“Aku hanya memberi pilihan,” ujar Nio, masih duduk tenang. “Kalau kau memaksa... Maka media akan sangat tertarik dengan semua dokumen pengirimanmu dari Macau ke Jepang. Mereka akan sangat tertarik dengan kerja samamu dengan Techno Company dan siapa pejabat pelabuhan yang dibayar untuk menutup mata. Kau tahu, wartawan suka skandal internasional.”
Sarah langsung menyela, wajahnya mulai tegang. “Cukup, Ethan. Kau melewati batas. Ini bukan seperti sebelumnya. Kita sedang bicara tentang rantai distribusi internasional. Tentang uang besar. Tentang sistem yang sudah kami bangun selama dua tahun terakhir. Kau bagian dari ini dan tak bisa seenaknya mundur.” Nio berdiri. Suaranya tajam dan tegas, “Aku tidak mundur. Aku hanya menetapkan batas. Jika kalian mempercayaiku sebagai penghubung jalur laut, maka biarkan aku menyiapkannya dengan caraku. Tapi jika kalian sudah tak percaya lagi, maka lebih baik kita akhiri semuanya di sini.” NikoMotor besar milik Nio akhirnya melambat dan berhenti di sebuah jalan kecil yang mengarah ke tepi pantai. Langit masih gelap, hanya diterangi bintang-bintang yang perlahan mulai redup. Suara deburan ombak terdengar lembut, menyambut kedatangan mereka dengan irama yang menenangkan.Ruby turun dari motor, menarik jaketnya lebih rapat karena angin pantai yang menusuk. Matanya menatap sekeliling, dan ia terkejut saat menyadari ke mana mereka sebenarnya pergi.“Pantai?” gumamnya, lalu menatap Nio yang sudah melepas helmnya. “Kenapa kau membawaku ke sini?”Nio tersenyum sambil menyampirkan helm Ruby ke motornya. “Karena matahari terbit di sini... luar biasa indah.”Ruby terdiam beberapa detik, lalu senyumnya merekah. Ada sesuatu dalam suara Nio yang membuat dadanya hangat. Bukan hanya karena tempat ini, tapi karena niat di baliknya.“Mari kita cari tempat duduk,” ajak Nio.Mereka berjalan menyusuri pasir yang dingin, sepatu mereka tengg
Nio menatap Sarah tanpa bereaksi. Suaranya datar saat ia menjawab. "Aku hanya tidak ingin Gerry mengambil sesuatu yang bukan haknya."Sarah menyipitkan mata, suaranya meninggi. "Lalu? Setelah semua ini… apa kau akan menghilang lagi? Menjauh. Meninggalkan gadis itu?"Nio tidak langsung menjawab. Ia mengambil gelas baru dari nampan yang masih tersisa di meja, lalu menuangkan sampanye dengan pelan. Busanya naik perlahan, aroma buah segar menyebar di udara. Dengan tenang, ia menyerahkan gelas itu kepada Sarah."Apa kau mau ikut denganku ke Jepang?"Sarah mengerutkan alis. Matanya penuh curiga. "Apa?""Ayahmu ingin menemuiku. Aku akan mampir," jawab Nio, matanya menatap dalam-dalam ke arah Sarah. "Dan aku ingin kau ikut."Ekspresi Sarah langsung berubah. Dada kirinya tampak naik turun cepat, dan wajahnya yang semula percaya diri kini mulai diliputi keraguan. Ketakutan kecil terpancar jelas dari matanya."Kau... sungguh akan m
Langit malam berwarna kelam dengan bayangan lampu kota yang menari di kaca mobil. Nio menyetir sendiri, tangannya tenang di kemudi, tapi pikirannya berputar liar. Ponselnya bergetar pelan di dashboard. Nama Sarah terpampang jelas di layar. Ia menghela napas sebelum mengangkatnya."Ya?"Suara Sarah terdengar di seberang, manis namun tegang. "Datanglah ke rumahku sekarang. Aku ingin bicara."Nio menatap jalan lurus di depannya, lalu menjawab dingin, "Aku akan segera ke sana." Ia memutuskan panggilan tanpa bertanya lebih lanjut. Tak perlu basa-basi. Ia tahu Sarah sedang menggiringnya ke satu titik. Tapi Nio juga sudah mulai menggiring Sarah ke jurangnya sendiri.Setelah beberapa detik, Nio menekan nomor lain. Markus.Sambungan langsung diangkat."Tuan Ethan." Suara Markus terdengar jelas, namun penuh waspada."Bagaimana dengan kapal? Sudah siap semua?" tanya Nio langsung, suaranya tenang namun serius."Sudah. Semua sesuai jadwal. Kapal akan bergerak dari dermaga Macau ke Jepang dua hari
“Aku hanya memberi pilihan,” ujar Nio, masih duduk tenang. “Kalau kau memaksa... Maka media akan sangat tertarik dengan semua dokumen pengirimanmu dari Macau ke Jepang. Mereka akan sangat tertarik dengan kerja samamu dengan Techno Company dan siapa pejabat pelabuhan yang dibayar untuk menutup mata. Kau tahu, wartawan suka skandal internasional.”Sarah langsung menyela, wajahnya mulai tegang. “Cukup, Ethan. Kau melewati batas. Ini bukan seperti sebelumnya. Kita sedang bicara tentang rantai distribusi internasional. Tentang uang besar. Tentang sistem yang sudah kami bangun selama dua tahun terakhir. Kau bagian dari ini dan tak bisa seenaknya mundur.” Nio berdiri. Suaranya tajam dan tegas, “Aku tidak mundur. Aku hanya menetapkan batas. Jika kalian mempercayaiku sebagai penghubung jalur laut, maka biarkan aku menyiapkannya dengan caraku. Tapi jika kalian sudah tak percaya lagi, maka lebih baik kita akhiri semuanya di sini.” Niko
Ruby tersipu, lalu mengangguk pelan. “Aku hanya berusaha melakukan yang terbaik. Waktu itu, kepercayaan pemegang saham mulai goyah. Aku butuh langkah besar agar perusahaan tetap berdiri.” Nio terdiam sejenak sebelum berkata dengan nada serius namun lembut, “Kau luar biasa, Ruby. Perusahaan tetap berjalan. Bahkan lebih dari itu, kau menjaga nama baik cabang ini, menghadapi dewan, menenangkan pemilik saham, dan tetap membawa kemajuan. Aku meninggalkanmu tanpa kejelasan, dan kau tetap memilih bertahan. Kenapa?” Ruby tersenyum kecil, matanya berkaca-kaca namun hangat. “Karena aku percaya kau akan kembali.” Kata-kata itu membuat dada Nio terasa sesak dalam cara yang lembut. Ada ketulusan dalam suara Ruby yang tidak bisa ia abaikan. Ia berdiri perlahan, melangkah mendekat, dan berhenti tepat di depannya. “Terima kasih,” ucap Nio lirih. “Karena percaya. Karena tak menyerah meski aku tak memberi alasan untuk tetap bertahan.”
Cahaya sore menembus tirai putih di ruang kerja Sarah, memantul pada permukaan kaca meja. Suasana tampak tenang, hampir terlalu hening… hingga suara dari televisi besar di dinding menghancurkan semua ketenangan itu.Sarah berdiri mendadak dari kursinya, napasnya memburu. Tatapannya tertuju pada layar, di mana wajah Gerry yang tertunduk diapit dua polisi begitu jelas.“Bodoh…” gumamnya penuh amarah, tangannya mengepal erat hingga buku jarinya memutih. “Bodoh, Gerry! Harusnya kau lebih hati-hati!”Ia menghempaskan tangan ke meja, membuat beberapa map dan ponsel jatuh ke lantai. Wajahnya merah padam oleh emosi yang meledak-ledak. Ia berjalan mondar-mandir, tubuhnya menegang. Bayang-bayang kegagalan mulai membayang di pelipisnya. Jika Gerry jatuh, maka jalur transaksi ilegal yang mereka sembunyikan selama ini perlahan akan terurai. Dan jika itu terjadi… namanya akan ikut terseret.“Tidak… aku tidak boleh hancur karena kesalahan orang lain.” Matanya menyala, bukan oleh ketakutan, tapi oleh