Ketika gadis customer service itu menerima Kartu Tabungan Ekonomi dari tangan Xander, ia memegangnya dengan telunjuk dan jempol, seolah-olah sedang menjinjing sampah yang menjijikkan.
Bahkan, jika Lidia, sang customer service, tidak terikat oleh SOP – Standar Operasional Prosedur Bank Central Halilintar, ia mungkin sudah membuang Kartu Tabungan Ekonomi Xander yang tampak lusuh dan terlipat-lipat itu.
"Sepertinya pemuda miskin ini selalu mengantongi buku tabungan ini ke mana pun ia pergi. Ia menganggap ini adalah harta karun yang tak boleh ditinggalkan. Aku jadi penasaran, seberapa banyak saldo di rekening ini, sampai-sampai ia membawanya ke mana-mana dan terlihat lusuh!" Lidia berpikir dengan jijik melihat buku yang acak-acakan itu.
Namun, mau tidak mau Lidia harus melakukan tugasnya, mencetak saldo di buku tabungan itu.
Ketika Lidia membuka lembar kedua, sekilas ia melirik dengan rasa ingin tahu yang mendalam pada isi rekening Xander. Namun, ia hampir pingsan, tak tega melihat bahwa saldo yang tercetak hanya Rp. 350.000.
"Cih... hanya sebesar Rp. 350.000 yang tersisa? Di zaman sekarang? Mau dipakai membeli apa? Bahkan untuk bedakku saja tak akan cukup!" Lidia melirik sinis pada Xander, sementara pemuda itu dengan gelisah memalingkan muka, takut kalau-kalau Lidia akan mencacinya lebih lagi jika menatap wajah gadis customer service itu.
Di sisi lain, Xander berdoa dalam hati saat melihat jari-jari Lidia, yang diwarnai kuteks merah menyala itu, saat memasukkan buku tabungannya ke dalam printer. Sesudah menyentuh buku tabungan Xander, Lidia meniup-niup kukunya dengan warna merah yang mencolok, warna yang sering diasosiasikan dengan pramuria.
Tampak jelas Lidia ogah-ogahan melakukan tugasnya, melayani Xander hanya karena pemuda ini terlihat tidak gaul, dan semua bahan yang ia kenakan dari kelas bawah, jika tidak ingin disebut KW atau palsu.
Di sisi Xander, pemuda ini berdoa dalam hati. "Semoga apa yang dikatakan itu benar adanya, bahwa ada saldo sebanyak satu quadriliun di rekening terkutuk ini. Semoga itu kenyataan," Xander berdoa dalam hati. Mengapa dahulu dia selalu memandang rendah buku tabungan itu, dan menyimpannya sembarangan. Akibatnya lusuh dan mendatangkan celaan pada hari ini.
Namun, semua penderitaan Xander tidak berhenti sampai di sana.
SRTT
Wajah Lidia berubah saat suara kresek terdengar keluar dari mesin printer.
"Apa yang terjadi? Mengapa mesin printer ini hang? Ataukah, saldo rekening ini sudah nihil?"
Lidia tak segan-segan berteriak keras-keras. Ia memang sengaja mempermalukan Xander yang terlihat malu-malu. Entah mengapa, melihat Xander yang lusuh dengan busana dari kain murah dan sepatu imitasi, ditambah Kartu Tabungan Xander yang lusuh itu tidak mau di-print oleh mesin, kebencian Lidia semakin mendalam. Padahal ia tidak kenal Xander. Mereka baru saja bertemu hari ini.
Dengan wajah tawar, Lidia berdiri dari kursinya dengan malas-malasan. Suaranya terdengar tidak bersahabat ketika menyebut nama Xander.
"Xander Sanjaya!"
Lidia berteriak keras, namun ia membuang muka ketika Xander mencoba menatapnya dengan tatapan ragu-ragu.
"Iya. Itu aku. Apakah ada masalah?" suara Xander terdengar gugup, takut impiannya semalam benar-benar hanya mimpi belaka. Uang sebanyak satu quadriliun itu hanyalah ilusinya semata.
"Rekening Anda sepertinya terkena blokir. Apakah kamu baru-baru ini melakukan tindakan ilegal atau kejahatan online seperti judi online? Tampaknya sistem memblokir rekening ini dan memberi peringatan bahwa ini rekening yang private!"
Wajah Lidia terlihat ketus, nadanya tinggi sehingga memancing keributan di sekitar.
"Sayang sekali. Masih muda, tapi mau kaya mendadak dengan terlibat judi online," kata seorang bapak-bapak yang tercengang menatap Xander. Sementara Xander buru-buru mengulurkan tangan, ingin mengambil buku tabungannya.
"Anak muda zaman sekarang sepertinya memang pemalas. Xander ini adalah contoh nyata. Ia ingin menjadi kaya, namun melakukan kecurangan," seorang perempuan tua berbisik pada gadis yang duduk di sampingnya. Mereka ikut menatap Xander dengan sorot mata penuh penghakiman, seolah-olah lebih kejam daripada tatapan malaikat maut.
Sebenarnya, tindakan Lidia ini sudah keterlaluan.
Bukannya mencari solusi untuk mencetak buku tabungan seorang nasabah, ia malah menyebar rumor tak jelas mengenai Xander, seolah-olah dia terlibat dalam kejahatan judi online karena bukunya tidak bisa dicetak.
Setelah berhasil menahan malu dan membawa pergi buku tabungannya, Xander keluar dari Banking Hall Bank Central Halilintar dan berdiri di ruang ATM yang berjejeran di sana. Ada lebih dari lima mesin ATM, termasuk mesin setoran dan mesin penarikan tunai.
Xander berdiri di dalam ruangan mesin ATM selama lebih dari sepuluh menit. Udara dingin di ruangan khusus ini setidaknya membantunya bernapas lega dan membuat kepalanya sedikit lebih ringan. Biaya untuk mengganti sepeda motor milik Dimas dari Gorilla’s Kafe harus segera diganti.
Dia baru saja menghabiskan uang sebanyak satu juta lima ratus ribu untuk membeli sepatu high heels merek Pedro, hanya untuk menyenangkan hati istrinya, Lucy Setiawan. Namun kenyataannya, dia justru diselingkuhi. Xander sungguh tidak percaya bahwa Lucy, yang demikian alim dan bahkan tak mau disentuh sejak pernikahan mereka, ternyata dengan tidak tahu malu menginap di rumah laki-laki lain. Yang lebih parah, Xander harus membawa kondom yang akan digunakan Lucy untuk berselingkuh dengan Kevin Ng.
Xander menikah dengan Lucy hanya karena tuntutan keluarga.
Dahulu, kakek Xander adalah seorang yang cukup terpandang. Kakeknya berteman dengan kakek Lucy, lalu menjodohkan Xander dengan Lucy ketika mereka berdua masih di dalam kandungan.
Xander sudah tahu kalau Lucy tidak mencintainya sejak malam pertama.
Lucy memilih untuk tidur di kamar lain dan tidak pernah mau melayani Xander karena menganggapnya bodoh dan berasal dari keluarga miskin. Memang, ketika dinikahkan dengan Lucy, keadaan Xander sudah dalam keadaan miskin. Kakeknya bangkrut, ayahnya meninggal, dan hanya dia yang tersisa setelah sang ibu menyusul kepergian orang-orang yang ia kasihi.
Xander termenung, bukan lagi memikirkan tindakan Lucy yang telah berkhianat darinya.
“Aku tidak akan bersedih untuk seorang yang tidak mencintaiku, tidak menganggapku eksis, dan terlebih lagi sudah berselingkuh di depan mata! Aku hanya bersedih memikirkan dari mana uang akan aku dapatkan untuk mengganti sepeda motor Dimas,” batinnya penuh kegalauan.
Ketika Xander makin larut dalam kegalauan, tiba-tiba sebuah suara menyapanya. Suara itu lembut, terdengar bernada keibuan.
“Permisi, dek. Aku lihat kamu sejak tadi termenung saja di dalam ruang ATM ini, namun tidak melakukan transaksi apa pun dengan mesin. Apakah kamu seorang pelanggan di bank ini? Dapatkah aku membantumu untuk memecahkan kesulitanmu?”
Perempuan itu berusia empat puluh tahun lebih. Tubuhnya tinggi, ia mengenakan kacamata, namun make-up yang menghiasi wajahnya tidak menor seperti yang dikenakan Lidia.
Ragu-ragu, Xander menunjukkan Buku Tabungan Ekonomi yang lusuh itu.
“Aku- aku...”
Xander ragu-ragu menjelaskan. Namun ketika wajah keibuan perempuan itu tersenyum, tanpa ragu-ragu ia bersuara.
“Sebenarnya aku ingin mencetak saldo tabunganku ini. Namun, entah mengapa, petugas mengatakan rekening ini diblokir, dan tidak bisa lagi melakukan transaksi apa pun.”
Suara Xander terdengar lemas, namun wajah perempuan itu berubah.
“Coba aku lihat buku tabungan itu!”
Tanpa menunggu jawaban Xander, dengan tergesa-gesa perempuan berwibawa itu mengambil buku tabungan Xander. Ia membukanya, dan matanya terbelalak. Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut, mulutnya berteriak keras.
“Xander? Anda adalah Xander Sanjaya? Ayo ikut aku!” Wajah permpuan itu berubah pucat. Ia menarik tangan Xander, dan mereka tergesa-gesa memasuki lobi Bank Central Halilintar.
Bersambung
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men