bukankah dia menyusup masuk ruang kerjamu, bisa jadi dia menukar segala buktinya.

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   88. SUAMIKU

    Hudson membeku, keadaan ini di luar dari kendali dan prediksinya. Seharusnya baru ketahuan setelah proyek kota Zora selesai, sehingga Max akan kehilangan kepercayaan dari dewan direksi dan mencopot posisi CEO. Tapi kenapa keadaan kini berbalik, disaat rencananya hampir usai malah semua terbongkar.“Polisi akan menjemputmu besok!” perintah Max membuat suasana kembali gaduh.Banyak yang protes kenapa harus ditunda, dan Max mengangka tangannya tuk memberi isyarat supaya semua diam.Hudson tersenyum tipis, ia tahu Max pasti tak akan tega padanya. Apalagi hubungan mereka cukup dekat sejak kecil, apalagi saat orang tuan Max tiada.“Kita keluarga, aku tahu kau pasti mempertimbangkan hal itu,” kata Hudson penuh percaya diri tinggi.Max pun tertawa, “Paman mengira aku masih anak kecil yang masih bisa dikendalikan? Kau salah besar!”“Apa maksudmu?” Hudson masih menebak-nebak.“Sebagai hukuman, Hudson akan diberhentikan dari perusahaan tanpa gaji atau tunjangan sedikit pun. Dia juga harus

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   87. ILEGAL

    “Beri aku waktu untuk memikirkannya.”Athena masih belum bisa memutuskan hal itu, dan lagi ia masih memiliki tanggungan tugas dari Rosetta yang harus ia selesaikan sebelum melahirkan.“Baiklah, aku bisa menunggu tapi jangan terlalu lama,” kata Celine pun beranjak dan mengambil tas mahalnya lalu melenggang pergi.Pintu tertutup, Athena berembus pelan dan bersandar. Tawaran Celine memang menggiurkan, ia juga penasaran tentang berkas yang berisi tentang keluarga Harrington. Ia memang sudah dekat dengan Max, tapi belum memiliki kepercayaan penuh atas pria itu.“Sungguh memusingkan,” keluh Athena yang merasa semua menjadi lebih rumit.Norah masuk dan meliat Athena sedang memejamkan mata. Tentu saja ia khawatir dan bertanya dengan pelan.“Nyonya, Anda baik-baik saja? Perlu saya ambilkan sesuatu?”“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit lelah saja,” kata Athena pelan, “setelah ini rapat dan pekerjaan lainnya kau tunda dulu untuk sementara.”“Baik, Nyonya,” jawab Norah pun pergi.Begitu sa

  • Racun Pernikahan: Ciumanku membuat SANG CEO Tunduk   86. PENAWARAN BARU

    Max masih terdiam, ia masih enggan menjawab. Lalu mobil berhenti di lobi perusahaan Harrington, dan pembicaraan mereka terpotong.“Lebih baik kau masuk,” minta Max.“Baiklah, sampai jumpa nanti malam.” Athena mencium pipi Max sebelum pergi.Athena keluar saat Norah membuka pintu untuknya, mobil Max mulai meninggalkan tempat. Dalam perjalanan, ia berpikir tentang ucapan Athena tadi, apa ia harus melakukan hal itu?“Tuan,” panggil Elio pelan.“Katakan,” minta Max singkat.“Apa Anda sedang mempertimbangkan perkataan Nyonya?” tanya Elio pelan, ia sangat tahu keadaan Max dulu hingga sekarang.“Aku tidak tahu, aku masih bingung harus berbuat apa padanya.” Max bersandar, perasaannya mulai goyah.“Saya tahu masa lalu kalian cukup kelam, banyak kebencian dan pertumpahan darah. Rasanya memang belum tuntas saja kalau masih belum saling balas, hanya saja kini terasa berbeda saja.”“Apa maksudmu?” tanya Max.“Ucapan Nyonya tadi, itu solusi yang cukup baik mengingat Nyonya sendiri mencint

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status