Share

Muncul Petunjuk

Mata Kella yang terkulai, mengerjap dengan sedikit. Bulu matanya tergerak dengan pelan, ia membuka mata dengan pandangan menyipit. Batinnya menerka-nerka, sekarang ia sedang berada di mana.

Dokter Alana mendekatinya dengan perasaan legah. "Syukurlah. Kamu sudah sadar?" tanyanya.

Kella baru tersadar dengan ingatan yang samar, matanya sudah melihat ruangan putih yang dominasi. Tubuh kecilnya berusaha untuk duduk. Alana yang melihatnya susah untuk bangun segera membantu.

Kella menoleh pada perempuan berjilbab itu sambil memegang kepalanya yang terasa agak pusing, pening dan berat. "Apakah ini rumah sakit?" tanyanya dengan lemah.

Alana menggeleng. "Bukan, kamu di UKS,” jawab Alana sembari tersenyum lembut.

Kella beralih ke dinding langit kemudian matanya mengedar ke ruangan UKS seperti mencari seseorang, namun di sana hanya ada Alana saja. 

"Siapa yang membawaku?" tanyanya dengan bingung. Ia juga penasaran. Siapakah gerangan yang membawanya ke UKS?

Alana menarik sudut bibirnya, mengulumkan senyuman. "Azam,” jawabnya.

Kella segara menoleh mendengar jawaban dari Alana. Batinnya bertanya, siapa lelaki yang bernama Azam? Dari pada rasa penasaran terpendam, ia segara bertanya, "Siapa Azam? Saya tidak mengenalnya." 

Alana tersenyum lagi. "Tentu belum kenal karena kamu siswi MOS, 'kan?" 

"Benar," jawab Kella dengan dingin.

Sekilas Alana mendapati seseorang dengan karakter yang sama seperti sepupunya pada diri Kella. Si gadis yang dingin, cocok sekali dengan sepupunya yang berkarakter sama.

Dokter Alana memperhatikan kresek hitam di tangannya dan memberikan pada Kella.

 "Apa ini, Dok?" tanya Kella bingung.

"Ini roti buat kamu makan," jawabnya. “Kamu pasti belum sarapan jadi pingsan saat dihukum, bukan?” 

Astaga. Kella baru menyadari sosok wanita di depannya begitu baik dan perhatian. Kella membuka kresek hitam pemberiannya, lalu menoleh padanya. Alih-alih menjawab terima kasih, namun Kella berkata ketus, "Gak suka roti keju.”

Dokter Alana, "Meskipun tidak suka kamu harus tetap makan!" titahnya.

Kella menggeleng. "Maaf, saya tidak mau!" Ia berusaha untuk turun dari ranjang dan dibantu Alana. Kella merapikan kacamata yang kurang pas di matanya, lalu berkata, "Aku tidak mau makan roti.” Setelah mengatakan seperti itu, ia berjalan ke arah pintu UKS dan sebelum pergi, ia sempat menoleh ke dokter Alana.

"Berikan ke yang lainnya saja,” tutur Kella.

"Eh, eh tapi!" Dokter Alana ingin mencegat tetapi kalah cepat.

Kali ini Kella memperlihatkan senyuman hangat. "Terimakasih, untuk dokter yang cantik seperti Anda!" Ia pergi setelah mengatakan itu.

Anggota Osis masuk ruangan tersebut."Dok! dia yang tadi pingsan, sudah siuman?" tanyanya.

Dokter Alana mengusap wajah lelahnya. "Huft ... benar! Dia yang diperintahkan oleh Ketua Osis," jawabnya. 

Siswi itu mengangguk paham. Dia merasa bingung, bagaimana beritahu pada ketua osisnya. Pasalnya dia harus menjaganya, ini perintah dari ketua osisnya. Jika tidak, pasti akan terkena marah. 

Dokter Alana hanya tersenyum, dia tahu apa yang dipikirkan olehnya. Lalu bertanya, "Kamu disuruh Azam, ya?"

Siswi itu menjawab dengan anggukan.

"Sebaiknya kamu kembali bertugas," saran Alana.

Siswi itu ragu, masalahnya ia tidak melakukan tugasnya. 

Alana yang melihatnya seperti itu, dia menepuk pundaknya. "Sudah, biar saya yang bicara pada Azam.”

"Beneran, Dok?" Wajah Siswi itu mendadak berubah senang.

Alana mengangguk dan tersenyum padanya.

"Terimakasih, Dokter!" serunya dengan senang dan bahagia lantas pergi meninggalkan UKS.

•••

Pandangan Kella setengah sadar, ia merasa membaik dengan percaya diri. Dirinya juga tidak ingin menambah lagi hukumannya, jadi terpaksa menahannya. Sesampainya di lapangan seluruh siswa di halaman itu menoleh ke arahnya. Kella memasang muka sewajarnya, agar terlihat baik.

Seorang siswa menepuk pundak Azam, lalu jarimya menunjuk ke arah lain. "Itu!" tunjuknya.

Azam menyipitkan matanya silau.

 "Dia?" kejutnya.

Sementara yang ditunjuk terlihat tidak perduli, lalu melewati mata penuh benci dengan pede.

Kella memilih masuk barisan. 

"Berhenti!" perintah Azam yang menghampiri. "Kamu yang bermata empat! Kenapa ke sini!" bentaknya tajam.

Kella tak menjawab, hanya menatapnya datar, tidak ingin berdebat.

"Saya tanya! Kenapa kamu diam!" gertak Azam dengan lantang.

Banyak orang di lapangan yang kegiatannya berhenti gara-gara mendengar suara Azam, mereka semua menatap sang empu. Ketegangan dan ketakutan membuat bulu kuduk berdiri akan amarahnya.

"Aku tanya! Apa kau tuli!" amarahnya memuncak, semakin menakutkan seakan batas kesabaran telah menghilang.

Wakil Osis mendekat lalu berbisik. "Tahan emosi, Bro!" nasehatnya.

Huh. Azam meredakan emosinya lalu berubah tatapan lebih dingin dan suara yang sangat dingin. "Kenapa ke sini? bukanya disuruh istirahat? Kau ingin menyusahkan kami?" cecarnya.

Kella masih diam, tidak ada ekspresi meski harus menahan amarahnya.

"Wah! Gila ini anak, disuruh jawab malah diam! Kau bisu, yah?" Suara hina dari gadis bernada manja. Pemilik suara itu adalah Velyn, dia mendekat ke tempatnya. Nada manja menelisik telinganya.

Kella menatapnya tajam, "Apa lihat-lihat!" ketus Velyn dengan galak.

"Menjijikkan!" gumam Kella dengan suara lirih tidak ada yang dengar. Ia sungguh merasa mual dengar suara manja dari dia, apalagi dengan tingkahnya seperti penggoda.

"Cepat sana jawab!"

Velyn menautkan lengannya, "Benarkan, Azam?" Dia memasang senyum godanya.

Tak tahu malu!

Banyak mata melihat aksi manjanya, apalagi dengan Ketua Osisnya. Tetapi dia menepiskan lengannya lalu mengusap dengan jijik.

Kella memutar bola matanya malas, sungguh ingin menghindar. Terlihat dari aksi manja Velyn tadi, mengekspos betapa sangat suka pada pria itu.

Azam memasang mata tajamnya. "Apa kau tidak merasa malu!" Bukan Velyn bila merasa malu, bahkan ia menautkannya kembali.

Azam menepis, lalu menjaga jarak. "Menjijikkan!" Hinanya lalu membersihkan lengannya.

Sebenarnya, dia perempuan macam apa? Tidak tahu malu mengumbarnya! Apalagi di depan adik kelasnya? Tidak sadar 'kah, dia Anggota Osis? Tidak mencerminkan, dan tidak patut dicontoh!

Velyn cemberut, dengan pipi menggembul. Mereka yang lihat merasa jijik. "Apa lihat-lihat! kalian iri akan kecantikan dan keeksotisan saya!" ucapnya dengan percaya diri membanggakan dirinya yang cantik.

Langkah Azam mendekat ke adik kelasnya. "Hmm ... masih tidak ingin menjawab?" tanyanya.

Kella merasa kesal dengan lelaki di depannya, dia selalu saja menyuruhnya untuk kembali ke UKS. Padahal Kella sudah merasa baikkan. Kella menghela napasnya. "Saya sudah merasa baik, jadi tidak usah dipermasalahkan!" jawab Kella ketus.

Azam menaikkan alisnya. "Bagiku kau belum sembuh, jadi sana ke UKS!" suruhnya.

Kella menggertakkan giginya, ingin sekali ia mencakarnya, tetapi teringat akan misinya.

Sabar!

Sabar, Kella!

Kella mengalah, akhirnya menuruti perintah dari Azam. "Baiklah!" turutnya dan Kella keluar barisan. 

"Antarkan dia!” Perintah Azam pada anggota OSIS lainnya.

•••

Ruang UKS.

Ruangan yang berbau obat, terlihat sepi dan hanya ada satu orang dokter. Dia memakai jilbab biru yang cocok sekali untuk setelan jaz putihnya. Kella di antarkan oleh kakak osis perempuan lainnya, ia mendekat ke meja milik Alana.

"Kamu ke sini lagi?" tanya Dokter Alana kembali berpaku pada peralatannya, dia menoleh melihat Kella.

Kella duduk di kursi. "Iyah," jawab dengan singkat.

Dokter Alana terkekeh lalu dia mengerutkan keningnya. "Pasti Azam yang nyuruh?" tebaknya.

"Iya," jawab Kella dengan datar.

Dokter Alana terkekeh lagi, "Dibilangin makan dulu, malah main kabur! Jadi gini, kan?" 

Kella mengerutkan keningnya dengan kekehan darinya, "Kenapa?" tanyanya. Padahal, tidak ada yang lucu!

Dokter Alana berhenti terkekeh, "Karena kamu lucu, hehe,” tawanya dengan canggungnya.

"Gak lucu, tuh!" Sekilas kecanggungan mengisi keduanya. Kella menatapnya dengan serius. "Dokter, boleh tanya sesuatu?" 

Alana beralih padanya, "Boleh, tanya apa?" Dia tersenyum lembut.

"Anda Dokter, 'kan?"

Dokter Alana menaikkan alisnya, ada sedikit kebingungan dengan pertanyaan. Bagaimana tidak, dia bertanya dirinya dokter atau bukan. Sedangkan, terlihat jelas jaz putihnya yang bersih dan rapi. Serta stetoskop yang di kalungkan

Mungkin, 'kah ia buta? atau sedang bercanda? Jika iyah, itu sama sekali tidak lucu!

Kella yang melihat wajah bingung wanita di depannya, tersenyum smrik. "Anda asik terkekeh, tapi belum memperkenalkan diri!" ujarnya.

Alana yang mendengar, mulai paham maksud darinya. "Hahaha! dari tadi kita berbicara, tapi tidak tahu nama saya?" Alana tertawa bahagia, dan mencairkan suasana.

"Jawab saja, Dok!" paksa Alana.

Alana tersenyum sembari menjulurkan tangan kanannya. "Perkenalkan nama saya Alana Smith Rahendra. Dokter cantik di sini dengan sejuta senyuman yang akan bikin semua orang meleleh!" 

Kella menatapnya tidak menduga, dokter ini terlalu narsis. Walau memang benar parasnya sangat cantik.

"Ehm!" dehemnya. Dokter Alana kembali menegakkan tubuhnya, dengan berwibawa. Dia sungguh seperti anak muda sekarang, terlalu narsis!

Kella bertanya, "Dokter, apakah di sini diberikan setiap data siswa berkunjung? atau." Lalu ada jeda beberapa detik. "Tentang keterangan sakitnya?" 

"Benar, memang kenapa? Oh! saya lupa, kamu belum menulis daftar hadir, kan?" Alana mendekat ke lemari kecil, tempat untuk beberapa obat. Dia membuka lemarinya dan mengambil buku note besar berwarna hijau. Kemudian menyodorkan pada Kella. "Kamu tulis di sini dan tanda tangan, okhey?" suruhnya sembari menunjuk pada note besar di mana Kella harus mengisi data diri dan tanda tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status