Share

Luka yang ditutup oleh 'luka' lain

Masih dalam ingatan Alin.

Firasat Alin pun mulai tidak enak.

"Hei! Kami di sini bukan untuk melihat drama kalian. Kamu di sini untuk merayakan anniversary Ricky. Jadi duduklah dan ikutlah sampai selesai," ucap teman Ricky yang menyentuh tangan kanan Alin.

"Anniversary siapa?"

Namun Ricky seolah tidak mempedulikannya, dia justru duduk disebelah Rinny. Alin yang melihatnya pun naik pitam.

"Aku tidak ada hubungannya dengan perayaan ini. Jadi, biarkan aku pergi!" pinta Alin.

"Tidak boleh, sebelum kau meminum ini. Kau tidak boleh pergi," bujuk teman Ricky yang menyodorkan gelas bening yang berisi minuman yang tidak berwarna.

Alin tidak ingin meminumnya, tapi tetap saja dipaksa.

"Ini hanya air putih, kau bisa melihatnya 'kan? Air ini bening."

Memang jika dilihat air itu bening seperti air putih, Alin yang tidak mau berlama-lama di sana pun segera mengambil gelas itu.

"Aku ingin seorang yang ada di pintu itu pergi terlebih dahulu!" seru Alin.

"Minum saja dulu."

"Jika dia tidak pergi, aku tidak akan meminumnya!" tegas Alin.

Kemudian orang yang di dekat pintu itu bergeser. Manik mata Ricky pun bisa melihat Alin yang terlihat masih dalam keadaan kesal saat itu.

Dengan cepat Alin yang saat itu kebetulan sedang haus karena sedari tadi belum minum pun dengan cepat menghabiskan air itu. Ada perasaan aneh saat meminumnya, karena terasa agak pait dan manis setelahnya.

"Dua gelas, ya?"

Dengan cepat Alin pun menolaknya dan berlari mendekati pintu, tapi seorang yang dekat pintu itu segera menahan Alin.

"Minggir!" perintah Alin dengan penuh amarah.

Kemudian terdengar suara dari belakang Alin yang terdengar tidak asing di telinganya.

"Fin, biarkan dia pergi."

"Tapi, Rick!"

"Biarlah, aku pun tidak nyaman bila dia di sini."

Mendengar hal itu, teman Ricky pun bergeser dan tanpa pikir panjang Alin membuka pintu serta bergegas lari.

Rasanya sungguh menyakitkan melihat dengan jelas rekan kerjanya bermain belakang bersama pacarnya sendiri. Hati Alin seperti disayat. Apa ini yang namanya sakit tidak berdarah? Alin sungguh menyesal bertemu dengan Ricky terlebih mengubah penampilannya yang dulunya cuek dan sekarang menjadi cantik.

Saat itu malam sudah sangat larut, di jalan pun hanya sedikit sekali orang yang lalu lalang. Alin terus saja berjalan hingga menuju jembatan yang cukup besar dipinggir jalan. Gadis itu mendekati jembatan dan melihat ke bawah jembatan yang terdapat air dibawahnya. Saat dirinya memperhatikan air tersebut, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing.

"Apa yang terjadi? Kenapa rasanya badanku mendadak menjadi terasa panas begini? Bahkan kepalaku pusing," gumam Alin.

Sekujur tubuhnya mulai gemetar, tangan Alin yang memegang jembatan pun ikut gemetar. Dan dia pun hampir kehilangan kesadaran dan tidak bisa melihat sekeliling dengan jelas. Namun saat Alin akan pingsan dan tubuhnya kehilangan keseimbangan, tapi di saat hampir jatuh ke jalan, tiba-tiba saja ada seseorang yang menangkapnya dari belakang.

Karena kepala Alin terasa begitu sakit dan berat, kesadarannya pun mulai menghilang.

Pria itu membawa Alin kesebuah hotel yang berada tidak jauh dari pinggir jalan. Sambil terus menggendong Alin di punggungnya, pria berkacamata itu memesan kamar dan segera menuju kamar yang dipesan.

Sesampainya dikamar, pria berambut hitam itu segera merebahkan tubuh Alin yang ramping itu ke atas kasur berukuran double. Padahal pria itu mengalihkan pandangannya kearah lain dan akan segera pergi, tapi secara tiba-tiba Alin terbangun dan menangis tersedu-sedu. Mendengar suara Alin, pria itu segera menoleh.

Karena tidak tega, pria itu kembali mendekati Alin dan mencoba menenangkannya dengan mengelus kepalanya. Namun di saat bersamaan, Alin yang masih dalam keadaan setengah sadar berkata, "Kenapa semua ini terjadi padaku? Padahal aku telah berusaha berubah menjadi cantik sebisaku, aku mengikuti semua yang diinginkannya, tapi dia mengkhianatiku. Aku tidak pernah ingin membuat orang lain terjebak masalah karenaku, tapi kenapa semua ini terjadi padaku?"

Dengan suara yang pilu, Alin mengatakan itu semua dan terus meneteskan air mata.

Tanpa mengatakan ap pun, pria itu terus saja mengusap kepala Alin hingga membuatnya merasa sedikit tenang. Sekiranya luapan emosi Alin berkurang dan pria itu menghentikan usapannya. Dengan cepat Alin justru menarik tangannya.

"Jangan pergi," punya Alin.

Saat itu Alin tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang bersamanya, tapi dia merasa orang tersebut adalah orang baik karena telah menolong serta membuatnya tenang.

Pada akhirnya pria itu pun duduk di samping Alin yang masih dalam keadaan terlentang.

"Tetaplah di sini bersamaku."

Itu kata-kata terakhir yang diucap Alin hingga akhirnya dirinya terlelap dalam tidur. Dan tiba-tiba saja terbangun saat ada suara ponsel berdering. Saat Alin membuka mata keadaan di kamar gelap dan matanya tidak bisa melihat dengan jelas. Karena Alin terbiasa tidak menyalakan lampu saat tidur, dia pikir itu adalah kamarnya, tapi ada yang aneh. Seluruh tubuh Alin terasa sangat sakit, bahkan pinggangnya terasa akan copot dari tempatnya. Dan betapa terkejutnya dia saat menyadari saat mendekatkan ponselnya ke telinga, seorang dari balik telepon memanggil nama Zen!

Alin pun seketika terhentak dan menyadari ada yang salah!

Ternyata benar, malam laknat itu membuat Alin terluka hingga tidak sadarkan diri. Dia menyadari bahwa yang diminumnya itu bukan lah air biasa. Terlebih yang membuatnya lebih mengejutkan lagi, Alin justru tidur dengan Kaizen Calix yang merupakan suami dari sahabatnya Gaurika.

***

Setelah mengingat semua itu, Alin merasa sungguh berdosa dan berharap Gaurika tidak mengetahuinya.

Tapi satu hal yang pasti, Alin sama sekali tidak mengingat dengan jelas apa yang dirinya lakukan bersama Zen, tapi yang diingatnya ... Zen memeluk tubuh Alin dengan sangat lembut dan setelahnya Alin seperti kehilangan kesadaran lagi.

Alin masih termenung di atas ranjangnya, kemudian sang ibu mengetuk pintu kamarnya.

"Alin, ada yang temanmu datang berkunjung," ucap sang Ibu.

Sontak saja itu membuat Alin sangat terkejut! Bagaimana tidak? Keadaan Alin saat itu sangatlah kacau. Wajahnya merah dan matanya bengkak. Tidak mungkin dia bisa bertemu seseorang dalam keadaan seperti itu.

Alin pun dengan cepat menjawab sang Ibu, "Aku tidak enak badan, Bu. Bilang saja aku sakit."

"Tapi dia Gaurika. Dia sudah menunggumu di ruang tamu. Padahal tadi Ibu sudah menyuruhnya langsung ke kamarmu, tapi dia menolak dan memilih menunggu di ruang tamu. Sepertinya dia menyadari kau sedang sakit, karenanya dia membawa buah."

Mendengar hal itu, sontak saja membuat Alin kebingungan. Padahal dia hendak menghindari Gaurika karena kejadian semalam, tapi kenapa Gaurika justru datang ke rumah Alin. Alin berusaha menolak Gaurika dengan berbagai cara sampai mengatakan bahwa matanya merah dan sakit.

"Katakan saja mataku merah, Bu. Aku tidak ingin dia ikut sakit karena sakit mata 'kan menular."

"Tutup saja matamu dengan kacamata hitam milik Erin, nanti Ibu ambilkan dulu."

Seketika Alin pun mulai gelisah karena sang Ibu justru memaksanya untuk menemui Gaurika.

***

Note : *Mitosnya sakit mata akan menular jika orang yang sehat melihat mata merah orang yang sakit. Faktanya sakit mata tidak begitu saja menular hanya dengan menatap atau beradu pandangan dengan orang yang sedang sakit mata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status