Share

Bab 2. Mengendus Kebohongan

Setelah menemukan surat dari toko emas tersebut, Fatma memilih untuk menyimpannya di dalam dompet. Niatnya untuk membeli sabun cuci urung, kebetulan ketika memeriksa lemari penyimpanan sabun ia masih menemukan sisa stok sabun minggu lalu.

Sehabis mencuci piring, Fatma bergegas menghampiri ponselnya yang tergeletak di dalam kamar. Soal cincin emas itu sungguh-sungguh mencuri perhatiannya sehingga ia memiliki niat untuk menelpon Ratna dan menanyakannya secara langsung.

"Hallo Mbak Fatma, ada apa? Tumben pagi sekali udah telepon?! Mau tanya resep sayur atau bikin sambal ya mbak," goda Ratna ketika mengangkat telepon dari Fatma.

"Bukan Ratna, hari ini aku nggak tanya resep dulu," jawab Fatma dengan wajah bersemu merah. Saking seringnya bertanya resep-resep pada adik iparnya, Ratna sampai hafal kebiasaan Fatma.

"Lalu apa mbak? Kayaknya penting ya?" Ratna menebak, cekikikan yang terlontar dari bibirnya mendadak lenyap dan tergantikan dengan nada serius.

"Iya Ratna, mbak mau tanya soal cincin emas yang dipakai Mas Santoso," ucap Fatma dengan wajah tak kalah serius. Ia berjalan mendekati ranjang lalu duduk di salah satu sisinya.

"Cincin emas Mbak? Cincin emas apa? Oh, Mas Santoso baru beli cincin baru ya Mbak?" Ratna terlihat bingung dengan perkataan Fatma, ia bahkan mengira Santoso membeli cincin baru.

"Bukan, bukan itu?!" Fatma menggeleng, ia menggigit bibir. Sepertinya Ratna tidak tahu menahu soal cincin itu, buktinya ia justru bingung dengan apa yang dikatakan Fatma barusan.

"Lalu apa Mbak? Kok aku nggak ngeh ya dengan apa yang dikatakan Mbak Fatma?!"

"Ehm, aku mau tanya, apa betul Mas Santoso dapat warisan cincin emas dari almarhumah ibu, Rat?"

"Warisan cincin? Kata siapa Mbak?" Ratna terlihat heran, nada suaranya sedikit meninggi. "Gak ada warisan tuh?! Memang sih almarhumah ibu ada cincin tapi cincinnya dikasih ke aku Mbak. Mas Santoso sendiri nggak dapat warisan cincin dari ibu."

Fatma terdiam, pengakuan Ratna membuat jantungnya mulai berdebar tidak karuan. Jika yang dikatakan Ratna benar, berarti Mas Santoso-lah yang mulai bermain api.

"Oh gitu ya Rat, ya udah kalo gitu. Maaf ya, Mbak udah gangguin waktu kamu." Fatma segera memutus sambungan telepon tersebut setelah perbincangan mereka menemukan titik terang.

Fatma menarik napas, ia meletakkan ponsel di atas ranjang dengan pikiran macam-macam. Jika yang diucapkan Ratna benar lalu cincin emas siapa yang tersemat di jari manis suaminya? Apa benar Nyonya Wati itu yang membelikan cincin untuk suaminya? Lantas, siapa Nyonya Wati itu?

Pikiran Fatma bergejolak, ia mendadak gelisah bukan main. Sepertinya Fatma harus turun tangan sendiri untuk mengungkapkan fakta tersembunyi tersebut. Tidak mungkin Mas Santoso akan mengaku tentang siapa Nyonya Wati dan fakta mengenai cincin emas.

"Aku harus menemui Mas Santoso siang nanti pas jam istirahat. Sekarang aku harus menyiapkan menu makan siang untuknya, ya, dengan membawa bekal makan siang aku bisa mencari tahu siapa yang saat ini tengah dekat dengan Mas Santoso di pabrik."

Fatma menganggukkan kepala, yakin dengan niatnya saat ini untuk menyelidiki siapa Wati dan juga cincin itu.

Bergegas menuju ke dapur, Fatma berniat untuk memasak makanan untuk menu siang nanti. "Sabar Fatma, Sabar. Kamu pasti bisa menemukan titik terang mengenai cincin itu. Sabar, Tuhan pasti bersamamu, Fatma. Kamu pasti bisa!"

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status