Share

Chika Kenapa?

Penulis: Perarenita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 07:18:39

Bu Wati tersenyum kikuk. Sikap tegas sang menantu tak ubah meskipun sudah 7 bulan mereka tak berjumpa, "baiklah, Nak. Maafkan Ibu ... tapi kamu harus percaya pada Ibu, Ibu tidak menjewernya, Ibu tadi mengambil semut di telinganya. Iya, 'kan," kata Bu Wati seraya menoel lengan Wiwid agar wanita itu mendukung ucapannya. 

Bi Wiwid hanya mampu menundukkan kepalanya, lalu menjawab dengan terbata, "i-iya, Bu. Tadi ada semut di telinga saya," ungkap Bi Wiwid. 

Rosa tahu bagaimana sikap wanita tua yang bergelar Ibu untuk suaminya ini, ialah wanita yang memiliki sikap seperti bunglon, jadi bagaimana Wiwid menjawab, ia mengerti bahwa jawaban itu hanyalah sebuah keterpaksaan. 

"Ya sudah, Wid. Tolong buatkan nasi goreng, ya." Pinta Rosa pada Art-nya. 

"Baik, Bu," jawab Wiwid cepat, lalu bergegas pergi ke dapur untuk menyajikan nasi goreng kesukaan majikannya seperti biasanya.

'Loh, nasi goreng? Rumah semewah ini kok sarapannya nasi goreng?' monolog Bu Wati dalam hati, 'gagal dong mau manjain perut,' monolognya lagi. 

Sontak wajah yang tadinya semringah kini berubah jadi cemberut, hatinya kecewa sebab sarapan di rumah sendiri mau pun di rumah mewah menantunya, sama-sama nasi goreng. 

"Ibu sama siapa?" tanya Rosa memecahkan keheningan. 

"Ibu sendiri," jawab Bu Wati seadanya. 

"Bapak nggak ikut? Kemarinkan saya sudah kirim pesan ke Hani agar kalian semua ikut kesini." 

"Nggak tau tu, pada males berangkat katanya. Kamu tahu sendiri, 'kan dirumah Kakakmu tidak bisa apa-apa, jadi terpaksa Ibu sendiri yang pergi, karna Bapak yang akan mengurus kakakmu selagi Ibu pergi." 

"Apa Mas Farid tidak merindukan Chika, Bu?" 

"Ntahlah, kakakmu masih sama, hari-harinya selalu murung, seperti tidak ada gairah untuk hidup. Capek kadang Ibu ngurusinnya! Dari kecil, sudah di urus, sampai tua juga masih Ibu yang urus! Haduh, Rosa ... bisa kamu bayangin betapa lelahnya Ibu," ungkap Bu Wati seraya menjatuhkan diri di atas sofa empuk yang ada di ruang tamu itu. 

"Dulu Ibu selalu ngebanggainnya, Ibu juga pernah, 'kan ngerasain hasil keringatnya, jadi ... janganlah Ibu bilang begitu. Mas Farid mungkin butuh perawatan ekstra, selain syok mungkin Mas Farid juga kaget karna keadaan tiba-tiba berbalik seratus delapan puluh derajat," ungkap Rosa. 

Ia masih ingat betul bagaimana dulu sang mertua membandingkan Hasan dan Farid. Namun, anak kebanggaannya yang dulu bergelar Manajer itu kini tak ada bedanya seperti bayi. Semua, apa-apa harus di bantu. Bahkan, untuk buang air besar pun langsung di dalam celana. Keadaan Farid kian hari kian memburuk, yang ia lakukan hanya duduk di kursi roda seraya menatap langit dari jendela kamarnya. Menjenguk, dan bertanya kabar tentang Chika pun tak pernah ia lakukan. Farid seakan lupa bahwa gadis kecilnya kini di besarkan oleh adik iparnya. 

"Mau perawatan ekstra yang gimana? Di anjurin rawat jalan sama dokter saja dia tidak mau. Kalo di tanya banyak diemnya. Bengong aja di depan jendela. Entah apa yang di lihatin." 

"Huffff," Rosa menarik nafasnya dalam. Entah bagaimana ia harus bersikap. 

"Apa Hasan tidak pulang?" 

"Belum tahu, Bu. Katanya akan di usahakan." 

"Duh, gimanaa sih. Semenjak jadi bos kok Ibu nggak pernah di tengok." 

"Bukan nggak mau nengok, Bu. Mas Hasan masih di Padang merintis proyek barunya." 

"Wih, pasti banyak duitnya?" 

"Iya, banyak, Bu! Banyak sekali!" sahut Rosa. "Ibu kalo mau bisa ke dapur bantu Bi Wiwid nyiapin keperluan untuk acara nanti, tapi kalo nggak mau juga Ibu duduk aja disini nonton TV, atau main sama Chika, saya mau mandi dulu," lanjutnya berkata. 

'Ihhhh, enak saja ke dapur! Apa kamu pikir Ibu datang ke sini untuk jadi pembantu?' omel Bu Wati, tetapi hanya dalam hati. 

Tak perlu menunggu jawaban sang mertua, Rosa pergi begitu saja meninggalkan Bu Wati di ruang tamu seorang diri. Banyak hal yang harus di tatanya hari ini, termasuk mengecek keperluan untuk acara nuju bulan nanti. Soal makanan ia tak perlu repot karena ada pihak catering yang bertanggung jawab. 

Krekkkk. 

Rosa masuk ke kamar, sebelum mengawali hari dia akan menyegarkan diri, "loh, Chika? Kenapa main di kamar? Apa Chika nggak kangen sama nenek?" tanya Rosa yang heran melihat keponakannya itu hanya berdiam diri di dalam kamar bermain boneka. 

"Chika takut, Tante," ucapnya seraya berbisik, seakan takut bila ada yang mendengar ucapannya. 

"Takut kenapa sayang?" Rosa berjalan mendekati keponakannya lalu duduk di sebelahnya, dan bertanya dengan lembut, "Nenek nakal sama Chika?" kata Rosa berusaha mencari jawaban atas kerisauan yang jelas terlihat di mata gadis kecil itu. 

Lama tak ada jawaban, Chika hanya diam seperti sedang ketakutan. Hal itu membuat Rosa jadi penasaran. Sebenarnya apa yang di lakukan  Bu Wati pada Chika sebelum dirinya bangun tadi? 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Kamar 16

    "Jangan mengada-ngada, Pah! Mentang-mentang dia lelaki pilihan Papah, jadi Papah mau bela diri gitu?" ungkap Rosa setelah hening beberapa saat."Astagfirullah, Papah tidak membela diri, tapi memang benar Hasan sedang kritis!""Sudahlah, Pah. Itu lagu lama, tidak perlu melakukan apapun untuk mengambil rasa simpati Ros. Ros muak dengan semuanya!" ucap Rosa, seraya menutup pintu, tetapi dengan cepat di tahan oleh ayahnya. "Tunggu dulu, Ros!" "Apa lagi, Pah? Hasan kritis? Hasan di jebaklah, inilah itulah. Apa lagi alasan yang akan Papah katakan demi menutupi kebobrokannya?" ucap Rosa kesal, "sekarang gini aja, Pah ... Papah punya bukti? Foto atau apa gitu yang menunjukkan bahwa sekarang dia benar-benar kritis. Lagian, kalo dia kritis kenapa pula Papah mencarinya kesini?" lanjutnya menyangkal, dan tak akan percaya sebelum dirinya benar-benar melihat langsung kondisi lelaki yang sudah membuatnya sakit hati. "Kamu ingat, teman yang Papah bilang kecelakaan, waktu di rumah sakit? Dia bukan

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Kalang Kabut

    Banyak pasang mata yang memperhatikannya, terutama melihat kaki Hasan yang masih di gipsun, dan wajahnya yang penuh memar. Pengunjung rumah sakit merasa heran melihat Hasan berjalan tergesa-gesa menuju Valet Parking. Hasan tak perduli dengan tatapan-tatapan itu, fokusnya hanya satu, harus pergi dari sini sebelum ayah mertua bangun, dan menyadari bahwa dirinya tidak ada di ruangan itu lagi. "Semoga Papah masih tidur," gumamnya sambil terus melangkah, membawa gipsun di kakinya.Sudah cukup jauh ia melangkah dengan tertatih-tatih, Hasan pun sampai di tempat tujuan. Mobil miliknya masih ada di sana, tak bergerak sedikit pun, tempatnya masih sama seperti saat kemarin ia mengantarkan istrinya ke rumah sakit ini. Namun, setelah sampai di sana Hasan tak bisa membuka pintu mobil itu karena ia tak memiliki kuncinya. "Argh! Sial! Kemana kuncinya!" teriak Hasan frustasi. Ia kembali mengingat, dan mencoba mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan kunci mobil. "Celana ... Iya! Kunci itu ada

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Kembali Ke Padang

    Rosa diam, dan memutar otak, menduga-duga kemana perginya sang suami. Setelah pertengkaran mereka malam itu, Hasan sama sekali tak menampakan batang hidungnya, bahkan di saat dirinya terbaring lemah di rumah sakit, lelaki itu sama sekali tak datang walau sekedar menemaninya. Apakah Hasan kabur bersama Mawar, atau mungkin .... "Nak," panggil Bu Wati.Panggilan itu menyadarkan Rosa dari lamunan panjangnya, pikiran buruk, dan prasangkanya terhadap sang suami, "kalau begitu saya permisi dulu, Bu," kata Rosa. Tak mungkin ia menyampaikan berita perpisahan ini kepada mertuanya. Rosa tak sampai hati untuk mengatakannya. "Loh, baru juga datang. Makan dulu ya, Ibu masakin sup bakso, mau?" tawar Bu Wati, hatinya sedikit kecewa karena map kuning itu tak kunjung di berikan kepadanya. "Tidak, Ibu ... terimakasih, ada hal yang harus saya urus. Lagian, Chika di rumah saya tinggal sama Bi Wiwid, kasihan." "Ah, iya ...," ucap Bu Wati gantung, sebab ia pun lupa bila ada cucu lain yang ia miliki, "ja

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Pisah Rumah

    Rosa menoleh ke sumber suara, lelaki itu ... dia adalah Farid. Meski hanya kepalanya saja yang terlihat, dan rambutnya yang gondrong, tetapi mendengar suaranya Rosa masih ingat bahwa lelaki itu adalah Farid, sesorang yang pernah menghina ayah, dan juga suaminya saat di kantor Nuansa. "Eh, Pak Erik, 'kan ya?" sapanya saat berpapasan dengan lelaki tua itu. "Ada perlu apa datang ke sini, Pak? Mau melamar peker-jaan? Oh, ya bagian secur-ity ada tu, kebetulan yang jadi secu-rity baru saja mengundurkan diri," ucapnya berlaga sombong. "Kamu siapa?" tanya Pak Erik, yang memang tak begitu hapal dengan anggota karyawan sini. "Saya ... perkenalkan, saya Farid, dan saya manager di perusahaan ini. Semua keputusan ada di tangan saya, dan saya yang memimpin semua karyawan disini. Bapak ini, orang tua Rosa, 'kan?" Pak Erik tersenyum, mungkin ini yang di bilang putrinya kemarin. Saudara suaminya ada di bagian manajer. Lihatlah, betapa songo-ng, dan sombongnya dia memperkenalkan diri. Apa dia tidak

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Rumah Mertua

    Selang menyelang, serta infus yang melekat di tubuh Hasan, tak ia hiraukan. Hasan beranjak dari tidurnya setelah 24 jam koma. "San!" panggil Pak Erik, ia berusaha menahan Hasan yang tengah melepas selang-selang itu dari tubuhnya."Kamu masih sakit, mau kemana! Jangan di lepas alat itu," ucap Pak Erik."Aku harus ke Padang, Pah! Aku harus menemukan bukti, bahwa aku tidak bersalah! Rosa, dia pasti menungguku," ungkap Hasan, sambil bersikeras melepas berbagai jenis selang yang melekat di tubuhnya."Sabar! Tenang dulu! Papah tahu kamu gelisah, tapi ingat kesehatanmu belum pulih! Tunggu sampai keadaanmu membaik!""Tidak, Pah. Aku harus ke Padang sekarang! Wanita sinting itu sangat berbahaya," ucap Hasan, ia masih ingat betul bagaimana Mawar memperlakukan dirinya, bahkan menyuruh anak buahnya untuk menghajar dirinya. Hasan trauma, ia pun takut bila Mawar akan menyakiti Rosa juga"Papah tahu. Dia sudah Papah amankan. Kamu tidak perlu khawatir!"Sontak Hasan langsung mematung, tangannya diam,

  • Rahasia di Balik Perjalanan Dinas Suamiku   Gelagat Hasan

    Rosa turun dari mobil dengan perasaan tak karuan memandangi rumah yang hampir 1 tahun ia tempati, dan 7 bulan terakhir tanpa seorang suami menemani. Wajahnya datar tanpa ekspresi, perutnya yang membuncit sedikit di elusnya, sambil berjalan Rosa menatap sekitar halaman rumahnya. Bunga-bunga yang bermekaran, dan selalu ia rawat, kini tampak gersang ... segersang hatinya sekarang."Bu, saya jemput Chika dulu," kata Bi Wiwid sebelum mereka masuk ke dalam rumah. "Eum," sahut Rosa sambil menganggukan kepalanya. Bergegas Bi Wiwid pergi ke rumah yang ada di sebelah rumah majikannya. Rumah Nara, tadi ia menitipkan Chika di sana. Sedang Rosa, ia masuk duluan ke dalam rumah, perasaannya semakin tak karuan kala melihat taman yang ada di halaman belakang. Taman itu tempat yang ia gunakan untuk acara nuju bulan, tetapi serangkaian acara itu telah hancur bersama datangnya badai, juga sebuah kenyataan yang selama ini tidak ia ketahui. "Jadi ... kamu benar-benar mengkhianati aku, Mas," lirih Rosa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status