Share

Ch. 2 Coma

last update Last Updated: 2022-07-09 02:04:26

“Minum dulu! Jangan khawatir, Aleta akan baik-baik saja.”

Aline mengangkat wajah, memaksakan diri tersenyum dan menerima botol air mineral itu dari tangan Adam. Lelaki itu lantas duduk di sebelah Aline, mereka tengah duduk di kursi tunggu yang ada di depan IGD saat ini. Sementara kedua orang tua Aline, mereka menunggui Aleta di depan OK IGD.

Tangan Aline membuka tutup botol air mineral yang masih tersegel, meneguk airnya dan menghirup udara banyak-banyak guna mengurai segala macam keruwetan yang kini menganggu pikiran dan dirinya. Bayangan betapa banyak genangan darah dan bagaimana kondisi Aleta tadi benar-benar membuat Aline syok dan terpukul.

“Bisa ceritakan apa yang terjdi, Line?”

Aline menoleh, bisa dia lihat wajah Adam nampak begitu penasaran. Tentu Aline paham kenapa Adam bisa begitu penasaran, calon istrinya mendadak bunuh diri, lelaki mana yang tidak penasaran dengan apa yang terjadi?

“Aku nggak tau, Mas. Tadi aku ke kamar Aleta mau ambil gincuku yang ditilep sama dia ... pas aku ketok pintu kamar, nggak ada jawaban dan pintu dikunci dari dalam.” Aline mencoba menekan emosinya, bayangan Aleta terkapar bersimbah darah kembali terngiang dalam pikiran Aline.

“Firasat aku langsung nggak enak, entah mengapa aku langsung teriak-teriak panggil papa. Papa datang dan kami dobrak barengan pintu kamar Aleta, dan ... dan ....” Aline kembali terisak, dadanya terasa begitu sesak. Tangisnya pecah, membuat ia sontak menutupi wajah dengan kedua tangan.

Kenapa Aleta senekat itu? Kenapa dia yang selama ini tampak baik-baik saja, ternyata diam-diam punya pemikirkan untuk mengakhiri hidupnya sendiri? Aline benar-benar kecolongan, ia sama sekali tidak percaya dan meyangka bahwa saudari kembarnya itu punya niat yang begitu buruk terhadap dirinya sendiri.

Tepukan lembut itu bisa Aline rasakan di bahunya, sebuah tepukan yang membuat ia lantas membuka kedua tangan dan menyeka air mata. Dihirupnya udara banyak-banyak, lalu dihembuskan perlahan sampai beberapa kali. Sebuah tindakan yang jujur membuat Aline sedikit lebih tenang, meskipun pikiran Aline terus tertuju pada Aleta yang kini didorong masuk ke ruang operasi.

“Dia tidak pernah cerita padamu tentang sesuatu? Atau lebih tepatnya tentang pernikahan kami seminggu lagi?”

Aline tertegun mendengar pertanyaan itu. Bukannya tidak tahu perihal apa yang Adam tanyakan, hanya saja ... perlukah Aline menceritakan hal ini kepada Adam? Bukan apa-apa, pasalhnya ini menyangkut orang di masa lalu Aleta dan status Adam ini sekarang adalah calon suami Aleta, pantaskah Aline menceritakan hal ini?

“Cerita saja, Line. Toh orangnya nggak di sini, aku nggak akan bilang ke dia tentang apa yang kamu ceritakan kepadaku.”

Kembali suara Adam sukses membuat Aline tersentak. Aline menoleh, menatap Adam yang bisa dia lihat dari mimik dan raut wajahnya begitu penasaran dengan pertanyaan yang dia ajukan pada Aline beberapa detik yang lalu. Aline mendesah, mendadak kepalanya menjadi pusing.

“Mas yakin pengen aku cerita?” tanya Aline meyakinkan, bagaimana kalau nanti Adam marah dan pernikahan itu batal? Ah ... tapi bukankah secara tidak langsung dengan percobaan bunuh diri yang Aleta lakukan, itu artinya Aleta juga ingin pernikahan ini tidak terjadi?

“Iya yakin, dong! Ayolah, mumpung di sini cuma ada kita berdua, Line.”

Aline kembali menghela napas panjang. Menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu mengganggukkan kepalanya perlahan.

“Oke kalau begitu!” desisnya lirih, mata Aline kembali menatap Adam yang nampak serius menyimak. “Jadi sebenarnya Aleta itu ....”

***

“Bagaimana kondisi putri kami, Dok?”

Beni langsung bangkit dan menanyakan hal tersebut pada dokter yang keluar dari OK, dokter yang tadi menemui dan meminta izin dilakukannya prosedur operasi guna menyelamatkan nyawa Aleta saat di IGD tadi.

Lelaki dengan kacamata itu nampak menghela napas panjang, menatap semua yang berdiri di sana bergantian dengan tatapan nanar. Sebuah tanda tidak baik jika dilihat dari ekspresi dan bagaimana reaksinya ketika ditodong pertanyaan tersebut oleh Beni.

“Operasi berjalan lancar, Bapak, Puji Tuhan, kami diberi kuasa dan anugerah Tuhan untuk menyelamatkan putri Bapak. Hanya saja ....”

Kalimat itu terputus, nampak dokter paruh baya itu menundukkan kepalanya. Jantung Beni seperti hendak lepas. Ia baru saja hendak mengucap syukur ketika dokter mengabarkan bahwa Aleta selamat, tetapi dengan ekspresi si dokter yang demikian, rasa bahagia Beni seolah menguap. Ada apa dengan putrinya? Bukankah Aleta selamat?

“Hanya saja apa, Dokter?” kejar Desi yang mata memerah, suaranya seperti ditekan, tangannya bahkan gemetar hebat.

“Hanya saja kondisi putri Bapak dan Ibu belum stabil. Kemungkinan dia akan mengalami koma yang saya sendiri jujur tidak tahu akan sampai kapan.”

Seperti disambar petir, Desi langsung lemas mendengar kabar itu. Tubuhnya hampir rubuh kalau saja tidak ditopang oleh Beni dan Aline. Sementara Adam, calon suami Aleta nampak berdiri mematung dengan wajah yang sulit diartikan.

“Dok, apakah tidak ada yang bisa dilakukan untuk membuat putri saya bangun, Dok?” Beni seperti belum terima, sementara Desi, dia sudah lemas dan tidak bisa lagi berkata-kata.

Dokter hanya menggeleng perlahan, mulutnya sudah terbuka hendak bersuara ketika suara lain terdengar membungkam dengan secara tiba-tiba.

“Mohon maaf sebelumnya, apakah saya bisa lihat kondisi calon istri saya, Dok?”

Semua menoleh, menatap Adam yang kini menatap lurus ke dalam mata dokter yang menangani Aleta. Wajah itu masih datar tanpa ekspresi, cukup lama sosok itu terdiam lalu ia segera menganggukkan kepala sebagai sebuah jawaban dari apa yang Adam tanyakan.

“Bisa, mari ikut saya masuk ke dalam!”

Adam menghampiri Desi dan Aline yang terduduk di kursi yang ada di depan OK, Adam meraih tangan Desi, lalu menggenggam erat tangan perempuan itu.

“Ma ... biar Adam masuk lebih dulu. Jangan pikirkan apapun, Mama tenangin diri dulu, biar Adam masuk ke dalam.”

Desi hanya mengangguk dengan air mata bercucuran, sama halnya dengan Aline. Mereka nampak kembali syok dan Adam tahu betul perasaan dua wanita ini. Ia segera bangkit, melangkah masuk ke dalam pintu dengan kaca bulat berwarna cokelat. Tidak ada suara apa-apa lagi kecuali isak tangis, mereka terpekur di depan pintu itu dengan tangis masing-masing.

Sementara Adam, ia mengekor di belakang langkah dokter bedah senior yang menangani kasus Aleta. Adam kenal sosok ini, meskipun tidak kenal secara personal, tetapi sebagai sejawat dengan spesialisasi yang sama, Adam dan dokter Burhan satu organisasi. Jadi tidak heran kalau Adam mengenal sosok ini, meskipun sekali lagi dia tidak mengenal secara pribadi sosok berkacama yang melangkah di hadapannya. Langkah mereka terdengar begitu ringan. Hingga di depan pintu ruang post operasi, Adam menghentikan langkahnya secara tiba-tiba.

“Sebelumnya mohon maaf, tapi kalau boleh saya tahu, berapa skala GCS Aleta, Dok? Apakah sebegitu parah?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 34

    "Kamu serius?"Bukan pertanyaan lain yang Kelvin lemparkan, ia langsung mencecar Aleta begitu mereka bertemu di depan kantor Aleta. Tidak salah kalau sampai Kelvin masih tidak percaya dengan keputusan yang Aleta buat, pasalnya sejak dulu Aleta selalu menolak permintaan Beni untuk bergabung di perusahaan keluarga dan sekarang? "Bisa kita pending nanti untuk interview-nya? Bantuin dulu dong!" Aleta langsung menarik tangan Kelvin masuk ke gedung. Kelvin pun menurut saja, ia membiarkan Aleta membawanya masuk ke dalam gedung, melangkah ke sofa yang ada di loby gedung. "Tolong bantuin bawa ke mobil, ya?" pinta Aleta dengan seulas senyum manis. Sejenak Kelvin tertegun, ada dua kardus di sana. Kelvin mengalihkan pandangan, menatap Aleta yang masih mengukir senyum manis di wajah. "Ka-kamu beneran resign?" tanya Kelvin seolah masih tidak percaya. Kini tawa Aleta tergelak, ia mencubit gemas pipi Kelvin, membuat Kelvin memekik antara terkejut dan kesakitan dibuatnya. "Kamu pikir aku tadi h

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 33

    "Vin, kamu handle proyek yang ini, ya?"Berkas-berkas itu dihantarkan Beni secara langsung ke mejanya, membuat Kelvin segera meraih dan membacanya dengan saksama. Nilai proyek ini sangat jauh di bawah proyek dengan Irfan, tapi bagi Kelvin, itu bukan masalah yang serius. Selama ia tidak harus sering bertemu dengan lelaki itu, semua lebih dari cukup. "Deal! Kelvin sangat berterimakasih sama Papa." ucap Kelvin sembari tersenyum. Beni balas tersenyum, ia menepuk bahu Kelvin dengan lembut."Sebenarnya Papa ingin kamu tetap di sana, Vin. Nilai proyek dan prospek ke depannya sangat menjanjikan untuk kariermu, tapi sayang...."Kelvin tersenyum, "Tidak apa, Pa. Bukankah ini yang Kelvin minta? Setidaknya keputusan ini tidak membuat Aleta terus menerus khawatir."Beni kembali tersenyum, setuju dengan apa yang Kelvin katakan barusan. Misi visi mereka sama, yaitu membuat Aleta bahagia dan itu sudah mutlak. "Baiklah kalau begitu, Vin. Kamu bisa pelajari dulu untuk proyek baru mu, kalau ada pert

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 32

    "Ke kantor pak Beni, Pak?"Hendra terkejut, hari ini tidak ada jadwal meeting dengan perusahaan Beni, lantas untuk apa Irfan meminta untuk diantarkan ke sana. "Iya, kesana. Emangnya tadi saya bilang kita mau kemana, Hen?"Kalimat tanya yang dilemparkan balik pada Hendra adalah sebuah penegasan bahwa Irfan tidak main-main dengan ucapannya. Hendra menghela napas panjang, ia mengangguk pelan sembari mempersilahkan Irfan melangkah lebih dulu. Hendra kembali teringat pada sosok Kelvin. Apakah Irfan minta diantar ke sana hanya agar bisa melihat Kelvin? Hendra terus memunculkan siluet wajah Kelvin dalam pikiran, memang kalau diperhatikan, ada beberapa bagian wajah yang mirip dengan Irfan. Kalau hanya sekilas, tidak akan ditemukan kemiripan itu, namun kalau diperhatikan dengan saksama, ada wajah Irfan di sana. "Kok ngelamun, Hen? Kenapa?"Pertanyaan itu kontan membuat Hendra tersentak, ia mengangkat wajah dan mendapati mata itu dengan memperhatikan dirinya. "Saya teringat putra Bapak, Pak

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 31

    "Astaga!"Beni menghela napas panjang, sementara Aleta, ia bersandar di kursi teras dengan wajah lesu. Selesai sudah ia menceritakan rahasia terbesar dalam hidup Kelvin. Ia sedikit takut sebenarnya, takut Kelvin marah karena Aleta sudah ingkar janji untuk menjaga rahasia ini dari siapapun. Tapi Aleta lakukan ini juga demi Kelvin! "Jadi secara nggak langsung, kamu minta papa tarik Kelvin dari proyek papa sama dia?"Aleta segera menoleh, kepalanya terangguk dengan cepat. Wajahnya berubah, menyorotkan sebuah permohonan. "Tapi belum tentu juga, kan, si Irfan tahu kalau Kelvin ini anak kandung dia, Ta?" wajah Beni nampak ragu. "Pa ... dia udah tahu siapa mama Kelvin, kalaupun sekarang dia belum tahu, cepat atau lambat dia akan tahu!" kekeuh Aleta tidak ingin di bantah. "Coba nanti papa carikan ganti dulu, sebenarnya ini proyek pas banget dan bagus buat Kelvin, Ta." desis Beni lirih. "Nggak bagus kalau nanti dia sampai kenapa-kenapa, Pa! Aku nggak mau itu kejadian!" tegas Aleta mengult

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 30

    "Bagaimana kerjasama mu dengan Beni, Fan? Sudah sampai mana?"Irfan tersentak, ia mengangkat wajah dan mendapati wajah lelaki itu tengah menatap lurus ke arahnya. Dia adalah Setiawan, papa kandung Irfan, orang yang mewariskan segala macam kekayaan dan kekuasaan yang sekarang ada di tangan Irfan. "Baik, Pa. Semua baik. Lusa mungkin kami sudah harus ada di lokasi untuk meninjau dan memantau secara langsung proyek berjalan." jawab Irfan mencoba fokus dan mengenyahkan bayangan Yeni dan Kelvin yang terus bercokol dalam kepalanya. Di meja makan itu tidak hanya ada Irfan dan Setiawan, ada Mery, istri Irfan dan Clarisa, anak bungsu Irfan. Orang-orang ini adalah orang yang tidak boleh tahu, rahasia apa yang selama ini tersimpan, bahwa sebenarnya Irfan memiliki anak lain di luar pernikahannya. "Jangan sampai mengecewakan Beni, papa sudah peringatkan kamu berulang kali, kan? Dia bisa menjadi tonggak supaya perusahaan kita makin kokoh." ucap Setiawan yang entah sudah keberapa kali. Irfan hany

  • Rahasia Sang Dokter   Bonus - Extra Part 29

    "Dia habis nemuin kamu? Serius? Tapi kamu nggak apa-apa kan?" Seketika Aleta panik. Bagaimana tidak kalau calon suaminya ditemui oleh lelaki yang sejak dulu sekali ingin membunuhnya tak peduli dia adalah ayah kandung dari Kelvin. "Emang dia mau ngapain aku sih, Yang? Aku malah takut dia nekat nyari mama, ganggu mama lagi." jelas suara itu risau. "Dia ngomong apa emang?" kejar Aleta penasaran, harusnya tadi dia tidak langsung pulang, jadi dia bisa melihat dan mendengar langsung apa yang lelaki itu katakan pada Kelvin. "Cuma nanya aku bener anak mama apa bukan. Entah dia tahu dari mana, keceplosan juga tadi dia ngomong kalau dia itu dulu temen deket mama." Aleta mendengus perlahan, baru tahu dia kalau Irfan ini orangnya sedikit tidak tahu malu. "Kamu jawab apa? Kamu pura-pura nggak tahu soal rahasia mama sama Irfan, kan?" kekhawatiran mulai menyelimuti hati Aleta, ia benar-benar takut kalau sampai Irfan tega menyakiti Kelvin! "Ya aku berlagak bodoh, sekalian mau mancing reaksi di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status