Share

Rahim Sewaan Tuan Justino
Rahim Sewaan Tuan Justino
Author: El Nunna

Penawaran Terbaik

“Sakit sekali!”

Lucyana memijat pelipisnya yang terasa nyeri, pandangan masih mengabur seiring dengan rasa lapar yang menyerang, haus juga mendera, kerongkongan yang terasa kering menuntut untuk segera diisi. Entah bagaimana ceritanya ia sudah ada di ruangan serba putih, dengan aroma khas obat-obatan. Seingatnya, ia masih berada di dalam mobil dan tengah berdebat dengan orang tuanya.

“Mama, Papa, ... Di mana mereka? Aku harus mencari mereka!”

Lucyana bergerak, tapi sekujur tubuhnya seperti remuk. Wajah pucat pasi terlihat lemah, ia meringis menahan sakit, hingga suara bariton mengejutkannya dari pintu masuk.

“Kau sudah sadar rupanya.”

Langkah lebarnya mendekat, seiring dengan aroma maskulin yang menguar dengan kuat. Wajah dengan rahang kokoh itu menatap Lucyana tanpa seulas senyum, tatapannya setajam elang, seperti mengintimidasi gadis yang kini tengah memicing ke arahnya.

“Kau, siapa?”

Pria itu belum menjawab, tapi menarik kursi dan duduk di sebelah Lucyana.

“Sepertinya kau salah masuk ruangan,” ujar Lucyana sedikit jengkel.

“Saya Justino, orang yang sudah membawa dan mengurus jasad orang tuamu,” ucapnya mantap.

“Ada banyak biaya yang sudah saya keluarkan untuk kalian, saya harap kau bisa melunasinya dengan segera!”

Netra Lucyana membola. Selain terkejut dengan pengakuan Justino, ia juga terkejut dengan kabar yang baru saja ia dengar. Refleks matanya mengembun, pandangan makin mengabur. Lekas mengalihkan pandangan, terlalu malu untuk menunjukkan air mata kesedihannya. Satu hal yang ia sesali, kenapa harus mencari masalah sebelum kematian orang tuanya, jika tahu akan seperti ini, ia lebih memilih mati bersama daripada harus menerima kenyataan sepahit ini.

“Kau memanfaatkanku?”

Justino tertawa kecil, dan kembali berdiri, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana formalnya, langkahnya berjalan mendekati jendela dan menatap seperti ada yang menarik di luar sana.

“Tapi karena kau tak bisa melunasinya dengan segera, aku menawarkan kerja sama yang saling menguntungkan. Menikah denganku dan menyewa rahimmu, atau lunasi hutangnya dengan batas waktu yang saya tentukan!"

Refleks pupil mata Lucy melebar, kedua kepalan tangannya mengeras menahan amarah.

“Jangan memanfaatkanku, Tuan Justino yang terhormat! Aku bukan wanita gampangan yang bisa seenaknya menerima tawaran gila darimu. Kau memanfaatkan kami, dengan dalih membiayai semuanya. Mengapa tak tinggalkan saja kami di jalanan hingga membusuk?”

Kalimat yang keluar dari bibir Lucyana, sedikit mampu memantik rasa kesal, tapi ia harus tetap sabar saat ini. Lucy masih menatap lekat pria yang ia anggap tidak waras ini, menyewa rahimnya untuk melunasi hutang, gila!

Tatapan Lucyana urung lepas dari Justino, pria tampan dan gagah itu kembali membelakangi Lucyana.

"Ada banyak wanita di luar sana, mengapa harus memilihku? Tidak! kau konyol."

Lucyana terlihat tak terima, tapi tatapan tajam Justino sejurus kemudian membuatnya kaku, pria itu menatapnya seperti ingin menelan Lucy, mungkin rasa kesal sudah mendominasi.

"Hanya sampai kau melahirkan pewaris Lottario, maka kau akan dibebaskan dan berhak menjalani hidup baru, sesuai keinginanmu, Lucyana."

Ia terdiam cukup lama, Lamat Lucy memandangi Justino yang sekarang sudah tak tertarik menatap wajahnya, hingga matanya menangkap sebuah cincin pernikahan yang tersemat di jari Justino. Gadis itu mulai mengambil kesimpulan, bahwasannya Justino pasti sudah menikah, dan kesulitan mendapat keturunan. Lucyana masih bungkam, jika ia menolak tawaran Justino, ia pasti terlantar terlebih orang tuanya sudah tiada, pun kekasihnya yang hilang entah ke mana.

Setelah pemikiran yang matang, ia mengangguk samar. Toh ia tak punya perasaan apa pun pada Justino, cintanya masih terlalu besar untuk Sandro, yang bahkan tak tahu di mana rimbanya sekarang.

“Baik, aku setuju!”

Justino berbalik, tersenyum tipis. Ia dapat melihat bahwa rasa cinta Justino pada istrinya terlampau hebat, hingga berani mengambil risiko seberat ini.

Setelah hari itu, Justino terlihat senang. Ia menunggu hingga Lucyana benar-benar sembuh. Sesuai janjinya, ia memboyong Lucyana ke sebuah apartemen mewah yang cukup jauh dari keramaian, mobil, dan semua kebutuhan Lucyana benar-benar terpenuhi.

Lucyana menatap takjub setelah berada di dalam apartemen mewah pemberian Justino, semua ruangan tertata dan sesuai mimpinya selama ini. Gadis itu mengelilingi setiap ruangan, ada dua kamar di lantai atas, juga tiga kamar di lantai bawah, dapur yang cantik, dan juga kolam renang di halaman belakang.

“Kau suka?”

Suara bariton Justino mengejutkannya, Lucyana mengangguk samar, tapi pandangan matanya tak lepas dari kolam renang yang terpampang nyata di dekatnya. Sebuah taman kecil di sudut sana, lumayan jauh dari kolam, itu juga menarik perhatiannya.

Kaki jenjangnya sedikit tertatih melangkah semakin masuk ke dalam, kemudian berjalan menghampiri ayunan di taman kecil apartemennya. Kenangan bersama orang tuanya malah membuat Lucy hampir saja menangis.

Jika Justino adalah Sandro, tentu ia akan melompat kegirangan, kemudian menghadiahi kecupan juga pelukan manja seperti biasa, tapi yang ada di sisinya tak lain adalah calon suami di atas tangan, tanpa ikatan yang sah secara hukum. Harusnya pernikahan adalah hari saklar sekali seumur hidup, dan harus ia habiskan bersama orang yang ia cintai, bukan seperti ini.

Justino hanya menatap Lucyana dari kejauhan, sembari memasukkan kedua tangannya di saku celana. Jika bukan karena pernikahannya yang terancam kandas, ia tak akan mau melakukan ini, sementara rasa cintanya pada Sarah, istrinya terlampau besar.

Hening mendera keduanya, hingga tiba-tiba ponsel Justino berdering. Ia sedikit menjauh, tapi Lucyana masih mampu menangkap pembicaraan pria itu dengan lawan bicara, yang ia duga adalah istri Justino.

“Iya, Sayang. Aku sudah di apartemen yang kau rekomendasikan.”

“Tentu saja dia menyukainya.”

Lucyana terdiam, ternyata apartemen ini adalah pilihan calon kakak madunya sendiri. Entah bagaimana perasaan istri Justino, harus merelakan suaminya menikah dengan wanita lain, pun dengan perasaan Sandro nantinya, jika mengetahui ia sudah menikah, dan bahkan memiliki anak dengan pria lain, hal yang seharusnya mereka jalani bersama.

“Kau merindukanku? Baiklah, aku pulang. Semuanya sudah kau siapkan?”

Percakapannya dengan sang istri terhenti, sementara Lucyana masih terus mengamati. Pria di hadapannya tadi begitu dingin dan angkuh, tapi setelah berbicara dengan istrinya, pria itu mendadak menjadi pribadi yang hangat.

Justino tersenyum, kemudian memasukkan benda pipih itu ke dalam kantong celana. Ia berbalik, mendekati Lucy yang masih duduk di ayunan, dengan pandangan yang tak lepas dari Justino. Senyum pria itu memudar, berganti dengan wajah dingin yang semula ia tunjukkan pada Lucyana.

“Persiapkan dirimu! Minggu depan pernikahan akan digelar di sini.”

Lucy hanya diam, melihat tak ada respons apa pun, Justino bergegas pergi.

“Istrimu yang mempersiapkan semuanya?”

Langkah Justino terhenti, ia tersenyum.

“Iya.”

Langkah lebar Justino perlahan menjauh, hingga menghilang dari pandangan Lucyana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status