Share

Panik

Indira mundur selangkah saat mendengar pernyataan pria yang sangat dia hindari itu. "Mas Fajar?" Indira sanksi, dia bertanya untuk mengetahui apakah pria itu benar-benar mantan kekasihnya 

"Iya, Sayang!" jawabnya dengan wajah yang memancarkan kebahagiaan.

"Stop Mas Fajar. Aku gak mau kamu dekat-dekat aku. Siapa pun kamu, jangan ganggu aku!! Untuk yang terakhir kalinya, jangan panggil aku dengan kata-kata menjijikan itu!" Indira berjalan mendahului meskipun dia mual dan akan tumbang secepatnya.

Melihat masa lalu yang pernah membuatnya sakit hati tak pernah bisa dia bayangkan. Namun, sekarang kondisinya tak memungkinkan. Indira didera pusing teramat sangat. Pandangan wanita itu berkabut dan gelap. Dia limbung dan jatuh ke lantai. Kesadarannya langsung melemah.

Fajar yang masih memperhatikannya sejak tadi, terkejut dengan apa yang terjadi. Dia langsung berlari mendekat dan meraih tubuh mantan kekasihnya itu. Walaupun sudah tak punya tenaga, tetap saja Indira inginenolak, tetapi Fajar tak menghiraukannya dan lebih memilih untuk menggendong Indira agar mendapat tindakan medis.

***

Indira bangun setelah dua jam berlalu. Dia masih pusing, tetapi tak seperti tadi. Tubuhnya terasa lebih enteng. Saat ingin beranjak dari tidurnya, Indira melihat ke samping kiri, dia mendapati sosok Fajar sedang tidur sambil menggenggam tangannya. Refleks, wanita tersebut, menarik tangannya. Hal itu membuat Fajar terbangun. Mata pria itu memandang Indira dengan lembut.

"Kenapa aku dan kamu bisa satu ruangan kayak gini?" tanya Indira dengan wajah muram. 

Fajar tersenyum tipis. "Kamu pingsan. Aku mau ucapin selamat, Sayang. Kamu sedang mengandung." Fajar mengatakannya juga walaupun ini berat untuknya.

Indira terkejut dan tangannya langsung memegang perut. Dia tak menyangka ini semua bisa terjadi. Hamil di tengah keadaan runyam. Hamil ini malah terasa beban untuknya.

"Enggak. Aku gak mau hamil! Ini gak mungkin!" Indira hendak memukul perutnya, tetapi Fajar segera memegang tangannya dan membawa Indira ke pelukannya.

"Kenapa kamu gak bahagia? Apa yang terjadi Indira." Fajar menghentikan perbuatan Indira yang membahayakan janinya itu.

Kali ini Indira tak melawan apa yang dilakukan oleh Fajar. Dia menggenggam erat tangan pria itu dan tangisannya langsung pecah saat ini juga. Entah apa yang akan terjadi bila dia hamil dalam tekanan seperti ini. Masalah semakin runyam saat dia mengandung. Karena Indira tak pernah sehat saat berbadan dua. Dia akan mual sepanjang waktu dan pusing juga seperti tadi. 

"Kamu perlu bed rest. Jangan banyak gerak dan beraktivitas." Fajar masih mendekap Indira dan mengelus kepada wanita yang pernah mengisi waktunya itu. Dia tak tahan untuk mendekati wanita tersebut.

Inginnya Fajar menemani Indira terus, tetapi dia ada jadwal kunjungan pasien. Fajar melepas dekapannya dan dia menatap dalam mata wanita itu. Mencoba mencari rasa cinta yang tersisa untuknya. Namun, jika Indira memang terus mengatakan kalau dia membencinya, Fajar akan tetap memperjuangkan perasaannya yang tak berubah hingga kini.

Pria berlesung pipi itu tersenyum manis. Kemudian dia mengelus lagi kepala Indira. "Aku ada pekerjaan sebentar. Kamu gak boleh turun dari ranjang sebelum sore nanti, ya. Jangan bandel, kasian kandungan kamu. Sayang. Aku pergi dulu." Fajar hendak mengecup kening wanita itu, tetapi Indira pura-pura menunduk untuk menghindarinya, sehingga hanya mengenai pucuk kepalanya saja.

Sepeninggal Fajar yang akhirnya meninggalkan dirinya sendiri membuat Indira bisa leluasa untuk menelepon Hendra. Dia menengok ke kanan dan menemukan tasnya ada di atas meja kecil. Dengan cepat dia merogoh isi tas dan mengambil benda pipih yang akan memberikan kabar kw Hendra.

Dia menelepon Hendra, tetapi tak dijawab. Indira kembali mencobanya dan telepon itu dijawab. Namun, bukan suaminya yang menjawab telepon itu, tetapi Juli.

"Di mana suami saya?" tanya Indira to the point. 

"Dia sedang kelelahan. Ya, kamu tahu lah. Suamimu itu kuat kalau urusan ranjang," jawab Juli diujung telepon.

"Gak usah ngarang kamu! Panggiling dia cepat!"

"Udah aku bilang, dia sedang tidur kecapekan. Kamu maunya apa sih?"

"Dengar, ya. Kamu, wanita j*lang! Besok, bukan hanya kamu yang bisa menguasai perhatian Mas Hendra sutuhnya. Karena saya akan membuat kamu dilempar dari rumah. Saya hamil anak kedua Mas Hendra, dan kamu gak akan dapat perhatian dia lagi. Camkan itu!" Indira memutus sambungan telepon sebelum mendengar suara gadis itu lagi. 

Dia tak mau berbagi cinta apalagi tinggal di tempat yang sama. Hendra harus memilih dan dia yakin, dirinyalah yang akan menang karena janin ini hadir dari hubungannya yang sah. Indira tersenyum dan dia kembali teringat pesan Fajar untuk istirahat. Segera ponsel itu dikembalikan ke dalam tas. Indira memutuskan untuk tidur karena pusing di kepalanya kembali lagi.

Bersambung.

ayu andiyani

jangan lupa untuk tinggalkan komen dan rate bintang lima cerita ini, yaaa😍

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status