Home / Romansa / Rahasia Pernikahan Darurat / 5. Sandwich di Pagi Hari

Share

5. Sandwich di Pagi Hari

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2025-07-02 07:15:46

Pagi telah datang menyapa Arga yang terlihat sudah berada di Dapur, membuat sarapan, sebuah sandwich. Menaruh dua piring berisi sandwich di meja, serta satu gelas susu dan satu gelas orange juice. Setelahnya Arga bergegas menemui Reina yang tidak juga menjawab panggilan Arga. Arga mencoba membuka pintu namun dikunci. Arga pun pergi ke Kamar-nya untuk mengambil handphone, menelepon Reina.

"Hallo," ucap Reina dengan suara khas orang bangun tidur.

"Saya sudah buat sarapan," kata Arga yang langsung membuat Reina menjauhkan handphone dari telinga di mana Reina dalam posisi tiduran menyamping.

Reina tatap layar handphone, di mana ia sedikit merutuki kebodohannya yang tidak melihat siapa yang menelepon dan langsung mengangkat. "Iya, Pak? Ah, sarapan. Bapak bisa menemui saya 5 menit lagi!"

"Okay." Lalu, panggilan berakhir.

Arga mendudukkan diri di tepi ranjang, melihat jam yang ada di handphone, lalu meletakkannya di atas kasur.

Dengan langkah pelan-pelan Reina berhasil masuk ke dalam Kamar Mandi hanya untuk membasuh wajahnya agar sedikit lebih baik. Setelahnya Reina melangkah keluar Kamar beriringan dengan Arga yang keluar Kamar juga di mana Kamar Arga tepat di sebelah Kamar Reina.

"Seharusnya kamu tunggu saya," ucap Arga yang khawatir dengan kaki Reina yang bisa bisa membutuhkan lebih banyak waktu kalau dibuat jalan.

"Gakpapa, Pak." Reina tidak ingin terus merepotkan Arga.

"Saya gak mau kaki kamu terluka lebih parah," ucap Arga yang sudah sampai di dekat Reina. Tanpa berkata lebih dahulu seperti biasa Arga mengangkat tubuh Reina, menggendongnya. Walau sudah kesekian kalinya tentu saja Reina masih malu.

Seperti biasa Arga dudukkan Reina secara perlahan di kursi makan. Reina langsung disuguhkan sandwich yang terlihat enak. Dengan cepat Arga duduk di kusrinya. "Silakan dimakan," ucap Arga sembari menatap Reina.

Reina ambil sandwich berbentuk segitiga itu, menggigitnya sedikit dan saat baru mengunyah, Reina langsung membekap mulutnya, seperti siap muntah. "Kamu gakpapa?" tanya Arga yang langsung khawatir namun wajahnya selalu dibuat datar.

Alih alih menjawab pertanyaan Arga, Reina melangkah ke arah wastafel dengan langkah yang sedikit dibuat cepat, namun masih berusaha berjalan santai karena kakinya yang terluka. Arga mengikuti dari belakang takut tiba-tiba Reina jatuh. Sampainya di wastafel, Reina memuntahkan sandwich. Berkumur dengan air dari keran wastafel.

"Ada apa, Reina?" tanya Arga yang terus memperhatikan Reina dari belakang.

Reina menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali sampai ia membalikan tubuh ke arah Arga. "Maaf, Pak. Saya gak suka sandwich pakai telur terlebih telur mata sapi yang masih setengah matang." Dengan wajah tidak enak karena kali ini Reina tidak bisa makan makanan buatan Arga.

"Kamu gak perlu minta maaf, saya yang seharusnya minta maaf. Maaf, Re. Saya gak tahu kamu gak bisa makan sandwich dengan isian teluar."

"Gakpapa, Pak. Pak Arga kan gak tahu." Reina mencoba tersenyum.

"Kalau gitu, saya akan buatkan yang baru."

"Gak perlu, Pak. Saya bisa memisahkan roti sama telurnya."

"Sebaiknya saya buatkan yang baru." Arga tidak mendengarkan perkataan Reina dan segera membuatkan sandwich lainnya untuk Reina.

Bukannya kembali duduk di kursi, Reina terus berdiri di sana, memperhatikan Arga yang membuatkannya sandwich dengan isian sayuran, keju, dan daging. "Terus berdiri seperti itu hanya akan membuat kaki kamu semakin cepat lama sembuhnya, Reina. Sebaiknya kamu kembali duduk!"

Melangkahkan kaki dengan perlahan, Reina pergi dari sana. Mendudukkan diri di kursi dengan masih memperhatikan Arga. Reina yang bahkan belum pernah pacaran, mulai berpikir apakah semua lelaki seperti Arga terhadap seorang perempuan?

'Tapi kan aku bukan perempuan yang Pak Arga cinta. Kenapa dia harus seperhatian itu sama aku? Bukannya lelaki akan sangat perhatian hanya pada perempuan yang dicinta? Aku benar-benar gak ngerti' yaa, seperti inilah kalau orang tidak pernah menjalin hubungan.

Selesai dengan sandwich, Arga langsung memberikannya pada Reina. Reina memakan sandwichnya kali ini dengan senyum yang memperlihatkan bahwa ia menikmatinya. Arga yang melihat itu bersyukur bahwa Reina bisa menikmati sarapannya.

"Kamu mau tetap di Rumah atau ikut?" tanya Arga di sela makannya.

"Ikut ke mana?" tanya Reina dengan wajah bingung.

"Padahal kamu yang mengurus setiap jadwal saya, tapi kamu sendiri yang lupa kalau hari ini ada kunjungan ke Hotel yang di Bali." Lalu, Arga mengigit besar sandwich yang tinggal setengah.

Reina menepuk dahi dengan wajah baru mengingat sesuatu. "Tentu saja, saya ikut! Jam berapa penerbangannya?"

"Nanti siang."

Dalam hati Reina bersyukur karena ia masih memiliki waktu menemui Indah. Reina sangat penasaran dengan penyelidikan Indah yang katanya sudah menemukan sesuatu.

.

.

"Gimana, In?" tanya Reina dengan wajah penasaran.

"Aku kira Revan benar-benar berniat pergi, nyatanya dia hanya menghilang selama 1 tahun," kata Indah yang duduk di kursi tepat di hadapan Reina. Di mana mereka sudah berada di sebuah Kafe.

"Maksudnya?" Sembari mengerutkan dahi.

"Setelah aku cari tahu ternyata Revan bukannya resign tapi cuti selama setahun tapi gak ada yang tahu alasannya termasuk teman dekat dan kekasihnya. Cuma Revan memang pergi dengan kekasihnya, sudah aku cek penerbangan mereka beberapa hari yang lalu." jelas Indah.

Jadi yang Arga katakan benar, tapi kenapa Reina masih merasa ada 'sesuatu' yang ternyata jawabannya tidak sesimpel itu.

"Kalau Revan memang pada akhirnya memilih kekasihnya, kenapa menghilang hanya setahun? Aku pikir kaburnya Revan disertai dengan keluar dari Rumah Sakit," ucap Reina dengan wajah bingung.

"Mungkin hanya untuk menghindari kamu, malas ditanya-tanya. Setelah setahun dia pikir kamu akan lupa dan gak mempertanyakan lagi kenapa dia bisa pergi gitu saja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Pernikahan Darurat   40. The Power of Love

    Reina tidak tahu di mana itu, atau apakah ia sedang berada di ambang kematian?"Aku sudah mati? Apa ini sungguh?" tanya Reina pada dirinya sendiri sembari menoleh ke setiap penjuru arah.Hingga terlihat seorang wanita dan pria yang tak asing baginya, berjalan ke arah Reina. Sontak senyum Reina merekah. Senyum bahagia yang sudah lama tak nampak. Senyum bahagia saat melihat Ayah dan Ibu-nya.Saat Ayah dan Ibu-nya sudah berada tepat di hadapannya, Reina langsung memeluk kedua orang itu secara bersamaan. Betapa bahagianya Reina bisa bertemu dengan kedua orang tuanya lagi. Seketika melupakan bahwa ada satu manusia lagi yang sedang menunggunya kembali, Arga yang sangat ingin Reina kembali padanya."Aku bahagia sekali bisa melihat Ibu dan Ayah lagi," ucap Reina setelah melepas pelukan dengan wajah bahagia campur terharu."Kami juga bahagia bisa bertemu kamu, sayang," ujar Ibu-nya seraya tersenyum penuh cinta."Aku gak mau hidup tanpa Ibu dan Ayah lagi. Aku mau sama sama Ibu dan Ayah!"Salah

  • Rahasia Pernikahan Darurat   39. Orang Lain

    "Kamu gakpapa, Bas?" tanya Arga pada Baskara yang berdiri."Saya gakpapa, Pak. Mengenai penculikan Bu Reina saya sudah tahu siapa dalangnya.""Bukankah Pak Samuel?""Ternyata orang lain, yaitu Pak Zico."Arga memasang wajah tak percaya begitu pun Tio. Samuel yang selama ini mengincar ingin menyakiti Reina, bagaimana mungkin bukan dia yang akhirnya berhasil melukai Reina."Bisa dipastikan 100 persen kalau Pak Samuel gak ada hubungannya dengan penculikan itu?" tanya Arga dengan wajah ragu."Saya dan tim sudah mengeceknya berkali kali, Pak."Setelah menunggu 1 jam lampu depan Ruang Operasi akhirnya padam. Pintu perlahan terbuka, dan Arga langsung menghampiri Dokter laki-laki yang berbeda dari saat di ambulance."Operasi berjalan lancar dan kami berhasil mengeluarkan pelurunya. Tapi, kondisi pasien dalam keadaan kritis karena peluru yang masuk cukup dalam hingga merusak beberapa pembuluh darah dan sempat kehilangan banyak darah juga. Kami butuh waktu untuk observasi di ICU," jelas Dokter.

  • Rahasia Pernikahan Darurat   38. Chest Decompression

    Arga tahu seharusnya ia tidak senang terlebih dahulu saat melihat Reina karena situasi benar-benar menegangkan, namun Arga bersyukur ia masih bisa melihat Reina yang nampaknya baik-baik saja. Ketika Arga melangkah maju pria pria berbadan besar itu langsung siaga, bahkan ada yang menghampiri Arga.Sebelum diserang, Arga menyerang lebih dahulu. Melihat hal itu Reina langsung memasang wajah cemas dan banyak-banyak berdoa agar suaminya itu tidak terluka, karena jika Arga terluka maka pengorbanan Reina akan sia sia.Arga terus melawan orang orang itu yang tak ada habisnya menyerangnya, dan saat stamina Arga mulai menurun terlihat Arga yang lebih sering terkena pukulan, datang anak buahnya yang langsung mengambil alih. Melihat hal itu Arga langsung menghampiri Reina yang matanya berkaca-kaca, membuka ikatan pada tangan dan kaki Reina serta lakban kuning yang menutupi mulutnya.Bebas dari ikatan, Reina yang berdiri tepat di hadapan Arga, memeluk Arga. Arga pun membalasnya dengan wajah lega.

  • Rahasia Pernikahan Darurat   37. Handphone yang tidak aktif

    Arga telah kembali ke Kantor setelah sibukkan mengobrol dengan klien. Menghentikan langkah kaki tepat di depan meja Reina yang kosong. "Seseru itukah mengobrol dengan Indah sampai belum kembali, Re?" gumam Arga.Mengeluarkan handphone dari dalam saku jas, berjalan masuk ke dalam Ruang Kerja sembari menempelkan handphone pada telinga. Nomor yang Anda tujui sedang tidak aktif atau... seperti itulah jawaban yang terdengar di seberang sana."Gimana bisa nomor kamu gak aktif, Re," gumam Arga sembari mendudukkan diri di sofa single. Mencoba menelepon Reina sekali lagi di mana nomornya benar-benar tidak aktif. Raut wajah Arga pun seketika berubah khawatir.Karena tidak ingin membuang buang waktu dengan mencoba menunggu Reina lebih lama dan berpikiran baik kalau nanti Reina juga kembali, Arga menghubungi seseorang."Hallo, Pak Arga," ucap perempuan di seberang sana yang suaranya tidak asing."Kamu bersama Reina, kan? Tolong berikan handphonenya sama Reina. Saya meneleponnya tapi nomornya gak

  • Rahasia Pernikahan Darurat   36. Keputusan Reina

    Pagi telah datang menyapa Reina yang masih tertidur dalam dekapan Arga. Tiba-tiba handphone yang berada di atas nakas berdering, bunyinya mengisi seluruh ruang Kamar, membuat Arga membuka matanya lebih dahulu. Menyingkirkan tangan Reina yang memeluknya dengan perlahan, karena takut membangunkan. Kemudian, Arga mengambil handphone miliknya, menatap sebentar sebelum akhirnya mengangkat telepon itu. Setelah menerima telepon yang sebentar itu, Arga meletakkan kembali di atas nakas lalu menatap penuh cinta perempuan di sampingnya sembari tersenyum bahagia. Perlahan mata perempuan itu terbuka dan langsung berpapasan dengan manik mata sang suami. "Pagi, Mas," ucap Reina dengan suara pelan khas orang bangun tidur dan tersenyum lembut. "Pagi, Re." Seraya tersenyum. Lalu, Arga mendaratkan bibirnya di atas kening Reina. Mengecupnya lembut. "Mas Arga mau sarapan apa? Biar aku buatkan." Arga menggelengkan kepalanya. "Kali ini saya saja yang masak. Kamu mau apa?" Reina tersenyum. "Kalau aku kat

  • Rahasia Pernikahan Darurat   35. Suprise yang Gagal

    Reina memundurkan tubuhnya saat Arga masih meniup matanya yang katanya kelilipan. "Ada apa? Makin perih?" tanya Arga dengan tatapan khawatir.Reina tersenyum. "Aku ke Toilet dulu, Mas." Segera Reina melangkah pergi dari hadapan Arga. Arga membalikan tubuh ke arah Reina yang berdiri di depan lift.Keluar dari dalam lift, Reina berjalan sedikit cepat. Tidak membutuhkan waktu lama, Reina tiba di dalam Toilet perempuan. Masuk ke dalam salah satu bilik, baru saja menutup pintu, air mata langsung turun membasahi pipi.Melangkah mundur dengan salah satu tangan yang membekap mulut. Duduk di atas closet, Reina menangis dengan suara yang ditahan. Betapa terlihat menyedihkannya Reina. Kemarahan yang sudah ia bayangkan sebelumnya pun, tidak benar-benar ada.Maafin aku, Mas. Bukannya membuat hidup kamu lebih berwarna, tanpa aku tahu aku justru menempatkan kamu dalam bahaya. Aku sudah merusak hidup kamu yang tenang, Mas...Reina pun mulai membenci dirinya yang selama ini hanya diam, tidak berbuat a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status