Share

Bab 3

Penulis: YL Wanodya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-26 21:36:25

“Apa dia tidak tahu sopan santun dan … ah, sudah tidak ada waktu lagi untuk menggerutu!” gerutu Melody.

Kini ia seperti wanita kalang kabut, bagaimana tidak? Ia akan dilamar oleh seorang anak pengusaha properti ternama.

“Ibu,” teriak Melody dengan sayup-sayup keluar kamar.

“Ada apa, Nak?” tanya Larasati pada ana sulungnya.

Melody menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia sudah kehabisan kata untuk menjelaskan pada ibunya kali ini.

“Ada apa, Mel? Kamu terlihat sangat cemas, coba bilang ke ibu tentang apa?” todong tanya Larasati. Manik matanya masih menatap lekat ke anak sulungnya itu.

“Bu, aduh aku gak punya banyak waktu, aku jelaskan secara singkat aja ya. Jadi, tadi pagi Pak Johar datang menagih hutang judi ayah. Dan ibu tau? Ternyata ayah menjadikan aku jaminan untuk hutang 75 juta. Ibu aku berasa langsung gila saat itu juga,” jelas Melody yang cukup panjang.

Ia terlihat menghela nafasnya cukup panjang, “Setelah Pak Johar keluar rumah, aku niatnya mau cari angin dan …,” pada part ini Melody merasa ragu untuk bercerita.

Larasati mengamati lekuk wajah anak sulungnya dengan tatapan penuh.

“Mel, apa yang terjadi setelah itu?” tanya Larasati yang sudah tidak sabar itu.

Ia mengoyak tubuh Melody berulang kali, “Mel, apa yang terjadi padamu setelah itu!” pekik Larasati keras.

“Aku menabrak mobil milik Andrean Putra Zahari, Ibu!” teriak Melody tanpa aba-aba.

Sontak Larasati membungkam mulut Melody dengan dua tangannya. Matanya membelalak dengan kejut yang tidak bisa ia definisikan bagaimana.

“Mel, kamu dalam bahaya! Lalu bagaiamana? Apa kamu diminta ganti rugi atau-“ belum sempat kalimat tanya itu lengkap.

“Aku diminta menjadi istri siri Andrean, Bu. Dengan catatan aku harus bisa melahirkan anak untuknya,” tutur Melody dengan berbisik.

“Apa kamu sudah gila?” hardik Larasati. Jika tidak ada rasa kasihan, mungkin tangan itu sudah melayang pada pipi anak sulungnya.

Melody hanya menundukkan kepalanya, sebelum ini ia sudah yakin jika ibunya akan marah besar. Tapi, ini bukan waktu untuk saling diam dan marah.

“Sore ini dia akan datang, Bu. Dia akan melamarku dan menikah secepatnya,” jelas Melody dengan penuh keraguan.

Larasati sudah tidak mampu menumpu tubuhnya, ia terduduk di lantai dengan tatapan kosong. Pusing tujuh kepalang, ia tidak menyangka akan terjebak situasi seperti saat ini.

“Mel, kamu benar-benar ya,” lirih suara Larasati. Ia kini memeluk Melody dengan erat.

“Bu, keputusan ini aku ambil demi bisa membayar hutang ayah dan membiayai hidup ibu dan adik. Kali ini aku minta maaf, dan … aku sangat gegabah, yang aku tahu hutang ayah harus segera lunas,” jelas Melody dengan membalas dekapan hangat Larasati.

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu yang terdengar nyaring membuat Melody terdiam. Sepasang manik mata itu saling menatap lurus.

“Bu, jangan-jangan itu ….” Ucapan Melody terhenti.

“Permisi, mencari siapa?” tanya Lily, adik Melody.

“Ekhm, aku mencari Melody Anastasya,” singkat dan tegas.

Melody dan Larasati hanya bisa menghela nafas panjang. Benar saja dugaan keduanya, Andrean sudah datang dengan membawa beberapa bodyguard.

“Bu, ini bagaimana?” tanya Melody dengan penuh rasa cemas.

“Ibu hanya bisa mendoakan, selebihnya kamu yang menjalani ini semua. Jadi, ayo kita temui saja,” tutur Larasati lembut.

Manik mata keduanya mendapati Andrean yang sudah duduk di ruang tamu. Entah ke mana perginya Lily.

“Selamat sore, maaf mengganggu waktumu,” ucap Andrean.

“Tuan Andrean ini ibu saya namanya Larasati,” sebuah perkenalan singkat dari Melody. Diikuti dengan anggukan pelan dari Larasati.

Andrean terlihat menghela nafasnya cukup panjang. Kini ia terlihat lebih serius daripada tadi saat datang.

“Ekhm, sebenarnya kedatanganku ke sini untuk melamar anak ibu Larasati. Saya sudah mengamati Melody beberapa bulan belakangan, dan saya berniat menikah siri dengannya. Apa Melody sudah bercerita tentang rencana saya?” jelasnya dengan tegas.

Singkat Larasati menatap ke arah anak sulungnya, dengan tatapan penuh keyakinan ia mengangguk.

“Ya, Melody sudah bercerita tentang Anda, Tuan Andrean. Saya tidak bisa mengambil keputusan sepihak dan melarang anak saya, apalagi jika dia sendiri sudah menyetujui itu,” ucap Larasati dengan penuh rasa ragu.

“Tapi, jika boleh meminta saya ingin anak saya mendapatkan jaminan pernikahan itu sendiri. Saya tidak mau saat kalian akan bercerai atau apa pun itu, ia akan kesulitan nantinya,” tambah Larasati.

Di luar prediksi Melody, ia tidak menyangka jika Larasati memberikan syarat mutlak pada Andrean. Lelaki di hadapannya itu seolah sedang berpikir sejenak.

“Jadi, apa jaminan yang diminta oleh ibu Larasati ini?” tanya Andrean dengan entengnya.

“Jaminan kesehatan dan jaminan hidup tanpa ada gangguan dari keluarga atau orang terdekat, Anda!” tegas Larasati dengan mata yang penuh keyakinan.

“Deal!” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Andrean.

Jabatan tangan yang diulurkan Andrean di balas oleh Larasati dengan penuh rasa yakin. Kini, keduanya resmi mendapatkan restu dari orang tua Melody.

“Besok pagi akan ada mobil yang menjemput kalian berdua, oh iya meskipun menikah siri tetap membutuhkan ayah Melody. Semua sudah aku siapkan lengkap, jadi sisanya tolong urus dengan baik,” jelas Andrean tanpa basa-basi.

“Setelah semuanya cukup, aku pamit dulu. Terima kasih sebelumnya,” pamit Andrean dengan beranjak dari ruang tamu Melody.

“Kembali kasih, Tuan Andrean.”

***

Pagi-pagi sekali sebuah mobil sudah menjemput Melody dan Larasati. Dengan baju yang serba putih itu, Melody dan Larasati memasuki mobil. Tanpa sepengetahuan Rokim, ayah Melody.

“Ibu aku sangat takut,” ucap Melody lirih.

“Tidak apa-apa, kamu pasti bisa melakukannya,” tenang Larasati.

Tibalah keduanya di sebuah rumah megah dan mewah, kedatangannya kini disambut hangat oleh seorang wanita paruh baya.

“Oh ini, senang bertemu denganmu, Nak,” sapa seorang wanita paruh baya itu.

“Duduklah, kita menunggu penghulu yang akan datang 10 menit lagi,” ucap Andrean.

Manik mata yang kini berhasil menatap sekilas raut wajah Andrean. Melody hanya bisa mengulas senyum tipis.

‘Dia sangat tampan!’ batinnya.

“Jangan pernah berusaha merebutnya, dia milikku!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 40.

    "Dokter! Bagaimana keadaan menantu dan cucu saya?" seru Anjela tatkala dokter yang menangani Melody keluar dari ruangan. "Syukurlah, Nona Melody dan bayi laki-lakinya selamat. Setelah ini akan dipindahkan ke ruang rawat untuk nona Melody. Untuk bayi laki-lakinya akan dibawa ke ruangan khusus dulu, sampai kondisinya membaik," papar Dokter yang menangani itu. "Baik, lakukan yang terbaik! Terima kasih banyak." Anjela menangis dengan tersedu-sedu, Andrean yang kini masih belum siuman. Membuat dirinya sangat rapuh. "Bagaimana semua ini terjadi begitu saja," keluhnya. "Halo, Bu. Bagaimana keadaan suamiku?" dengan histeris Nadea bertanya-tanya. "Ke mana saja kamu?" pekik Anjela keras. Dengan penuh emosi ia tidak dapat menahan diri. Jika saja tidak ada perawat yang menahannya, sudah pasti Nadea tidak selamat dari serangan Anjela. "Aku baru saja bertemu temanku, Bu," elak Nadea. "Sialan ya kamu, bisa-bisanya mau meracuni menantuku!" pekiknya keras. Tidak berselang

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 39

    [Nona Nadea, saya ingin bertemu.] Lasmi. Nadea terpaku menatap layar ponselnya, pesan dari Lasmi berhasil membuatnya mengulas senyum. "Akhirnya, rasakan kau, Melody!" gumamnya dengan penuh kekesalan. "Senyum-senyum sendiri, gila ya, Nad?" tanya seorang wanita di samping Nadea. "Lihat, pasti dia berhasil!" tunjuknnya. Teman Nadea hanya bisa mengulas senyum dengan memberikan tepuk tangan kecil. "Wanita kalau udah licik emang beda ya, lagian ada aja suamimu itu. Dimintai nikah siri malah mau nikahin sah," timpalnya. "Udahlah, yang penting udah berhasil sekarang. Aku duluan ya!" pamitnya. Segera Nadea meninggalkan cafe itu, melangkahkan kakinya untuk bertemu dengan Lasmi. 30 menit berlalu, langkah Nadea dengan segera menemui Lasmi di sebuah restoran. Wanita yang kini menunduk dalam membuat Nadea bertanya-tanya. Prok prok prok! "Kerja bagus, Lasmi," ucap Nadea dengan sumringah."B-Bu ... E ... Maaf," lirih dengan terbata, Lasmi semakin tidak tahu harus berkata apa."Maksudmu? Me

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 38

    [Aku akan mengikuti perintah ibu, Nad.] Andrean.Pesan itu terkirim, setelahnya Andrean mengusap pelan wajah Melody yang masih terlelap. Perutnya kian membuncit, lembut ia mengulas senyum. "Sayang, bangun yuk," bisiknya. "Hm, Mas. Adek masih sangat mengantuk," keluhnya. "Iya." Andrean mengeratkan pelukannya pada Melody, membiarkan rasa nyaman itu ada untuk istrinya. Niatnya sudah cukup yakin, hanya menunggu waktu untuk meresmikan pernikahan mereka. Cup! Ke duanya kembali terlelap sejenak, hingga suara nyaring dari notifikasi Andrean membuatnya terbangun. "Halo," sapanya tanpa melihat siapa penelepon. "Halo, maaf, Tuan. Saya pembantu yang disewa ibu Anjela, kalau boleh tahu nomor berapa ya apartemennya?" dengan sopan suara wanita itu terdengar. "No 55, saya akan ke sana." Sigap Andrean keluar kamar, membukakan pintu apartemen untuk pembantu yang akan datang. 'Bukannya kemarin bukan ini ya?' batin Andrean lirih bertanya-tanya. "Selamat pagi, Tuan. Saya Lasmi," sapanya dengan

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 37

    "Mas, aku takut," lirih Melody. "Kita banyak berdoa ya, jika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita berusaha lagi," terang Andrean lembut. Kini, keduanya turun dari mobil, memasuki rumah sakit dengan langkah pelan. Keyakinan demi keyakinan seolah sengaja ia kuatkan. Tapi, apa daya dirinya yang hanya seorang manusia biasa. "Selamat pagi, Pak, Bu," sapa dokter itu. "Baik, Dok." Setelah mengobrol beberapa hal, Melody diminta berbaring di atas brankar periksa. Beberapa waktu berlalu, benar saja Melody sedang mengandung. Rona bahagia yang tercetak jelas di wajah Andrean, "Adek, terima kasih banyak ya," bisiknya. *** Hari-hari berlalu dengan baik, kandungan Melody yang cukup lemah membuatnya hanya bisa terbaring di apartemen Andrean. "Adek, ibu datang," ucap Andrean lirih. Seraya dengan pintu yang terbuka, sosok Anjela datang dengan membawa buah. "Mel, bagaimana kabarmu sekarang, Nak?" tanyanya lembut. "Melody baik, Bu. Hanya saja lemas sekali, mungkin karena

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 36

    "Ja-jalang?" desis Melody lirih. Pria yang kini berdiri di ambang pintu kamar mandi itu terdiam. Manik matanya menelisik pada wanita yang ada di hadapannya. "Mel, kenapa menangis?" tanya Andrean. Tangannya gemetar hebat, tidak hentinya matanya menatap layar ponsel yang ia genggam. "Apa sih, Mel?" Masih dengan tanya yang sama, akhirnya Andrean meraih ponsel miliknya. Alih-alih memesan makanan, ia melihat pesan Nadea. "CK!" decih Andrean keras. Kesal bukan kepalang, ingin sekali memaki Nadea saat itu juga. "Aku memang tidak pantas untuk kamu, Mas," lirih Melody. Bulir bening yang tidak berhenti mengaliri pipi Melody, membuat Andrean segera mendekapnya."Melody, lupakan pesan itu ya. Kita pesan makan saja," ucap Andrean. "Aku sudah tidak lapar, Mas. Melody tidur saja," elaknya. Segera ia meraih selimut, membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sekilas manik matanya bertemu dengan manik mata Andrean. Tapi tidak berselang lama, ia segera memalingkan pandangan. "Aku sudah cukup m

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 35

    Malam itu, Melody dan Andrean tengah sibuk mengobrol. Menunggu kedatangan Anjela. Suara dering telepon membuat Andrean segera mengangkatnya. "Halo," sapanya. "Ibu sudah di depan pintu," ucapnya. Tanpa ragu Andrean berlari menemui Anjela, senyumnya merekah dengan beberapa bingkisan di tangannya. "Ibu terjebak macet, Ndre. Capek sekali di jalan kalau macet," keluhnya. "Tidak apa, Bu. Ayo masuk," ajaknya. Anjela masuk dengan mengikuti langkah Andrean, di sana Melody sudah merasa gugup. Ia hanya bisa diam sembari menatap nanar wajah Anjela. "Mel," sapa Anjela. "Ibu, apa kabar?" tanya Melody. Senyum yang pertama kali terulas sebelum wanita paruh baya menjawab tanya Melody. "Ibu baik, senang bisa bertemu denganmu lagi, Mel," tutur Anjela. "Melody juga senang bertemu dengan ibu mertua lagi, maaf ya Bu saya gagal," ucap Melody penuh keraguan. "Tidak apa, Melody. Itu sebuah kecelakaan di luar kendali kita, tapi bolehkah saya meminta?" tanya Anjela. Andrean sempat memberikan isyar

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 34.

    "Maksudmu apa, Nad!" hardik Andrean keras.Amarahnya meluap tatkala ia mendengar gumaman Andrean. Lagi-lagi nama Melody yang mulai diagung-agungkan. "Kenapa nama wanita itu yang selalu kau sebut-sebut, Mas! Tidak hanya kau, tapi ibu juga ... Semenjak ada wanita itu, aku selalu dinokor dua kan!" pekik Nadea keras. Andrean hanya memijat pelipisnya lembut, begitu lelah rasanya. Tapi apa dayanya? "Nad, maafkan aku. A-aku tidak bermaksud melakukan itu, tapi ...," ia menghentikan ucapannya. "Tapi, apa? Kamu mulai mencintainya 'kan?" hardik tanya Nadea. "Nad ...," lirih Andrean memanggil istrinya itu lembut. "Udahlah, Mas. Aku muak dengan semua ini," keluh Nadea kasar. Tangannya ditarik paksa oleh Andrean, membuatnya terperanjat kaget. Ia memberontak hebat tatkala Andrean memaksa mendekapnya. Tapi apa? Ia kembali luluh atas pelukan suaminya. "Nadea, aku sangat mencintaimu. Tidak mungkin aku menduakanmu ... Perkara aku pulang terlambat lalu kamu merasa aku sudah jatuh cinta pada Me

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 33

    Lily mendongakkan kepalanya penuh keraguan, ditatapnya wajah Melody dengan penuh tanya. "Gak apa-apa kalau kamu mau, Ly. Biar sekalian Mas Andrean pulang ke rumah," ucap Melody. "Loh, Mel. Aku hanya akan mengantar Lily ke sekolah dan ke sini lagi," elaknya. "Tidak, Mas. Nona Nadea lebih membutuhkan kamu, tolong ya!" pinta Melody lembut. "Ya, oke." Setelahnya, Lily dan Andrean meninggalkan rumah sakit. Menyisakan Melody sendirian, lama ia menatap nanar wajah Larasati yang terlihat memar. "Bagaimana bisa ayah sekejam itu pada ibu? Padahal dulu hubungan ke duanya juga didasari cinta," lirih Melody penuh tanya. "Mel ...," panggil Larasati. Melody terperanjat, suara Larasati membuatnya tersadar dari lamunan singkatnya. "Iya, Bu. Ada apa?" tanya Melody tergagap. "Lily di mana?" Larasati menatap sekeliling, namun tidak ia temukan anak bungsunya itu. Hanya ada Melody dan seorang perawat yang mengecek dirinya. "Lily pergi ke sekolah," jawab singkat Melody. Ia hanya mengangguk paha

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 32

    "I-ibu sedang sakit, Kak," ragu Lily menjawab tanya kakak sulungnya. Matanya membelalak lebar, kenapa Larasati diam saja? "Sakit apa, Ly?" todong tanya melody keras. Tanpa menunggu jawaban, Melody melenggang masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan ibunya yang ternyata tidak ada di kamar. "Ly, ibu di mana?" tanya Melody keras. "Di rumah sakit, Kak. I-ibu di rawat," jawabnya. Deg! "Dirawat?" degup jantungnya mulai tidak karuan. Lily hanya mengangguk pelan, ada apa dengan keluarganya ini? Beberapa waktu lalu, Larasati meneleponnya dengan biasa saja. Seolah tidak ada yang terjadi, tapi ini? "Ly, antar kakak ke rumah sakit sekarang!" tegasnya. Gontai langkah Lily mengantar Melody, sebuah taxi yang ia pesan akhirnya tiba. Dengan perasaan penuh kecemasan, Melody hanya bisa meremas roknya. 'Sial, kenapa selalu seperti ini sih!' gerutu Melody dalam batinnya. [Mas, adek ke rumah sakit ya. Ibu sakit ternyata, nanti adek kabarin lagi.] Melody. Pesan itu terkirim pada Andrean. Sepan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status