Share

RHMD 7 Utusan Papa

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2025-06-10 14:00:38

Sepeninggal Ruby, Seorang pria paruh baya mendekat dengan langkah tenang. Wajahnya bersahabat, dan meski ada sedikit keraguan di matanya, dia menyambut dengan sikap profesional.

"Selamat datang, Pak Nio," ucap Andre sambil sedikit membungkuk sopan. "Saya Andre Villas, manajer senior logistik. Senang akhirnya bisa bertemu langsung."

Nio berdiri, membalas jabat tangan pria itu dengan kuat, tetapi tidak berlebihan. "Senang bisa bergabung. Saya harap tidak merepotkan."

Andre menggeleng dengan senyum kecil. "Tentu tidak. Kami sudah diberitahu tentang penempatan Anda. Meja Anda ada di sana," ujarnya sambil menunjuk ke sebuah meja besar di sisi jendela, dekat rak arsip dan monitor status gudang.

Tempat itu tidak mencolok, tetapi strategis. Dari sana, Nio bisa memantau ruangan sekaligus bekerja dengan tenang. Meja itu bersih, hanya ada beberapa dokumen penting dan laptop yang sudah disiapkan.

“Jika Anda butuh apa-apa, saya atau Mia bisa bantu,” lanjut Andre sambil melirik ke arah seorang wanita muda yang tengah membawa tablet.

Wanita itu segera melangkah mendekat. Dia tersenyum sopan dan memperkenalkan diri. “Selamat pagi, Pak Nio. Saya Mia Shan, asisten manajer operasional. Saya yang biasanya memantau alur distribusi dan laporan harian. Senang bisa bekerja dengan Anda.”

Nio mengangguk, matanya tajam, tetapi suaranya tetap tenang. “Terima kasih, Mia. Kita akan bekerja sama mulai sekarang.”

Tidak lama, dua staf lain juga menghampiri. Salah satunya pria muda dengan kemeja abu-abu yang terlihat gugup.

“Saya Haris Riddle, staf inventaris,” ujarnya cepat sambil sedikit membungkuk. “Kalau Bapak butuh laporan data masuk-keluar gudang, saya yang pegang.”

Dan seorang wanita berkacamata menambahkan, “Saya Peggy Chan. Biasanya saya mengatur komunikasi antar-departemen dan rekap data mingguan.”

Nio mendengarkan semua perkenalan itu dengan tenang, mencatat nama-nama dan tugas mereka dalam pikirannya.

 

Andre memandang Nio sejenak, lalu berkata dengan nada menghormati, tetapi tanpa tekanan, “Kami di sini siap membantu, Pak Nio. Kami tahu ini hari pertama Anda, jadi tak perlu terburu-buru. Pelajari dulu alurnya, kenali ritmenya. Anda bisa mulai dari mana saja yang Anda rasa paling nyaman.”

Nio menatap manajer itu dan mengangguk. “Terima kasih, Pak Andre. Saya akan mulai dari laporan minggu lalu. Saya ingin tahu dulu pola alurnya.”

Andre tersenyum, puas dengan jawaban itu. “Itu pilihan bijak. Kalau begitu saya akan minta Mia mengirim datanya ke laptop Anda.”

Mia pun mengangguk cepat. “Akan saya kirim segera, Pak.”

Setelah itu, para pegawai kembali ke meja masing-masing. Nio duduk di kursinya. Dia menggerakkan mouse, membuka file yang masuk, dan mulai membaca dengan fokus penuh.

Tidak ada senyum sambutan yang hangat, tidak ada kue perayaan seperti biasanya untuk kepala baru. Akan tetapi, tidak ada tekanan juga. Hanya sikap hormat dan profesional, yang justru membuat Nio merasa lebih nyaman.

***

Siang hari menjelang sore, sinar matahari mengintip samar dari balik tirai tipis jendela kaca besar di belakang meja kerja Ruby. Di balik tumpukan berkas dan layar laptopnya, Ruby duduk bersandar dengan tangan menopang dagu. 

Pintu ruangannya diketuk pelan.

“Masuk,” ucap Ruby tanpa menoleh.

Seorang pria berjas hitam dengan wajah tenang dan sedikit uban di pelipisnya melangkah masuk. Wajahnya tidak asing.  Dia  Ronny, asisten pribadi Ayah Ruby selama lebih dari dua dekade. Setia, kalem, dan selalu menjadi penyampai pesan yang tidak pernah bisa diabaikan.

"Maaf mengganggu, Nona Ruby," sapanya sopan, lalu mendekat. “Tuan Ashaki menitipkan pesan untuk Anda.”

Ruby menarik napas panjang, lalu mengalihkan pandangan ke pria itu. “Apa kali ini? Proyek ekspansi? Audit mendadak?”

Ronny tersenyum tipis. “Tidak, Nona. Beliau mengundang Anda makan malam ini di rumah. Bersama suami anda, Tuan Nio.”

Ruby mengerutkan alisnya. “Makan malam?” gumamnya pelan, lalu menggeleng. “Aku sedang tidak dalam mood untuk drama keluarga.”

Ronny tidak terkejut dengan respon itu. Dia tahu benar watak ayah dan anak ini, keras kepala yang sama. “Saya mengerti. Tapi Tuan Ashaki ingin memastikan ... Anda dan Tuan Nio benar-benar menjalani pernikahan ini dengan serius.”

Ruby memutar matanya, menahan dengkusan frustasi. “Dia selalu menuntut. Aku sudah menikah! Apa dia masih belum puas?”

Ronny menundukkan kepala sedikit. “Tuan Ashaki belum benar-benar memberi restu, Nona. Dan Anda tahu ... beliau masih mempertimbangkan kemungkinan lain.”

Ruby menajamkan tatapannya, mencoba menerka maksud ucapan Ronny. “Maksudmu dia masih ingin aku cerai dan menikah dengan pria pilihannya?”

Ronny tidak menjawab langsung, hanya diam sejenak dan diam itu sendiri adalah jawaban.

Ruby menghela napas panjang, lalu menengadah, memejamkan mata. Dia tahu ayahnya bukan tipe yang mudah percaya, apalagi menerima sesuatu yang melenceng dari rencananya. Baginya, pernikahan Ruby dan Nio adalah bentuk pembangkangan, bukan keputusan cinta apalagi kalau cinta belum pernah disebut dalam rumah tangga itu.

“Baiklah,” gumam Ruby akhirnya. “Katakan aku akan datang.”

Ronny tersenyum kecil, menunduk hormat. “Saya akan sampaikan pada beliau. Terima kasih atas pengertiannya, Nona.”

Ruby tidak menanggapi. Begitu Ronny keluar dan menutup pintu, Ruby mendesah keras. Dia menyandarkan kepala ke kursi, menutup matanya sebentar, lalu memijit pelipisnya yang terasa berat.

Perlahan dia berbisik pada dirinya sendiri, “Bisakah aku benar-benar melanjutkan pernikahan ini?”

Hening menyelimuti ruangan mewah itu.

Ruby menoleh ke arah tablet di samping laptopnya, yang memuat daftar struktur karyawan baru. Nama Nio Alenka terpampang sebagai Kepala Bagian Operasional Logistik. Dia memandang nama itu lama, bibirnya mengerucut kecil.

“Apa kau akan sanggup, Nio?” bisiknya lirih. “Apa kau bisa bekerja dengan baik di dunia yang penuh politik dan tekanan ini?”

Dia sendiri tidak tahu jawabannya.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (21)
goodnovel comment avatar
babykiss
kayaknya g bkal sulit untuk nio, secara nsluri dia bukan orang sembarsngsn kan dulu
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
yakin deh pastiii bisaa
goodnovel comment avatar
Indri Irmayanti
kalian harus bekerja sama untuk meyakinkan ayah Ruby bahwa kalian adalah sepasang suami-istri yang memang sudah sepantasnya bersatu dalam ikatan pernikahan.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 196

    Kalimat itu membuat Ruby tertawa kecil, meski air matanya tetap jatuh. “Kamu tau tidak, aku benci banget rasanya kangen sama kamu?” candanya, mencoba menutupi haru yang melanda.Nio ikut tertawa, lalu menyentuh pipinya untuk menghapus air mata itu. “Kalau begitu, biar aku pastiin kamu tidak perlu kangen lagi.”Mereka saling berpandangan sejenak, lalu sama-sama tertawa. Ruby memiringkan kepalanya, mencium ujung hidung Nio, membuat lelaki itu spontan tertawa lagi. “Kamu ini kenapa jadi manja banget?” goda Nio.Ruby hanya mengangkat bahu pura-pura polos. “Salah sendiri datang setelah bikin aku nunggu lama. Jadi, siap-siap aja, aku tidak bakal berhenti nyentuh kamu.”“Silakan,” jawab Nio dengan nada santai, tapi matanya memancarkan rasa yang dalam.Ruby menelusuri wajahnya lagi, dahi, pelipis, rahang, lalu ke bibirnya. Kali ini Nio yang bergerak, menangkap jemari Ruby dan menciumnya satu per satu. Gerakan itu membuat Ruby tersipu.“T

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 195

    Selesai sarapan, Nio mengusap tangannya dengan serbet lalu berkata, “Biar aku yang cuci piring.”Ruby hanya tersenyum mengangguk, walau sebenarnya ia ingin ikut membantu. Tapi entah mengapa, ia ingin melihat pemandangan sederhana itu. Nio berdiri di dapurnya, mengerjakan pekerjaan rumah, seolah semua waktu yang hilang tak pernah ada.Air mengalir pelan di wastafel, suara gesekan piring terdengar lembut. Ruby duduk di kursi, tapi matanya tak lepas dari punggung Nio. Ada sesuatu yang menenangkan sekaligus membuatnya enggan berkedip. Punggung bidang itu, gerakan tenangnya, bahkan cara bahunya bergerak semua terasa begitu nyata, terlalu berharga untuk dilewatkan.Nio, yang menyadari tatapan itu, terkekeh tanpa menoleh. “Kalau kamu menatap seperti itu terus, punggungku bisa bolong, tau?” suaranya ringan tapi penuh kehangatan.Ruby tersipu, tapi tidak menjauh. Perlahan, ia berdiri, melangkah mendekat, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nio dari belakang. Pipinya menempel di pungg

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 194

    Untuk sesaat, mereka hanya saling menatap. Mata Ruby seakan mencari jaminan bahwa ini bukan bayangan yang akan menghilang, sementara Nio membiarkan dirinya tenggelam dalam tatapan wanita yang selalu menjadi rumah baginya.Tanpa sadar, Ruby kembali memeluknya, kali ini lebih tenang tapi tetap erat. “Aku janji… tidak akan ngelepasin kamu lagi,” ucapnya di sela-sela isak kecil.Nio mengusap rambut Ruby lembut, merasa dadanya hangat sekaligus berat karena menyadari betapa dalamnya luka yang ia tinggalkan. “Dan aku janji… aku tidak akan ninggalin kamu lagi, Ruby.”Ruby tersenyum di pelukan itu, meski air matanya masih mengalir. Rasanya semua penantian, kesepian, dan rasa sakit itu terbayar lunas hanya dengan satu pagi ini.Ia memejamkan mata, mendengar detak jantung Nio yang menenangkan, lalu menarik napas panjang, mencoba menyerap kenyataan ini sepenuhnya. Di luar, cahaya pagi semakin terang, burung-burung berkicau seakan ikut merayakan kepulangan ses

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 193

    Saat Ruby berdiri di ambang pintu kamar, menatap hasil kerjanya, ia menghela napas lega. Semua tampak jauh lebih baik. Rumah ini, yang beberapa hari lalu terasa dingin dan sepi, kini perlahan berubah menjadi tempat yang penuh harapan.Di ruang tamu, ia duduk sebentar di sofa, memandang keluar jendela. Matanya menatap jalan di depan rumah, membayangkan suara motor Nio yang khas, membayangkan sosoknya turun dengan jas hitam dan tatapan tenang.Ruby tahu, ia mungkin harus menunggu lama. Tapi menunggu dengan rumah yang bersih dan hati yang gembira terasa jauh lebih mudah daripada menunggu dalam kesedihan.“Kalau kau pulang, Nio… semua ini sudah siap untukmu,” bisiknya pelan, sambil tersenyum.Lalu, ia berdiri lagi, mengambil kain lap untuk mengelap meja terakhir yang belum tersentuh. Hari ini, Ruby memilih untuk percaya. Dan kepercayaan itu membuat segalanya terasa lebih hidup.***Sore mulai merayap masuk, langit di luar berubah jin

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 192

    Sementara itu, di rumahnya yang sunyi, Ruby duduk di sofa dengan ponsel di tangan. Jari-jarinya sudah lelah menekan tombol panggil, mencoba menghubungi Nio untuk entah keberapa kalinya. Setiap kali, hanya nada sambung panjang yang terdengar, diikuti pesan suara yang seolah mengejeknya.Thomas pun sama saja. Sudah seminggu berlalu sejak terakhir kali mereka berbicara di kantor, dan hingga kini tidak ada kabar lanjutan tentang hasil pencarian Nio. Tidak ada lokasi baru, tidak ada petunjuk, bahkan tidak ada tanda-tanda bahwa Nio masih berada di negara yang sama. Ruby mulai merasa kesal bukan hanya pada Thomas, tapi juga pada dirinya sendiri yang tak bisa berbuat lebih.Ia bersandar di sofa, mengusap wajahnya kasar. Matanya terasa panas karena kurang tidur, sementara pikirannya terus dihantui satu pertanyaan.“Ke mana sebenarnya Nio pergi?”Tiba-tiba, suara TV yang tadinya hanya menjadi latar belakang kesunyiannya berubah menjadi sumber perhatian. Sebuah breaking news muncul di layar, tay

  • Rahasia Hati Mafia Dingin   RHMD 191

    Nio tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap keluar jendela, melihat lampu-lampu pelabuhan di kejauhan. “Untuk orang-orang yang tidak seharusnya menjadi korban dari permainan ini.”Keheningan sejenak memenuhi ruangan, hanya terdengar bunyi detak jam di dinding.Komisaris akhirnya berdiri, berjalan ke arah lemari arsip, dan mengambil sebuah map hitam tebal. Ia menaruhnya di meja di depan Nio. “Ini salinan semua dokumen yang kau berikan, ditambah hasil penyelidikan kami. Simpan ini. Kau mungkin membutuhkannya nanti.”Nio menatap map itu, lalu kembali menatap Komisaris. “Kau benar-benar yakin memberikannya padaku?”“Kalau aku tidak yakin, kau tidak akan duduk di sini sekarang,” jawab Komisaris mantap.Senyum tipis kembali terukir di wajah Nio. Ia meraih map itu, lalu kembali mengangkat cangkir teh untuk tegukan terakhir. “Kalau begitu, semoga kita berdua sama-sama selamat sampai akhir.”Komisaris menatap Nio cukup lama setelah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status