Prolog
Alezha Armadja, seorang gadis cantik, anak dari pasangan Reyza Armadja dan Alea Prasetya. Berumur dua puluh lima tahun. Memiliki watak yang periang, arogan, dan banyak tingkah. Namun, semuanya berubah sejak malam itu. Dimana ia harus merasakan luka sepanjang hidupnya tanpa bisa mengatakannya pada siapapun.
Diumur yang sudah matang, Alezha tak kunjung mau menikah karena hal itu.
Tak ada pilihan lain, ayah dan ibunya memilih menjodohkannya dengan seorang pria yang bernama Kaysan Anderson, seorang CEO Anderson Group.
Karena tidak ada cinta diantara mereka, maka kesepakatan di atas kertas pun terjadi. Menjalani biduk rumah tangga yang seperti itu membuat Alezha merasa tertekan namun ia tidak bisa mengungkapkannya.
Hanya tawa dan senyum yang selalu menghiasi harinya. Hingga saat ia tak kuat menahan semua beban, ia memilih mundur dari sandiwara itu dengan tetap tersenyum dibalik rasa sakitnya.
Pengenalan pemeran.
Reyza Armadja : Papa Alezha
Alea Prasetya : Mama Alezha
Alezha Armadja : Anak pertama (25 tahun)
Rayden Armadja : Adik kembar Alezha (25 tahun)
Erlangga Armadja : Anak terakhir (20 tahun)
Bab 1. Dijodohkan
"Bagaimana, Sayang? Kau mau 'kan dijodohkan dengan Tuan Kaysan?" tanya Alea, yang merupakan ibu Alezha.
Alezha masih terdiam. Ia masih mencerna apa yang terjadi. Baru saja ia hendak pergi tidur, tiba-tiba saja kedua orang tuanya memanggil dan membicarakan pernikahan.
"Kenapa aku dijodohkan, Ma?" tanya Alezha yang masih memasang wajah tenangnya. Tidak ada raut kesedihan di wajah cantiknya itu.
"Umurmu sudah dua puluh lima tahun, Nak. Kau harus menikah," sahut Reyza, ayah Alezha.
"Bagaimana, Nak? Kaysan adalah pria yang baik. Dia sangat ramah dan sopan seperti Papamu," ujar Alea.
Alezha menunduk, ia menggigit bibir bawahnya. Setelah itu, ia kembali mengangkat kepalanya. "Baiklah, Ma, Pa, aku setuju."
Ucapan Alezha pun mampu membuat Reyza dan Alea tersenyum puas.
"Terima kasih, Sayang. Papa dan Mama akan merencanakan makan malam bersama keluarganya." Alea menatap Alezha dengan senyuman di wajahnya. Tentu saja Alezha juga membalasnya dengan senyuman.
"Bolehkah aku kembali ke kamar?"
"Boleh, Sayang, istirahatlah," ujar Alea.
Alezha pun segera pergi ke kamarnya. Setelah mengunci kamar, ia pun langsung menangis. Sangat sulit memang, menahan rasa kecewa di depan orang lain terlebih orang tua sendiri.
"Tidak, aku tidak boleh menangis! Tidak ada yang boleh melihatku menangis seperti ini." Alezha segera menghapus air matanya. Menatap cermin, lalu tersenyum.
Sangat aneh bukan? Disaat orang lain bersedih karena akan menikah dengan orang yang tak dikenal, ia justru tersenyum meski hatinya tidak menerima.
"Alezha!" Terdengar panggilan dari luar kamarnya. Ia pun membukakan pintu kamarnya.
"Rayden, ada apa?" tanya Alezha yang heran melihat ekspresi wajah Rayden yang terlihat sangat kesal.
"Ada apa kau bilang? Kenapa kau langsung menyetujui perjodohan ini? Apa kau sudah gila?" Rayden menatap Alezha dengan penuh amarah.
Alezha terdiam. Rayden bukanlah orang yang mudah marah. Jika ia marah seperti ini, artinya ia sangat kecewa. "Maafkan aku." Hanya Kalimat itu yang keluar dari bibir Alezha.
"Maaf? Apa kau kira dengan maaf bisa memperbaiki semuanya?"
"Lalu aku harus apa? Aku tidak ingin mengecewakan mama dan papa." Alezha hanya tersenyum getir.
"Maafkan aku, hanya saja,,,,kau berbeda sekarang. Aku rindu Alezha yang dulu. Mana Alezha yang selalu menjitak kepalaku saat kesal, mana Alezha yang selalu berteriak saat memanggilku. Dan mana Alezha yang ramah dan ceria? Kakakku bukanlah Alezha yang ini, penurut dan selalu tersenyum. Bahkan saat aku menghilangkan benda kesayanganmu pun, kau tetap tersenyum. Apa-apaan kau ini."
"Aku hanya ingin membahagiakan mama dan Papa, itu saja," Alezha menghela nafas pelan.
"Jika kau tidak keberatan, aku ingin istirahat." Alezha menunjuk pintu kamarnya sebagai israrat Rayden harus pergi.
"Baiklah aku akan pergi. Dan perlu kau tahu, Alezha tidak pernah mengusirku dengan cara halus seperti ini. Dia akan mendorongku atau bahkan menarik paksa tanganku atau rambutku hingga ke sana." Menunjuk luar pintu.
"Kalau begitu, kau harus mulai terbiasa dengan ini."
Rayden menatap Alezha tidak percaya. Ia pun melangkah keluar meninggalkan kamar itu.
Sepeninggal Rayden, Alezha menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan agar ia tidak menangis.
Rayden menuruni anak tangga dengan setengah berlari menuju kedua orang tuanya yang masih berada di ruang keluarga.
"Ma, Pa, kita harus bicara." Rayden duduk di depan kedua orang tuanya sambil menatap serius.
"Ada apa, Sayang?" tanya Alea yang keheranan melihat putranya yang biasa kalem menjadi berisik seperti ini.
"Kenapa mama dan papa menjodohkan Alea pada orang yang tidak dia cintai?" Rayden mulai membuka pembicaraan.
"Kami hanya ingin yang terbaik untuk Alezha," sahut Alea.
"Tetapi tidak harus menjodohkannya juga 'kan?"
"Sejak kapan kau peduli pada percintaan orang lain, Rayden. Coba kau lihat dirimu yang masih sendiri sampai sekarang." Reyza menatap Rayden dengan serius.
"Bukan begitu, Pa. Hanya saja,,,,,," Rayden kesulitan menyampaikan isi di pikirannya kepada orang tuanya.
"Hanya saja apa? Alezha sendiri setuju dengan perjodohan ini. Tidakkah kau senang melihat perubahannya sekarang? Ia menjadi lebih penurut dan selalu sabar selama dua tahun ini. Mama tidak pernah melihatnya memukul atau menjambak rambutmu lagi. Harusnya kau senang dengan perubahan yang terjadi pada kakakmu." Alea menjelaskan.
Rayden kehabisan kata-kata lagi. "Baiklah, Ma, Pa, aku ke kamar dulu." Rayden meninggalkan kedua orangtuanya yang masih heran melihat sikapnya.
"Kenapa Rayden begitu?" tanya Reyza yang masih heran dengan sikap anak kalemnya itu.
"Mereka kan kembar. Wajar saja jika perasaannya ikut terluka dengan keputusan kita. Aku yakin Alezha tidak sepenuhnya menerima perjodohan ini." Alea berpendapat.
"Apa sebaiknya kita batalkan saja pernikahan ini?" Rezya mempertimbangkan.
"Jangan, aku kira ini adalah hal yang tepat. Alezha sudah bertambah umur, dan Kaysan adalah orang yang tepat. Apa kau punya kandidat lain? Dia saja tidak mau berpacaran. Perjodohan adalah satu-satunya hal yang bisa kita lakukan." Alea menjelaskan.
"Baiklah, semoga saja kau benar." Rezya mengusap kepala istrinya dengan lembut. "Semoga mereka nantinya bisa bahagia seperti kita, ya."
"Ya, aku harap begitu, Sayang. Meski kita dulunya dijodohkan, tapi kita akhirnya bisa saling mencintai dan menyayangi. Aku beruntung mempunyai suami seperti dirimu." Alea bergelayut manja di pundak Reyza yang langsung menggunakan ibu jarinya untuk mengusap pipi istrinya dengan lembut.
*****
Rayden masih merenung di kamarnya. Ia masih memikirkan tentang sikap Alezha yang berubah setelah hari itu. Tepat dua tahun yang lalu. Ia masih ingat saat Alezha baru saja pulang dari acara reuni SMA. Setibanya di rumah, Alezha langsung meminta izin pergi ke Amerika untuk liburan sekaligus menjenguk keluarga papanya yang tinggal di sana.
Dan sepulang dari liburan, Alezha tampak sangat berbeda. Jarang marah dan lebih banyak diam. Entah apa yang terjadi, namun Alezha tak mau memberitahu dirinya.
Beberapa hari kemudian, Alezha dan kedua orang tuanya pergi ke sebuah restoran. Mereka akan bertemu dengan calon suami Alezha, yaitu Kaysan Anderson dan juga orang tuanya. Rayden dan Erlangga tidak ikut karena ini khusus pertemuan untuk kedua calon suami istri itu.Sesampainya di tempat tujuan, mereka segera turun dari mobil. Alezha menatap restoran yang sangat sepi. Ia yakin bahwa keluarga Anderson sudah mereservasi tempat itu demi makan malam ini.Perlahan, mereka melangkahkan kaki menuju dalam restoran. Mereka di sambut oleh pelayan dan menajer restoran bak tamu agung."Silakan masuk, Tuan, Nyonya, Nona," ucap sang manajer sambil menunduk memberi hormat.Mereka pun dibimbing menuju sebuah ruangan yang berisi sebuah meja dengan enam kursi. Sepertinya ruangan itu hanya di khususkan untuk tamu penting mereka.Terlihat tiga orang sedang berdiri menyambut mereka. Dua orang yang sudah tua tersenyum ramah. Sedangkan anak mereka hany
"Maaf, apakah kalian akan bercerai?" tanya Calya ragu-ragu.Alezha dan Kaysa tampak saling bertatapan. Ada keraguan di wajah Alezha karena orang tua mereka berteman baik. Lain halnya jika hanya rekan kerja, mungkin mereka lebih mudah bercerai."Kami akan memikirkan bagaimana caranya. Kau tenang saja, aku juga tidak ingin lama-lama berada di dalam hubungan ini." Alezha memberi pengertian kepada Calya meski ia pun ragu apakah bisa melakukannya.Sedangkan Kaysan masih menatap Alezha dengan heran. 'Ada apa dengan wanita ini? Dia seperti sedang menyembunyikan masalah namun tetap tersenyum. Aku bisa membaca pergerakannya saat ini. Terdapat banyak keraguan dalam dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?' batin Kaysan."Terima kasih, Alezha, aku menghargai usahamu. Sepertinya benar, kau wanita yang baik, sama seperti ibumu. Siapa yang tidak kenal dengan Nyonya Alea? Sudah cantik, baik pula," puji Calya.
Selama makan, terdengar dentingan sendok milik Kaysan. Alezha yang tidak nyaman mendengarkan pun langsung melirik tanpa berkata apapun.Kaysan yang menyadari lirikan Alezha langsung berkata, "Aku sudah menyuruhmu menambah poin tetapi kau tidak mau. Aku tidak memperbolehkan ada dentingan karena aku suka mendengar dentingan dari piringku sendiri," ucap Kaysan dengan santainya. Membuat Alezha hanya geleng-geleng kepala. Ia pun kembali mengingat saat dulu ia sering mendenting-dentingkan sendoknya untuk mengganggu Rayden yang sangat risih mendengar suara dentingan sendok dan garp"Lalu, apa kau juga suka kentut sembarangan?" tanya Alezha ingin meyakinkan."Tidak, dari semua poin itu, aku hanya melakukan yang ini saja. Seperti katamu, aku tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu"Baguslah." Alezha tersenyuMereka pun segera mengabiskan makan siang, lalu bubar, ke tempat tujuan ma
"Beruntungnya aku mempunyai menantu penurut dan ramah seperti ini." Kayla mengusap pipi Alezha lalu memeluknya.Alezha merasakan bahwa Kayla begitu amat menyayanginya meski mereka hanya mertua dan menantu saja. Hal itu menambah poin rasa bersalahnya pada seluruh keluarganya."Berbahagialah kalian. Kalianlah kebanggan kami. Semoga langgeng sampai ke anak cucu." Reyza memeluk Alezha dan Kaysan bersamaan. "Jaga diri kalian, jangan pernah berpikir untuk berpisah atau itu akan menyakiti kami," sambung Reyza. Ia serta merta memeluk putri satu-satunya itu. Yang teramat cantik dan disanjung banyak orang.Ucapan Reyza mampu meluluhlantakkan perasaan Alezha. Ia sudah berjanji dengan Calya untuk berpisah dengan Kaysan. Namun kini papanya malah mengatakan hal yang mustahil ia lakukan. Sekali, lagi, ia merasa menjadi orang yang paling jahat bagi keluarganya maupun Kaysan."Terima kasih, Papa," s
Pagi pun menjelang. Seperti biasa, Alezha melaksanakan sholat subuh. Namun ia tidak menemukanbruangan untuk sholat. Maka ia memutuskan untuk melaksanakan sholat di samping ranjangnya.Samar-samar Kaysan membuka matanya. Ia langsung dapat melihat sosok yang tengah memakai mukena berwarna putih sedang melakukan gerakan seperti sholat.'Alezha? Melaksanakan sholat?' batin Kaysan. 'Oh ya tentu saja, dia anak dari orang-orang yang Sholeh dan sholehah.'"Kau sudah bangun? Masih ada waktu melaksanakan sholat," ujar Alezha saat sudah selesai melaksanakan sholat."Ah, ya. A,,,aku akan melaksanakan sholat." Kaysan bangkit dari ranjangnya. Ia pun segera menuju kamar mandi dengan membawa ponsel. Jelas sekali ia tidak tahu menahu tentang sholat karena nyaris tidak pernah melaksanakannya. Mungkin beberapa kali saat ada praktik sholat di sekolahnya.Ia membuka ponsel saat sudah memasuki kamar m
Negara Amerika, Los Angeles-Alezha dan Kaysan baru saja sampai di sebuah hotel paling terkenal di kota itu. Langsung saja ia menelepon keluarganya dan mengabarkan kalau mereka sudah sampai dengan menggunakan SIM card yang ada di negara itu."Kenapa tidak diangkat, ya?" gumam Alezha."Waktu negara ini dan negara kita berbeda delapan jam. Bisa kau bayangkan kalau di sini pukul tujuh malam, maka di sana puku tiga pagi," ujar Kaysan."Oh iya, aku lupa. Ya sudah, aku kirim pesan saja." Alezha langsung mengirimi pesan kepada orang tuanya dan mertuanya bahwa mereka sudah sampai."Ayo, makan malam. Aku yakin kau pasti lapar," ajak Kaysan."Tidak hanya aku, kau juga pasti lapar, 'kan?""Tentu saja, ayo, beres-beresnya besok saja." Kaysan langsung berjalan keluar kamar diikuti oleh Alezha.Mereka makan di restoran yang ada di
Kejadian dimana Alezha harus kehilangan kehormatannya.Flashback OnDua tahun yang lalu."Ayolah Alezha, aku mohon. Ikutlah berpesta dengan kami," rengek Sofi, sahabat Alezha."Tidak bisa, Sofi. Kau tahu 'kan aku sangat sibuk bekerja. Lagipula, mama dan papa pasti melarang ku berpesta apalagi sampai ke bar." Alezha mencoba menolak."Alezha, ini pesta sekaligus reuni SMA. Kau tidak rindu pada teman-teman kita.""Tentu saja aku merindukan mereka, tetapi aku tidak bisa pergi ke sana. Kenapa tidak di restoran saja? Kita bisa makan dan mengobrol sepuasnya.""Ah, kau ini. Tidak asyik jika hanya di restoran. Ayolah, aku tahu kau tidak pernah ke tempat itu 'kan. Anggap saja ini pertama dan terakhir kalinya kau kesana. Apa kau tidak penasaran bagaimana rasanya berpesta di sebuah bar?" Sofi terus saja membujuk Alezha."Tapi bag
Alezha telah sampai di rumah Sofi. Segera ia mengetuk pintu rumah besar itu dengan hati yang kalut hingga ketukannya seperti orang yang ingin melabrak.Tak berselang lama, keluarlah seorang wanita separuh baya yang merupakan pembantu Sofi."Dimana Sofi?" tanya Alezha dengan wajah tegangnya."Nona Sofi bilang, Nona bisa menemuinya di kamar."Tanpa menunggu lagi, Alezha langsung masuk ke rumah itu menuju kamar Sofi. Sakit di area khusunya pun tidak dirasakannya lagi karena perasaan yang kalut terbakar emosi."Sofi!" Alezha menggedor-gedor pintu kamar Sofi.Pintu pun terbuka dengan Sofi yang sedang mengulas senyuman liciknya."Alezha, kejutan sekali kau datang kesini?""Tutup mulutmu! Apa yang telah kau lakukan padaku?" Alezha menerobos masuk ke kamar Sofi dengan perasaaan yang terbakar emosi."Aku t