Share

Bab 02

"Setelah sebelumnya kita udah ngecek gedung dan ngukur gaun, kali ini saya mau nunjukkin beberapa dekor yang sekiranya sesuai dengan konsep yang Mbak mau."

Sebuah katalog berisi desain-desain dekor lekas Adel keluarkan di hadapan kliennya. Gita memajukan sedikit badannya demi meneliti desain dekor yang sedang Adel perlihatkan.

"Kalau Mbak Gita masih bingung mau pilih yang mana, bisa diskusi dulu sama Mas Reynald," lanjut Adel sang asisten WO memberikan saran.

Gita otomatis menoleh ke Adel. Sudah sejak tadi gadis muda itu melamun. Ah lebih tepatnya ketika dalam perjalanan tadi. Memang saat ini Gita sedang berada di gedung 'Akad' tempat Wedding Organizernya berdiri.

Terlalu sering mereschedule meeting membuat Gita langsung tancap gas, melupakan air matanya yang telah menetes akibat ucapan menyakitkan Reynald tadi.

Pun ketika Adel menyebut nama Reynald, ingatannya kembali memutar pertemuan singkat yang menjelaskan segala sikap dingin calon suaminya itu selama ini.

Munafik kalau dia tidak merasa sakit hati, tetapi semua itu tidak lebih penting dari tanggapan calon mertuanya jika mengetahui semua ini.

Sampai di depan gedung Akad pun, Gita masih melamunkan reaksi calon ibu mertuanya bila dia sungguh menyetujui permintaan Reynald tadi.

Adel yang menyadari ada perubahan ekspresi di wajah Gita langsung mengunci rapat mulutnya. Kedua manik matanya mulai memperhatikan raut getir yang perempuan dua puluh empat tahun ini tampilkan. Sepertinya dia salah bicara tadi.

Sebelumnya Adel sudah sadar ada yang tidak beres dengan pasangan ini, tapi sebisa mungkin dia berpura-pura tidak tahu. Toh, itu bukan urusannya juga. Terlebih saat pertemuan kedua dan seterusnya kehadiran Reynald sama sekali tidak bisa dihitung oleh jari.

Ketika ditanya mengenai Reynald, Gita selalu menjawab calon suaminya sedang ada pekerjaan di luar yang tidak bisa ditinggal.

****

Waktu terus bergulir hingga faktanya sampai detik ini tidak ada yang tahu akan permintaan Reynald terhadap Gita tempo hari. Buktinya detik ini wanita setengah baya berpenampilan anggun tersebut terlihat antusias mempersiapkan kebaya untuk malam midodareni sang menantu.

"Yang maroon ini juga cantik, Ran. Nanti tinggal kita tambahin brokat aja di area dadanya atau kamu mau yang biru wardah ini? Warnanya kalem cocok buat Gita," usul Diana, temannya yang sekaligus menjadi desainer gaun pesta pada pernikahan putranya nanti.

Rania memajukan tubuhnya. Jemarinya menyentuh kebaya yang terlihat cantik dengan model yang menutupi dada.

"Aku pilih ini aja, Di. Warnanya kalem. Gak terlalu strong." Tidak butuh waktu lama bagi Rania menjatuhkan pilihannya terhadap kebaya modern tersebut.

"Pilihan yang tepat. Gak usah terlalu ngejreng, orang yang makai aja style-nya kalem gitu."

"Yaudah, berarti tiga hari lagi kebayanya udah selesai kan?" Setelah memilih, Rania pun memastikan apakah baju menantunya ini bisa langsung dijahit dan selesai dalam waktu tiga hari.

"Aman, Ran. Penjahitku khusus ngerjain punya kamu aja. Jahitan yang lain aku alihkan ke Mona dulu," balas Diana mengacungkan jempolnya. "Seingatku, sidang nikah Rey sama Gita lusa kan Ran?"

Diingatkan soal tersebut, Rania menepuk jidatnya pelan. Bisa-bisanya dia lupa sidang nikah sang putra akan berlangsung dua hari lagi. Untung temannya ini membahas hal penting tersebut kalau tidak dia lupa menanyakan sudah sampai mana persiapan berkas yang nanti diajukan.

"Ya, Tuhan, Di. Aku sampai lupa soal itu. Untung kamu ingatkan kalau gak sampai besok aku lupa nanya udah sampai mana persiapan berkasnya." Rania malah menjawab demikian padahal Diana kira temannya tersebut tidak akan melupakan hal-hal penting seperti itu.

"Terlalu excited nyiapin pesta sampai lupa detail sepenting itu," omel Diana balik sembari tertawa kecil. "Nah, itu Rey-nya. Tanyain gih. Nanti kamu lupa lagi."

Kedua ibu-ibu cantik yang sedang berbincang di halaman belakang rumah itu langsung menoleh melihat kedatangan pria gagah nan tampan kesayangan mereka.

"Rey," panggil Rani setelah anaknya datang lalu menyalami teman sang mama.

"Iya, Ma."

"Gimana sama persiapan berkas sidang nikah kamu? Apa masih ada yang perlu dilengkapi?" Mendengar pertanyaan mamanya, air muka Reynald langsung berubah drastis. Bibirnya menipis dengan tatapan yang berlarian entah kemana.

"Rey, Mama nanya sama kamu," tukas Rania membuyarkan keterdiaman anaknya.

Tak ingin Ibunya menyadari sesuatu, secepat kilat Reynald bersuara. "Mama gak perlu khawatir, berkasnya udah aku siapkan semuanya."

"Syukurlah, kalau gitu. Mama tenang dengarnya. Ingat ya Rey dua hari lagi kamu sidang. Kalau lusa kamu gak terlalu sibuk, tolong jemput Gita ya."

"Iya, Maa. Kalau gitu aku pamit dulu ya, Ma, Tante masih ada kerjaan di kantor." Reynald langsung pamit tanpa mau membahas pernikahannya.

****

Lusa itu juga Rania datang ke kosan calon menantunya. Berpenampilan seperti ibu-ibu sosialita membuat wanita lima puluh lima tahun ini menjadi sorotan. Siapa lagi kalau bukan penghuni atau teman sebelah kamar menantunya.

Gita yang mendapat pesan mertuanya sudah di berada di sini langsung membukakan pintu. Gadis itu terlihat manis dalam balutan kemeja putih dengan bawahan rok hitam. Outfit yang wajib dikenakan saat menghadiri sidang nikah polri.

Berstatus sebagai anggota polri mau tak mau menyebabkan Gita mengikuti rangkaian persyaratannya.

"Udah siap, Nak?" Gita mengangguk ditanyai demikian. "Yaudah, kita langsung berangkat aja ya. Takutnya terlamat." Namun, saat Rania mengatakan hal tersebut, Gita terdiam seolah sedang mencari seseorang.

Tetapi setelah itu dia sadar sampai kapan pun Reynald tidak akan pernah menerima pernikahan konyol ini. Apalagi sekedar menjemputnya untuk sidang nikah kali ini.

"Kamu nyari Reynald ya, Git?" tanya Rani menangkap keterdiaman calon menantunya. "Gak usah khawatir. Nanti Reynald bakal nyusul kok. Dia lagi ada sedikit kerjaan di kantor," jelas Rania menghalau segala overthinking gadis di hadapannya.

Namun, apa kalian tahu sampai sidang akan dimulai tidak ada tanda-tanda kemunculan Reynald. Gita seketika panik.

Apakah Reynal betul-betul akan mundur dari pernikahan ini? Mengingat ucapan sang calon suami yang begitu ngotot tempo hari.

Memikirkan itu mengakibatkan Gita tidak tenang. Terlebih saat kesendiriannya diperhatikan oleh pasangan lain yang saat ini juga akan mengikuti prosedur sidang B4R.

***

"Makasih, Bu. Kebayanya juga cantik," balas Gita lembut di hadapan sang mertua. Mengetahui calon istri anaknya itu menyukai kebaya yang dia pilihkan makin menambah rasa senang dan puas di hati Rania.

Bukan karena kebaya itu memiliki motif yang bagus melainkan kain yang dijahitkan susah sekali untuk didapatkan. Rania sampai harus memesan dari jauh-jauh hari untuk sidang nikah putranya dengan si calon istri.

"Untuk berkas-berkasnya udah gak ada yang ketinggalan lagi kan? Jangan sampai kita harus pulang ke rumah buat ngambilnya."

Kini giliran Reynald yang ditanya. Pria yang sekarang memakai seragam dinasnya itu sedari tadi duduk dan memperhatikan kedua wanita berbeda generasi saling berbincang.

Jauh di dalam lubuk hatinya dia masih sulit menerima keputusan Rania. Wanita yang telah melahirkannya itu entah mengapa selalu terlihat sangat bahagia ketika berhadapan dengan Mahagita Arunika, perempuan dua puluh dua tahun yang bekerja di rumah sakit keluarganya.

Meski begitu enggan dia tetap menjawab pertanyaan Rania dengan anggukan. Suara terasa mahal hanya untuk digunakan untuk hal-hal tidak berguna seperti ini.

"Pak Adi mobil udah siap kan?"

"Udah, Bu. Kalau mau berangkat sekarang, ayo." Rania tersenyum dengan kecekatan supir pribadi keluarganya itu. Tanpa menunggu lebih lama dia menyetujui kata-kata Adi yang juga tampak semangat mengantar majikan dan anak-menantu majikannya.

Hanya Reynald yang terlihat muak dengan semua ini. Terlebih ketika menatap wanita pilihan ibunya itu. Sepertinya rasa takut mengecewakan ibunya Rani lebih menjadi prioritas wanita tersebut daripada kebahagiaannya sendiri.

Dan selama perjalanan pun Reynald sama sekali tak membuka mulutnya. Dia diam seribu bahasa agar Gita tahu dia sangat tidak menyukai ini.

"Gak usah tegang ya, Nak. Gak bakal ditanya yang aneh-aneh kok."

Rania mengusap bahu Gita saat mereka sudah berada di dalam ruangan. Dia tahu calon menantunya gugup sekali menghadiri sidang nikah yang memang diperuntukkan bagi anggota polri yang hendak mempersunting wanita pilihannya.

Para peserta sidang yang hadir pun saling bercengkerama dengan pasangannya masing-masing. Berbeda dengan perilaku dingin Reynal yang begitu terang-terangan pada Gita. Bahkan, menatap wajah calon istrinya pun dia tidak mau.

Gita pun merasakan atmosfer tidak bersahabat yang tengah Reynald tunjukkan. Dia mengulum bibirnya, lagi mengutuk diri sendiri yang bisa-bisanya terjebak dalam posisi serba salah ini.

Dan selama sidang pun jawaban Reynald terkesan acuh tak acuh. Semua itu bisa Rania rasakan ketika mendengar anaknya menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh atasannya. Namun, perasaan konyol ini segera dia tepis jauh-jauh. Jangan sampai pikiran berburuk sangka tersebut merusak kebahagiaan kecilnya.

Namun, semua seolah diperjelas saat Rania hendak menghampiri calonnya menantu yang sudah keluar ruangan lebih dulu. Dimana sang calon menantu tertunduk lesu setelah berbicara dengan putra sematawayangnya tersebut.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status