Share

2. Gagal Honeymoon

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-13 14:44:29

Part2

"Maafkan kalau kedatangan Papa dan mama ke sini menyusul kalian, membuat kalian tidak nyaman," ujar papaku yang baru saja ikut duduk bergabung bersamaku dan mas Gio di meja makan. Ibu mertua belum nampak, mungkin masih bersih-bersih.

"Ish, Papa, katanya pengen cepat dapat cucu, masa ngintilin anaknya terus." Aku melipat kedua tangan di dada. Papa hanya tertawa pelan, seolah-olah apa yang ia lakukan bukanlah hal yang buruk.

"Adik kamu kuliah. Bibik mudik. Papa mau nginep di rumah kamu, masa berdua saja dengan ibu besan? Wah, bisa repot nanti kalau Papa ngelindur jalan ke kamar Bu Sofi."

Huk! Huk!

Mas Gio tersedak pisang goreng kremes yang dibawa oleh ibunya.

"Iyalah, Pa, gak mungkin Papa malah nginep di saat kami gak ada di rumah. Benar sudah begini jalan ceritanya. Papa dan mama nyusul ke villa. Lagian bisa tidur di kamar masing-masing. Ada empat kamar dan aku rasa sangat cukup untuk kita. Sudah, jangan cemberut gitu sama papa, Sayang. Aku panggil mama dulu ya." Aku mengangguk tak semangat.

Kupandangi meja dapur yang terbuat dari marmer itu. Hayalanku bisa menikmati manisnya madu bersama mas Gio ala-ala novel dewas4, tetapi jelas tidak mungkin karena ada mama dan papa.

"Papa mau makan duluan?" tanyaku.

"Tunggu suami dan ibu mertua kamu saja." Papa menoleh ke belakang. Pintu kamar ibu mertuaku masih tertutup. Memang seperti itu, mas Gio selalu saja lama jika berada di kamar bersama mamanya.

Baru saja aku berdiri untuk menyusul suamiku, pintu kamar mama terbuka. Aku menghela napas saat melihat mas Gio keluar dari sana.

"Mama masih mandi. Berendam di bathtub, malah ketiduran."

"Oh, alah. Ya sudah, kita makan duluan saja kata mama." Aku pun mengangguk paham. Suamiku tersenyum saat aku mengisi piringnya dengan nasi dan aneka lauk pauk. Lima menit kemudian, mama ikut bergabung. Benar aku iri sekali dengan mama yang wajahnya begitu kencang dan mulus. Aku saja kalah mulus. Pantas saja papaku sering mencuri pandang pada mama, saat ia berkunjung. Satu lagi, papa jadi sering mampir ke rumah dengan alasan menjengukku, padahal aku yakin itu hanya alasan saja.

"Bu Sofi ketiduran di bathtub ya?" tanya papaku.

"Iya, Pak Aji. Saya kecapean habis fitnes. Langsung diajak healing ke sini, jadi emang belum tidur. Maklumlah, faktor U he he he ...."

"Gak keliatan loh, Bu Sofi. Aslinya Bu Sofi malah seperti adik kakak dengan Bunga. Bunga kakaknya, Bu Sofi adiknya ha ha ha ...."

"Papa apaan, sih? Gak lucu banget. Masa anaknya diledek!" Aku jadi tidak berselera makan. Bukannya membujuk, mas Gio malah ikut tertawa seperti papa .

"Sudah, jangan ngeledek Bunga. Ayo, cepat makannya!" Ibu mertuaku menengahi. Meski tidak berselera, tetapi karena aku kelaparan, maka aku pun terpaksa menelan nasi dan aneka lauk yang dibawa oleh mama.

Selesai makan, kami semua bersantai di ruang tengah. Dengan manjanya, mas Gio berbaring di paha mama, sedangkan aku duduk di samping papa. Bukan sekali dua kali, tetapi sering sekali mas Gio bersikap manja seperti itu pada makanya. Aku sedikit risih, tetapi mau bagaimana lagi? Mama mertua dan papaku berbincang begitu seru. Sesekali mas Gio menimpali, hanya aku yang jadi pendengar karena sudah tidak semangat lagi menikmati bulan madu bersama suamiku.

Aku sengaja menguap berkali-kali, berharap suamiku mengerti maksudku.

"Kalian masuk kamar, gih! Bunga udah ngantuk itu." Mama menarik tubuh mas Gio agar bangun. Namun, suamiku malah enggan dan tetap berbaring di paha.

"Nggak, ah, nanti saja, Ma. Bunga, tuh, di jalan tadi udah tidur. Masa udah ngantuk lagi sih, Sayang? Atau kamu mau tidur duluan aja gak papa. Aku nanti nyusul."

"Eh, jangan gitu, udah sana temani Bunga. Mama juga mau tidur aja deh. Pak Aji, saya istirahat duluan ya."

"Oh, baik, Bu Sofi. Saya masih mau nonton. Kalian duluan saja." Aku pun akhirnya bisa bernapas lega. Setelah mama masuk ke kamar, aku dan mas Gio pun ikut masuk ke kamar kami. Aku mengunci pintu, lalu melepas piy4maku tanpa malu-malu lagi. Mas Gio berbalik dan langsung tersenyum n4kal. Ia menggendongku menuju ranjang.

Tok! Tok!

"Gio, Bunga, maaf, ada minyak ur-ut gak?" suara ibu mertua membuat aktivitas mas Gio terhenti. Ia turun dari r4njang dan langsung memakai pakaiannya kembali, sedangkan aku tergugu sambil menutupi tu6uhku dengan selimut.

"Ada apa, Ma? Mama sakit?"

"Masuk angin ini kayaknya. Mama mau kerik aja sendiri. Maaf kalau Mama ganggu kalian."

"Nggak kok, Ma. Tunggu ya." Suamiku masuk ke kamar dan mengambil sesuatu dari tas ranselnya.

"Sayang, aku kerik mama dulu ya."

"Mas, biar aku saja!" Aku hendak turun dari ranjang.

"Gak usah, biar aku aja. Kamu tunggu di sini, aku gak lama." Pintu kamarku tertutup. Segera aku memakai p4kaian yang sudah berserakan di atas karpet. Aku keluar kamar dan melihat papa sudah terlelap di sofa. Aku menoleh ke kamar mama dan berjalan mendekat ke arah pintu.

"Pelan-pelan, Gio!"

"Iya, ini juga pelan."

"Hi hi hi ... jangan itu, g3li!" Aku mendelik saat mendengar suara mama mertua yang membuatku mu4l. Segera kutekan kenop pintu agar rasa penasaran ini segera tuntas.

Cklek!

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   12. Mertuaku dan Papaku

    "I-ni, Ma, t-tadi saya mau cari kartu keluarga yang seingat saya ada di lemari ini. Terus pas saya nyari, saya gak sengaja jatuhin tas Mama. Maaf ya, Ma." Mama langsung cemberut. Wajahnya antara panik dan juga kesal. "Mama memang selama ini gak pernah cerewet sama kamu, Bunga. Mungkin kamu termasuk menantu yang beruntung karena Mama mau bekerja seperti pembantu di rumah kamu ini, tetapi bukan berarti kamu bisa tidak sopan. Apalagi kamu bukan hanya menjadi menantu, tetapi akan jadi anak sambung Mama, jdi tolong kamu sopan!""Iya, Ma, maaf ya. Saya permisi, Ma. Kartu keluarganya gak ada di kamar Mama rupanya." Aku segera keluar dari kamar. Jantung ini rasanya sedikit nyeri. Kaki dan tanganku mendadak dingin hingga terasa ke perut. Masih ada hari esok. Jika nanti mama pergi ke suatu tempat, maka aku baru memeriksa kembali. Ada bukti apa yang bisa aku temukan di kamar itu. Aku tidak keluar lagi sampai langit berubah gelap. Aku rasa, mama pun juga. Makanan yang aku pesan online, sudah t

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   11. Mencari Bukti di Kamar Mertua

    "Bunga, hey! Kenapa, Sayang?" "Lepas, Mas! Aku dengar semua apa yang kamu katakan pada mama. Oh, jadi selama ini, kamu memiliki perasaan lain sama mama. Itu dosa besar! Kamu gila, Mas! Kamu sakit, kamu kelainan! Aku benci kamu, Mas! Ceraikan aku! Aku gak mau hidup dengan pria sakit seperti kamu! Ceraikan aku, ceraikan, Mas!" "Bunga, ada apa? Kamu mimpi apa? Kenapa mimpinya serem, Sayang?" aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Ternyata aku masih berada di kamarku. Bola mataku bergerak liar memastikan bahwa aku benar-benar aku tidak sedang bermimpi. Namun, mimpi itu sangat jelas aku alami. Tapi.... "Mas, ini jam berapa? A-aku mimpi apa? M-maksudnya aku bilang apa?" tanyaku masih setengah tidak percaya. "Kamu minta cerai. Kamu meracau tidak jelas. Tunggu, aku ambilkan air." Mas Gio meraih gelas di atas meja kecil yang ada di samping ranjang, lalu ia berikan padaku. "Mas, ini hari apa?""Senin, kenapa?""Mama dan papa udah pulang?" "Udah, aku yang bukain pintu tadi. Ini sudah jam dua. M

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   10. Hubungan Terlarang

    "Bunga, hey! Kenapa, Sayang?" "Lepas, Mas! Aku dengar semua apa yang kamu katakan pada mama. Oh, jadi selama ini, kamu memiliki perasaan lain sama mama. Itu dosa besar! Kamu gila, Mas! Kamu sakit, kamu kelainan! Aku benci kamu, Mas! Ceraikan aku! Aku gak mau hidup dengan pria sakit seperti kamu! Ceraikan aku, ceraikan, Mas!" "Bunga, ada apa? Kamu mimpi apa? Kenapa mimpinya serem, Sayang?" aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Ternyata aku masih berada di kamarku. Bola mataku bergerak liar memastikan bahwa aku benar-benar aku tidak sedang bermimpi. Namun, mimpi itu sangat jelas aku alami. Tapi.... "Mas, ini jam berapa? A-aku mimpi apa? M-maksudnya aku bilang apa?" tanyaku masih setengah tidak percaya. "Kamu minta cerai. Kamu meracau tidak jelas. Tunggu, aku ambilkan air." Mas Gio meraih gelas di atas meja kecil yang ada di samping ranjang, lalu ia berikan padaku. "Mas, ini hari apa?""Senin, kenapa?""Mama dan papa udah pulang?" "Udah, aku yang bukain pintu tadi. Ini sudah jam dua. M

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   9. Panggilan Sayang

    Part 9"Mbak, papa nginep di rumah Mbak Bunga?""Iya, Dre. Masih betah, kenapa?""Rumah sepi banget, Mbak. Cuma aku sama bibik. Bibik juga ngetem di kamar. Aku mau ajak temen nginep. Bilangin papa, boleh gak? Aku telepon papa, HP-nya gak aktif. Emang papa ke mna, Mbak?" aku melihat jam dinding yang sudah berada di angka sepuluh. Suamiku belum pulang, begitu juga papa dan mama Sofi yang sejak ijin pergi ke rumah sakit, belum ada pulang ke rumah dan belum juga kasih kabar. "Papa lagi keluar. Ada urusan katanya. Nanti Mbak bilangin. Temen kamu cowok'kan?""Iya, Mbak, temen kampus dua orang. Makasih Mbak-ku Sayang. Udah dulu ye." Panggilan dari Andre terputus. Aku kembali menelepon papa, masih sama, nada sambungnya sibuk. Ke mana sih? Pintu pagar terbuka. Rupanya mas Gio yang pulang dengan motornya. Aku membuka pintu rumah untuk menyambut suamiku. "Loh, aku kirain kamu udah tidur, Sayang. Tumben, jagain pintu!" Ia tersenyum begitu lebar setelah itu berhasil membuka hem full cap yang ia

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   8. Baju Wanita di Tas Suamiku

    Part 8"Bunga, ada apa? Kenapa HP Mama ada di tangan kamu?" aku sontak melemparkan ponsel logo apel digigit itu ke atas ranjang mama karena benar-benar kaget dengan suara mama. "Oh, itu, anu, ponsel Mama tadi jatuh di lantai, jadinya maksud saya mau dinaikin lagi ke ranjang. Itu, Ma, saya ada beli sop iga kalau Mama mau makan." Mama sudah menggenggam ponselnya dengan kuat. "Iya, nanti Mama turun makan. Kamu siapkan saja.""Baik, Ma." Aku segera pamit undur diri. Kali ini bukan pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk mama, melainkan pergi ke kamar papa. Aku ketuk dua kali, lalu aku tekan kenop pintu. Papa malah asik berdiskusi di depan laptopnya. Apa pesan tadi dari papa? Kenapa manggil sayang? Apakah sudah sedekat itu? Aku menutup pintu kembali, lalu bergegas ke dapur. Aku menyiapkan nasi dan juga sayur sop iga untuk mama. Jujur aku sangat penasaran siapa yang nama kontaknya Sayang. Apa mama punya pacar lain selain papa? Maksudku apa ada lelaki lain yang mendekati mama selain

  • Rahasia Suami dan Ibu Mertua   7. Panggilan Sayang

    Mama segera menaikkan kerah bajunya. "Iya, kecapean dan kedinginan waktu di puncak. Airnya dingin sekali. Badan Mama yang udah jompo ini, gak tahan rupanya. Jadi masuk angin deh!" Aku tersenyum tipis. Bukannya kata mama di kamar mandinya ada shower air hangat? Duh benar-benar memusingkan. "Kalian teruskan makannya ya. Mama gak enak badan beneran. Mau tiduran aja." Mama sudah berdiri dari duduknya, tetapi mama sempoyongan. Aku dan mas Gio segera membantu mama berjalan menuju kamar. "Ma, Gio bakalan sibuk banget minggu ini. Mama jangan sakit ya." Ibu mertua mengangguk lemas. "Sayang, mama agak demam nih, tolong ambilkan obat demam dan air hangat ya.""Oke, Mas." Aku pun segera ke dapur. Papa baru keluar kamar dengan mata panda. Jelas sekali papa baru banget bangun tanpa cuci muka lebih dulu. "Tumben sepi, pada ke mana?" tanya papa terheran. "Mama Sofi sakit, Pa. Ini air dan obat untuk mama." Belum lagi aku tuntaskan ucapanku, papa langsung berlari menghampiri kamar mama Sofi. Inik

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status