Share

Rahasia di Ruang Kerja Suamiku
Rahasia di Ruang Kerja Suamiku
Author: Azalea

Keanehan Suamiku

“Argh!”

Mataku yang baru saja terpejam kini melebar mendengar suara orang menjerit. Diiringi suara isak tangis.

Kutajamkan pendengaran untuk memastikan apakah itu benar adanya atau hanya halusinasi saja. Sebenarnya ini kali kedua aku mendengar itu dan posisinya sama, saat Mas Nata tidak ada di rumah.

Jantungku bertalu dengan riuh. Kulirik jam yang menunjukkan pukul dua belas malam lebih lima menit. Aku semakin merasa takut apalagi Mas Nata tidak ada di rumah, tadi dia bilang harus lembur makanya tidak pulang.

Sudah bukan hal aneh karena pekerjaannya begitu menumpuk, dia seorang CEO di perusahaan milik orang tuanya. Lelaki gila kerja yang tidak akan pernah mau beranjak dari tempat duduknya sebelum pekerjaan selesai.

“Arghhh!”

Jeritan selanjutnya kudengar begitu pilu. Aku sampai merinding dibuatnya. Apa orang itu disiksa sampai menjerit begitu? Tapi dari mana suara itu berasal?

Dengan cepat aku turun dari ranjang dan berlari menuju kamar putriku. Setidaknya di sana aku tidak sendiri.

“Mama kenapa?”

Yuna sampai terbangun karena aku yang grasak-grusuk naik ke tempat tidurnya.

“Papa belum pulang jadi Mama mau tidur di sini.”

Dia mengangguk lalu kembali memejamkan mata.

Aku tidak akan pernah bisa tidur jika tetap berada di kamarku sendiri karena suara itu terdengar sangat jelas. Aku bukan orang yang percaya hantu.

[Mas, kapan pulang?]

Saking takutnya aku langsung mengirimkan pesan pada Mas Nata.

Padahal sebelum-sebelumnya tidak ada hal janggal seperti ini. Aku sudah tujuh tahun menghuni rumah ini semenjak menikah dengan Mas Nata.

[Mas di jalan, sayang. Sebentar lagi sampai.]

Sekarang baru aku bisa bernapas lega setelah membaca pesan darinya.

Mataku tidak bisa terpejam kembali karena mendengar suara itu, padahal tadi sudah ngantuk berat. Perutku bermasalah sampai harus bolak-balik ke toilet dan sekarang baru merasa lebih baik.

Aku, Hana Latifa Zahwa seorang ibu rumah tangga yang awalnya hanya staf biasa di kantor Mas Nata dan menjelma menjadi istrinya, sebuah takdir yang tidak pernah kusangka.

Sekarang Yuna sudah mulai masuk taman kanak-kanak. Dia sangat aktif dan ceria. Kehadirannya menambah kebahagiaan rumah tanggaku dan Mas Nata.

Deru suara mobil terdengar membuatku gegas keluar untuk melihat karena sebenarnya itu sudah pasti Mas Nata.

“Mas.”

Aku langsung berhambur memeluknya saat dia membuka pintu.

“Kenapa?”

“Aku tadi dengar suara aneh, Mas. Tidak mungkin rumah ini ada hantunya ‘kan.”

“Ngaco! Mana ada hantu.”

“Aku serius, Mas. Ini sudah kedua kali aku mendengar, sebelum ini juga pernah.”

“Dimana kamu dengar? Coba aku mau tahu.”

“Saat aku pindah ke kamar Yuna, suara itu tidak terdengar lagi. Tapi saat di kamar kita suaranya sangat jelas. Sepertinya kita harus adakan pengajian deh, Mas. Takutnya memang ada yang menunggui di sini, aku takut.”

Mas Nata terkekeh, dia mengacak rambutku pelan, “Ada-ada saja. Ya sudah, ayo tidur lagi. Aku mau mandi dulu.”

“Mas, ini tengah malam loh. Masa mau mandi.”

“Gerah, sayang. Biar tidurnya nyenyak juga.”

Kulihat juga Mas Nata tampak berkeringat padahal aku malah merasa dingin.

Dia meraih tanganku, bergandengan tangan menuju kamar. Ini yang kusuka darinya, sikapnya selalu manis tidak peduli dalam kondisi apapun. Keberuntunganku sudah terpakai dengan dinikahi lelaki ini.

“Kamu tidur duluan, aku mau mandi,” katanya sambil menangg*lkan kemeja yang dikenakan.

Mas Nata masuk ke dalam kamar mandi sedangkan aku duduk di tepi ranjang menunggunya.

Tidak ada lagi suara-suara itu kudengar. Apa mungkin hanya halusinasi saja? Entahlah. Aku enggan memikirkannya.

Di sebelah kanan kamarku itu ruang kerja Mas Nata sedangkan sebelah kiri ada kamar Yuna. Apa mungkin suaranya dari sana ya? Dari ruang kerja Mas Nata.

Aku jarang masuk ke sana juga soalnya.

Hanya beberapa menit Mas Nata mandi, dia keluar dengan rambutnya yang basah.

“Apa gerah banget sampai kamu keramas, Mas?”

“Hm.” Dia menyahut sambil mengeringkan rambutnya.

“Mas, lain kali kurangi begadangnya. Kamu juga harus pikirkan soal kesehatan kamu.”

“Iya, besok aku tidak akan lembur. Pekerjaan sudah selesai hari ini.”

Dia melangkah menuju walk in closet dan kembali dengan baju tidur yang sudah melekat di tubuhnya yang kekar.

“Besok emang libur, Mas. Jelas tidak akan lembur.”

“Berarti waktu kita untuk jalan-jalan ya?”

“Tentu saja. Kalau sampai kamu ingkar seperti minggu kemarin, Yuna pasti akan merajuk.”

***

Sambil menunggu Mas Nata dan Yuna yang sedang joging, aku membuatkan cemilan untuk mereka. Di rumah ini memang art hanya datang untuk membersihkan rumah saja, sedangkan soal memasak aku sendiri yang turun tangan. Aku ingin berperan dengan ibu rumah tangga yang sesungguhnya.

“Mas Nata tadi belum membawa keluar bekas kopinya.”

Aku berbalik menuju ruang kerjanya. Tadi dia memeriksa dokumen di sini sebelum pergi bersama Yuna.

Di atas meja kerja tidak ada cangkir kopi padahal belum dikembalikan ke dapur. Pandanganku menyapu ruangan dan mendapati cangkir itu ada di lemari tepat di samping patung kuda kecil. Mas Nata memang suka sekali barang-barang antik.

Kemarin Yuna melihat patung ini dan ingin memainkannya tadi tidak belum kesampaian karena kubilang harus izin dulu pada papanya. Sepertinya Mas Nata juga tidak akan keberatan kalau aku mengambilnya, nanti kubersihkan dulu karena tampak sedikit berdebu padahal sering dibersihkan.

“Loh, kok susah?” Aku mencoba menarik patung itu dari tempatnya namun yang terjadi malah lemari yang bergeser menampakkan tangga menuju sebuah ruang.

Aku bahkan baru tahu Mas Nata memiliki ruangan bawah tanah. Ternyata patung itu kunci untuk membukanya. Jadi penasaran apa isi di dalam ruang bawah tanah, pasti keren seperti yang ada di dalam film.

Bergeser untuk melihat isinya dan sedikit berjongkok.

Mataku terbelalak, refleks aku membekap mulut melihat isi ruang bawah tanah itu.

Hatiku mencelos mendapati pakaian d*lam wanita teronggok di sana bersebelahan dengan sebuah ikat pinggang yang kukenali itu milik Mas Nata. Aku bahkan belum pernah menginjakkan kaki di ruangan itu.

Apa yang sebenarnya dia lakukan di belakangku? Apa ada hubungannya dengan suara rintihan yang tadi malam kudengar?

“Sayang, kamu dimana?”

Deg!

Itu suara Mas Nata

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status