Share

Bab 07

Reynald begitu tenang mengunci mulutnya tatkala melihat bayangan sang ibu. Keterdiaman Gita semula jelas membuat dia bingung sekaligus heran sebab dari gestur perempuan itu yang hendak mendebat tiba-tiba terdiam. Beruntung dia tidak melanjutkan kalimatnya tadi. Tapi, jika itu terjadi bukankah lebih baik?

Biarlah ibunya kecewa di awal yang penting pernikahan ini bisa segera berakhir. Reynald betul-betul tidak menaruh perasaan apa pun terhadap wanita yang sekarang menjadi istrinya. Pun rasa tidak sukanya bertambah saat menyadari ada yang gadis ini inginkan dari keluarganya.

Sementara Rania justru menatap anak serta menantunya bergantian. Apa yang terjadi dengan dua anak manusia ini? Kenapa mereka saling menatap seperti itu. Namun, bukan itu yang jadi masalahnya sekarang.

"Rey kamu nampak kunci Sedan Mama?" Pertanyaan Rania menyebabkan Rey menaikan alisnya. "Mobil yang biasa Mama pakai ternyata masih di bengkel. Adi bilang baru bisa diambil besok."

Bukannya Reynald yang merasa lega mendengar itu melainkan Gita. Perempuan dua puluh empat tahun tersebut merasa ini hari keberuntungannya. Sumpah demi Tuhan Gita tidak mau hubungan Reynald dengan Ibunya merenggang setelah fakta menyakitkan tersebut terungkap di permukaan.

"Kalian berdua kenapa diam? Mama butuh kunci mobilnya, kamu ada ngelihat gak? Takutnya Tante Tamara udah nungguin di sana. Mama ngerasa gak enak kalau telat padahal Mama yang butuh sama dia."

Kalimat tersebut tentu tertuju untuk putra sematawayangnya sebab Reynald-lah yang memegang kunci mobil tersebut jika mobil pribadinya sedang masuk bengkel.

"Biar Reynald ambil dulu di kamar, Ma."

Tanpa banyak bicara, polisi tampan tersebut bergegas menaiki tangga menuju ke kamarnya. Dia meninggalkan Gita yang seharusnya masih bisa dia tekan untuk mundur dari pernikahan ini. Reynald sungguh tidak peduli akan statusnya nanti. Apalagi pendapat ibunya. Dia hanya ingin lepas dari ikatan sakral bersama Gita.

***

"Waktunya beres-beres." Menyingsingkan lengan baju lalu menggeret kopernya mendekati ranjang adalah hal pertama setelah kepindahannya ke rumah mewah ini.

Tentu dia tidak mau merepotkan Ria. Pasti asisten rumah tangga mertuanya itu super sibuk membereskan segala hal usai pesta pernikahan majikannya digelar. Meski acara tidak dilaksanakan di rumah semua pekerja di sini tapi tetap saja pekerjaan yang tertunda akibat acara sakral tersebut harus tertunda.

Terbiasa hidup sendiri semenjak lulus sekolah menengah atas mengakibatkan Gita tidak manja. Dia merasa belum membutuhkan bantuan orang lain selagi dirinya masih bisa mengerjakannya sendiri.

Tentu dengan telepon yang masih tersambung di seberang sana. Siapa lagi kalau bukan sahabat reseknyalah yang menghubungi. Tidak dapat hadir kemarin membuat Kamilla sudah heboh sepagi ini. Mulutnya tidak berhenti nyerocos sejak setengah jam lalu.

"Udah jadi istri orang harus lebih rajin lagi, Mbak. Bukan harus lagi deng, tapi kudu wajib lebih rajin hahaha ...."

Tawa renya Kamilla menggelegar kemana-mana tatkala menggoda sahabatnya yang baru saja mengganti statusnya itu. Untungnya kamar ini dilapisi peredam suara sehingga mau sekuat apa pun berbicara suara dari dalam tidak akan terdengar ke luar. Berbeda sekali dengan kosannya dulu.

"Seneng banget kamu godain aku, Mil. Kerjaan kamu udah beres semua di rumah sakit?" Gita menodong sahabatnya dengan pertanyaan demi menghentikan tawa renyah yang terdengar seberang sana.

Perlahan tawa Kamilla mereda, dia kemudian menjawab dengan percaya dirinya. "Udah dong. Lagipula, di sini udah jam 7 malam. Di Indonesia masih pagi ya?"

"Iyaa," jawab Gita sambil melipat pakaiannya satu demi satu.

"Aaaa Cieee .... Pasti baru selesai sarapan sama suami dan ibu mertua tercinta ya." Tak hentinya gadis bernama Kamilla itu menggoda Gita yang sudah merona merah.

Meski sikap kekanakan Rey tadi sangat menganggunya tetap saja membuat Gita tidak bisa menahan godaan Kamilla. Berbicara dengan perempuan aktraktif itu selalu menjadi moodbooster terbaiknya. Sedikit banyak membebaskan beban yang mengisi kepalanya.

"Video call dong besti. Teleponan aja gak seru. Aku pengen ngelihat wajah kamu yang merona itu," tawar Kamilla seolah tahu apa yang sedang sahabatnya itu lakukan di sana.

"Gak usah, Mil. Aku lagi sibuk. Nanti kamu ngerasa dicuekin lagi," tolak Gita mentah-mentah padahal bukan itu alasan sebenarnya. Dia malas saja muka meronanya jadi bahan roastingan Kamilla yang super usil.

"Alah, alasan aja Nyonya Braga satu ini. Paling kamu gak mau aku ngelihat wajah merah kamu itu kan? Hayo, ngaku ...."

"Gak, ah. Aku emang lagi sibuk, Mil. Gak percayaan banget sih." Nada bicara sengaja Gita buat seserius mungkin agar sahabatnya ini percaya.

Seketika Kamilla terdiam di tempatnya. Tidak! Dia tidak sama sekali tidak tersinggung melainkan dia tengah menyiapkan sebuah pertanyaan yang tentunya nanti akan membuat kehaluannya sebagai jomblo kian meningkat.

Sekarang terbalik Kamillah yang mulai mengatur nada bicaranya agar terdengar seserius mungkin. "Git, gimana sih rasanya menikah?"

Jika sedang memakan sesuatu maka dia akan tersedak sekarang. Pertanyaan Kamilla betul-betul mengaggetkannya. Belum sampai membalas pertanyaan spontan Kamilla tentang menikah, gadis itu memotong dengan mengatakan hal lebih tidak masuk akal lagi.

"Pasti Mas Reynald benar-benar mencintai kamu ya. Meratukan kamu. Ngebuat kamu merasa paling dicintai kayak Vince ke Maddeline di komik Bloody Marriage."

Seketika Gita menepuk keningnya. Kenapa ujung-ujungnya malah ke Bloody Marriage. Kehaluan sahabatnya ini sudah mencapai level teratas. Walaupun yang Kamilla tanyakan sangat jauh dari pernikahannya.

Ya, begitulah fakta yang sesungguhnya.

****

Suhu udara yang tiba-tiba merangkak naik menyebabkan pendingin ruangan yang berada di kamar ini seolah tidak berfungsi. Gita yang tiba-tiba terbangun pun merasa haus. Sadar sisa air yang berada di teko tinggal sedikit dia rela keluar kamar demi mengisi wadah kaca ini. Takutnya sang suami kehausan tengah malam nanti.

Gita jelas tidak mau egois membuat teko tersebut kosong lalu tidur dengan nyenyak. Sebisa mungkin dia terjaga agar tidak tersandung saat turun dari ranjang. Dengan langkah perlahan Gita menapak di lantai marmer hitam ini.

"Baru jam 12 ternyata." Uapannya tentu tidak bisa dielakkan. Tiba-tiba terbangun karena haus sedikit menyebalkan baginya. Terlebih saat dia baru saja tidur sepulang bertugas di IGD.

Namun, langkahnya harus terhenti ketika menyadari ada siluet bayangan yang berdiri tidak jauh darinya. Gita mendekat. Dia memperhatikan lebih teliti siapa yang tengah menelpon malam-malam begini.

Betapa terkejutnya Gita kala Reynald sedikit menoleh melihat siapa yang datang, tapi pria tiga puluh tahun tersebut tidak menemukan apa-apa lantaran wanita yang baru dia nikahi itu merapat ke dinding.

Reynald kembali melanjutkan teleponnya, sedangkan Gita masih setia berdiri di sana sembari memegang teko kosong.

Tidak banyak yang Gita tangkap dari obrolan tersebut, tapi yang pasti raut serius kentara menghiasi wajah Reynald.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status