Share

Bab 3. Saat Jam Makan Siang

Author: Dacytta-Peach
last update Last Updated: 2023-03-14 17:08:53

Fatma adalah istri yang baik, meskipun hidupnya sederhana ia sama sekali tidak mengeluh. Pernikahannya dengan Santoso sudah berjalan delapan tahun dan sampai sekarang mereka belum dikarunia anak. Kendati begitu, Santoso sama sekali tidak pernah menyudutkannya mengenai hal ini. Hal yang tentu saja sangat disyukuri Fatma karena memiliki suami sebaik dan sepengertian Santoso.

Kehadiran cincin emas itu tentu saja mencubit hati Fatma. Cincin itu bukan cincin kawin melainkan cincin yang baru saja dibeli. Sementara itu Fatma sendiri merasa bahwa Santoso selama ini tak pernah memakai cincin karena tidak suka mengenakannya tapi kenapa pagi ini Santoso berbeda? Apakah mungkin minat seseorang bisa berubah begitu saja?!

Setelah menata semua menu makan siang di dalam wadah kesayangan Fatma, wanita berusia dua puluh delapan tahun itu tersenyum lebar. Sebentar lagi ia akan pergi ke pabrik kayu tempat suaminya bekerja dan mengantarkan makan siang. Hal yang tumben sekali dilakukan Fatma hanya demi mengorek aktifitas suaminya di pabrik.

"Aku akan mengantarkan makanan ini ke pabrik, kira-kira reaksi Mas Santoso seperti apa ya?!" Fatma bergumam lirih seraya menata rantang berisi nasi, lauk telur dadar dan juga sayur nangka muda kesayangan suaminya. "Pasti Mas Santoso terkejut, aku 'kan jarang nganterin makan siang ke pabrik."

Fatma menoleh ke arah jam dinding yang tertempel rapi di atas pintu dapur, senyumnya lagi-lagi terkembang. "Sudah jam sebelas, aku harus segera ke pabrik."

Wanita itu segera menyahut kerudung warna ungu yang ia sampirkan di kursi ruang makan lalu memakainya. Menenteng rantang berisi menu lengkap, Fatma bersiap untuk mengendarai sepeda onthel-nya menuju ke area pabrik yang jaraknya lumayan jauh.

Perjalanan ke pabrik mengendarai onthel itu memakan waktu kurang lebih dua puluh menit. Meski letih, Fatma tidak pernah mengeluh ataupun mengutarakan rasa capeknya pada Santoso. Wanita itu ikhlas, ikhlas berbakti pada pria yang selama ini ia sayangi lahir dan batin.

Wajah Fatma terlihat semringah ketika plakat kayu bertuliskan nama pabrik terlihat oleh pandang matanya. Ia mengayuh sepedanya lebih cepat agar segera sampai dan bisa menemui Santoso tepat waktu. Namun apa yang ia lihat benar-benar menggerus hati, Fatma menghentikan kayuhan kakinya dan terpana saat Santoso pergi keluar dari pabrik membonceng seorang wanita seksi yang wajahnya memang sangat-sangatlah cantik.

"Mas Santoso, siapa wanita itu Mas?!" Fatma bergumam lirih, ia mengusap peluhnya yang bercucuran sambil menatap sepeda motor matic milik suaminya yang berlalu begitu saja.

Fatma menata napas, ia mencengkeram stang sepedanya dengan kecang. Hatinya hancur, itu sudah pasti tapi apakah ia akan menyerah begitu saja? Tidakkah ia penasaran dengan sosok wanita yang diboncengnya tersebut?!

Wanita berkerudung ungu itu mengalihkan pandangannya ke dalam pabrik. Mungkin ia tidak tahu siapa wanita itu tapi mustahil jika teman-teman Santoso tidak tahu bukan?! Fatma mengangguk mantap, ia berniat untuk masuk dan menanyakannya pada satpam yang berjaga. "Aku harus tetap maju dan menanyakan perihal wanita itu. Mereka pasti tahu siapa wanita cantik itu?!"

Dengan segala tekat yang ia punya, Fatma mengayuh sepedanya mendekat area satpam yang berjaga siang itu.

"Siang Pak Satpam, apa boleh saya bertemu dengan Pak Santoso?" Fatma berbasa-basi pada satpam yang berjaga di post tersebut setelah ia berhasil mendekat ke area pabrik.

Satpam muda berwajah manis itu mendekati Fatma, ia pasti tidak tahu jika Fatma ini adalah istri Santoso. "Pak Santoso yang manager baru itu ya?!"

Fatma hanya mengangguk, melukis senyum di wajahnya dengan penuh keterpaksaan.

"Pak Santoso baru saja keluar bersama Bu Wati, Bu. Ibu ini siapanya ya? Mungkin ada pesan yang bisa saya sampaikan kalau beliau kembali?"

"Ah, tidak usah Pak. Saya ini-saya ini...." Fatma tertatih, bingung harus menjawab apa hingga akhirnya ia mendapat ide. "Saya ini adiknya, kebetulan tadi cuma lewat saja dan ingin bertemu dengan beliau."

"Oh begitu ya?! Beliau lagi keluar Bu."

"Ya udah Pak, gak papa. Tapi Pak, boleh saya tahu siapa Bu Wati itu?" Fatma menyipitkan mata, mencoba mengorek siapa Wati sebenarnya. Telanjur basah ya sudah mandi sekali, bukankah begitu?!

"Bu Wati itu atasan Pak Santoso Bu, tangan kanan pemilik pabrik kayu ini. Sebagai adik, masa Pak Santoso nggak cerita apapun sih sama ibu?!" Pak Satpam tersenyum kecut, merasa curiga karena wanita di depannya ini terlihat begitu polos dan tak tahu apa-apa. Si satpam mendekatkan wajah sambil sesekali celingukan. "Ssst... Saya dengar mereka akan menikah loh Bu, apa iya kabar sebesar ini sebagai keluarga ibu juga tidak tahu?"

Wajah Fatma langsung memerah, matanya terbelalak tak percaya. Mas Santoso, ternyata kamu—

"Bu, kok diam sih?! Bu...."

"I-iya Pak, maaf. Tentu saja Mas Santoso belum cerita, saya kaget dengernya." Fatma segera menguasai keadaan. Ia menggigit bibir dengan wajah ingin menangis, sejenak ia menatap pak satpam dengan wajah memohon. "Pak, jangan bilang saya ke sini ya?! Jujur, Pak Santoso itu tidak suka jika ada anggota keluarganya yang datang ke pabrik jadi... Tolong bantu saya ya?! Saya tidak ingin dimarahi kakak saya."

Pak satpam menatap Fatma dengan curiga namun melihat lawan jenisnya hendak menangis, Pak Satpam berwajah manis dan masih muda itu merasa kasihan. "Iya Bu, saya tidak akan bicara tapi Ibu jangan menangis ya. Saya tahu ibu pasti terharu punya kakak kandung yang begitu hebat, udah jadi manajer eh sekarang malah mau nikah sama orang kaya tujuh turunan lagi. Bener-bener hebat Pak Santoso itu."

"Kalo begitu saya balik dulu ya Pak. Terima kasih untuk infonya," ucap Fatma lalu berpamitan.

Wanita itu menahan tangis, ia menghampiri sepeda onthel yang ia parkir sedikit jauh dari pos satpam lalu mengendarainya pergi.

Tak terasa air mata Fatma menitik, ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Kini ia tahu jika cincin itu mungkin adalah cincin pemberian Wati untuk suaminya.

Tak sanggup mengayuh sepeda lebih jauh lagi, Fatma menghentikan sepedanya di pinggir jembatan. Turun dari sepeda, ia memandang aliran sungai yang mengalir dengan tenang.

Menghapus air mata yang membasahi pipi mulusnya, Fatma mulai menyadari sesuatu.

"Ternyata kesetiaanku selama ini hanya dibalas seperti ini olehmu Mas, aku tak percaya tapi ini adalah fakta. Mas, kamu tega!" Fatma bergumam lirih, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Cukup! Cukup aku menangisimu hari ini Mas, cukup. Akan kubuktikan padamu Mas, bahwa aku layak jadi istri terbaik dan terpilih. Kamu akan menyesal Mas, menyesal karena sudah menelantarkanku. Kamu akan menyesal, Mas. Menyesal!"

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 36. Hari Bahagia (Ending)

    Setelah menyusun rencana untuk hari pernikahan selama sebulan lamanya, pernikahan Fatma dengan Arif akhirnya terlaksana juga. Atas keinginan Fatma, wanita itu menginginkan suasana pernikahan yang sederhana dan suci tanpa mengurangi kesakralan.Meskipun Arif mengusulkan acara pernikahan yang mewah, Fatma menolaknya secara halus. Bagi Fatma, ada baiknya jika uang itu ditabung saja untuk membeli beberapa asset ketimbang untuk pesta yang hanya berlangsung sekejap mata.Fatma dan Arif menyebar undangan hanya beberapa ratus lembar. Mereka hanya ingin mengundang sanak saudara, sahabat, dan juga beberapa tetangga dekat. Bagi mereka, kesederhanaan jauh lebih baik daripada kemewahan yang mengundang kebencian tak terlihat dari beberapa orang.Siang itu keluarga Pakdhe Suryo juga tengah bersiap untuk pergi ke acara pernikahan Fatma. Mereka turut diundang dalam acara pernikahan suci lagi sakral tersebut. Keluarga Pakdhe tetap menghargai Fatma meskipun sekarang sud

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 35. Permintaan Maaf

    Fatma mengangguk begitu saja, entah kenapa ia merasa kasihan dengan keadaan Santoso yang saat ini begitu buruk dan memprihatinkan. Menoleh sejenak ke arah toko, Fatma menatap Mbak Lastri yang berdiri di ambang pintu. Dari tatapan itu, Fatma seolah meminta ijin atasannya untuk pergi mengobrol sejenak bersama sang mantan suami."Mas, apakah kamu sudah makan?" Fatma bertanya dengan pelan, ia menatap kasihan ke arah Santoso yang terlihat kosong dan tidak bertenaga.Pria itu menggeleng, hanya mampu menundukkan kepala dengan rasa bersalah yang kian membuncah.Fatma menarik napas, "Ayo pergi ke warung makan Mas, akan kubelikan kamu semangkok bakso panas."Wanita berhijab rapi itu melangkahkan kaki terlebih dahulu menuju ke warung makan yang terdapat di sebelah toko milik Mbak Lastri."Bu, semangkok bakso dan segelas teh manis hangat ya." Fatma memesan bakso pada sang penjual bakso yang sudah lama ia kenal semenjak kerja bersama Mbak Lastri.

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 34. Pertengkaran dengan Wati

    "Mas Santoso?" Wati terkejut dengan kehadiran Santoso yang menurutnya begitu tiba-tiba. Wanita itu berniat untuk lari namun apa daya tangan Santoso yang kekar kini telanjur mencekal pergelangan tangannya. "Lepaskan tanganmu, Mas!""Tidak, aku tidak akan melakukannya sebelum kamu jelasin semuanya padaku," kekeh Santoso justru semakin erat dalam dalam mencengkeram."Mas, sakit Mas! Kamu gila apa?!" seru Wati sambil berontak dari tangan Santoso. "Hal apa lagi yang perlu dijelaskan? Semua sudah jelas Mas, kita sudah tidak memiliki hubungan sekarang.""Bukan itu," tandas Santoso dengan sigap. Mata pria itu membara merah seperti apa di pembakaran, dengan jiwa emosi yang ia punya kemarahan Santoso benar-benar meledak sekarang. "Jelaskan padaku, ada apa dengan diriku di kantor? Kamu sengaja kan jatuhkan aku di depan Mister Je supaya aku dipecat?"Wati terdiam beberapa detik, ia lantas terkekeh keras. "Mana aku tahu Mas, kuasa orang atas kamu tahu sen

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 33. Pemecatan Jabatan

    Fatma terdiam, tatapannya fokus pada Arif yang tengah mengungkapkan perasaan terhadap dirinya. Entah apa yang ia rasakan sekarang, yang jelas ada perasaan haru dan hangat di dalam hatinya."Fat, kamu mengerti kan maksudku?" Arif menyadarkan lamunan Fatma sejenak, tampak wajah Arif sudah memerah menahan malu. Ia langsung menunduk dengan pikiran macam-macam. "Maaf, mungkin caraku melamar kamu terlihat kekanak-kanakan tapi aku sudah berusaha untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Seperti yang kamu tahu, aku terlalu tua untuk main lamar-lamaran menggunakan cara ini."Melihat ketulusan Arif, tanpa sadar bibir Fatma melengkung. Ia merasa lucu sekaligus kagum pada Arif. Sebagai seseorang yang pernah tinggal di sisi pria itu entah sebagai teman atau partner kerja, Fatma tidak menduga jika Arif akan melamarnya."Kenapa kamu tersenyum? Bener kan?! Caraku sepertinya salah dalam melamarmu," gusar Arif sambil menggigit bibir. Ia menunduk untuk menutupi kekesalan

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 32. Lamaran Dari Pria Tepat

    "Santoso... Santoso, Pakdhe nggak habis pikir apa yang merasuki otakmu saat ini," ungkap Pakdhe Suryo sambil menggelengkan kepala. "Setelah kamu tersandung masalah, ujung-ujungnya kamu juga tetep sambat sama si orangtua ini. Mbok kamu sadar, kamu itu sudah diingatkan di lain hari tapi kamu masih saja tetep ngeyel. Sekarang, setelah semuanya telanjur, kamu kan yang jadi pihak sakit hati."Santoso hanya menunduk, penampilannya yang lusuh dan tidak terurus membuat Pakdhe Suryo merasa prihatin. "San, Pakdhe nasehatin kamu sampai ancam-ancam itu bukan karena Pakdhe syirik, Pakdhe benci, itu bukan. Pakdhe cuma pengen kamu tuh nggak salah jalan. Wati itu sedari awal Pakdhe lihat, ia sepertinya memiliki gelagat aneh. Pakdhe nggak suka San, nggak suka.""Sudahlah Pakdhe, jangan diomelin terus Mas Santoso-nya. Setidaknya dengan kejadian ini Mas Santoso sadar dan terbuka mata hatinya soal Wati." Ratna menengahi teguran Pakdhe Suryo.Sebagai adik, Ratna sendiri t

  • Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku   Bab 31. Aku Tidak Bersimpati

    "Aku mohon, kembalilah kepadaku. Kali ini aku tidak akan menyia-nyiakanmu lagi."Fatma terdiam. Ini bukan kali pertama Santoso memohon dirinya seperti ini. Dulu sewaktu ia kepergok dengan wanita itu, ia juga meminta hal yang sama kepada Fatma.Menarik napas panjang, Fatma melepas tautan tangan Santoso secara perlahan. "Tidak semudah itu Mas. Lukaku yang lama saja belum sembuh dan apa ini? Kau ingin kembali karena kau merasa tersakiti?!"Fatma menggeleng lalu menunduk, "Aku pernah tersakiti Mas tapi aku tidak pernah memintamu untuk kembali padaku."Santoso terbungkam, ia menunduk dengan wajah pasrah. Penampilannya yang buruk memang tidak pantas untuk diperhitungkan."Jika Wati menyakitimu, itu adalah resiko yang harus kamu tanggung karena kamu sudah memilih dia sebagai pasanganmu Mas. Peduliku apa? Tidak. Aku sama sekali tidak simpati dengan apa yang terjadi pada dirimu." Fatma menarik napas, ia menatap Santoso. "Hadapi semuanya Mas,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status