Home / Romansa / Rahim Sewaan / Bab 3 - (Perjanjian Kontrak)

Share

Bab 3 - (Perjanjian Kontrak)

Author: Nkpurna
last update Last Updated: 2025-04-25 15:32:17

"Sudah lama menunggu?" Tanya Reno sambil duduk berseberangan dengan Laura.

  "Maksud kamu? Jadi kamu?" Laura semakin diyakinkan dengan pertanyaan Reno barusan. 

  Ia semakin tak percaya, akhir-akhir ini ia mendapat kejutan yang tak mengenakkan hati. Kenyataan ini sulit ia terima. Setelah bertahun-tahun tak bertemu, Reno tiba-tiba datang dan akan masuk dalam kehidupannya bersama masalah baru. 

  "Kamu tentu sudah mengetahui maksud dan tujuanku kemari." Tanpa basa basi menanyakan kabar terlebih dulu, Reno langsung saja pada tujuan pembicaraannya agar Laura tak salah sangka. 

  "Jadi benar, orang yang dimaksud ayahku adalah kamu?" tanya Laura lebih meyakinkan. 

  Reno mengangguk mantap dengan senyum tipis di bibirnya. 

  "Bagaimana bisa Reno? Kamu tentu sudah kenal Pak Johan adalah ayahku. Tentu saja kamu tahu yang kamu tuju itu aku? Kenapa harus aku?" Laura tak dapat menyembunyikan kekesalannya. 

  "Justru karena itu kamu. Aku yakin kamu mampu. Kamu orang yang tepat yang bisa menolongku. Kita sudah kenal dekat sedari dulu, walau beberapa tahun tidak bertemu tapi aku yakin kamu masih Laura yang dulu kukenal." 

  Laura menggelengkan kepalanya dengan mata yang mulai berair.

  "Kalau aku tak bisa menolongmu bagaimana?"

  "Ternyata benar dugaanku, kamu masih seperti dulu, gadis polos yang selalu lebih pesimis di awal, butuh banyak alasan untuk meyakinkanmu kalau kamu itu sebenarnya bisa. Padahal yang kamu takutkan selalu berakhir dengan kemenangan." 

  "Kamu jangan mengaitkan ini dengan masa lalu Reno. Hal yang kamu lakukan sekarang lebih menghancurkanku dibanding saat kamu menikah dulu." Tak sadar Laura telah membuka rahasia yang dulu ia tutup dengan rapat. Kini tanpa rem, mulutnya bicara begitu saja. 

  "Maksud kamu? Kehancuran saat aku menikah?" Reno mengerutkan kening, ia belum paham maksud dari yang disampaikan Laura. 

  "Sudahlah, itu bukan urusanmu, yang jelas sekarang kamu telah berhasil membuat hidupku hancur. " Laura mengelak.

  "Maaf, aku tak bermaksud membuatmu hancur. Lagipula disini kita saling menguntungkan bukan? Kita masih sama seperti dulu, ibarat simbiosis mutualisme, saling membutuhkan satu sama lain. Jadi jangan merasa kamu yang paling dirugikan." Lagi-lagi Reno menyamakan dengan kebersamaannya dulu saat masih sekolah bersama Laura. 

  "Aku wanita, Reno, yang aku korbankan adalah harga diriku, sedangkan kamu berkorban uang yang dengan mudah bisa kamu dapatkan kembali. Apa salah jika aku merasa aku yang paling rugi?" tangis Laura pecah tak mampu menahan sesak yang sedari tadi menghimpit dada. 

  "Laura.." Reno mendekat, tangannya ia renggangkan bersiap untuk memeluk Laura yang masih menangis. Dari dulu Reno tidak bisa melihat Laura menangis, sekarang ia sendiri penyebab Laura harus menjatuhkan bulir air mata itu. 

  Dengan sigap Laura menjauh, ia sadar pria di hadapannya sekarang adalah milik orang lain. Meski dulu pernah sedekat nadi, kemana-mana selalu bersama walau sebatas teman, tapi sekarang Reno sudah menjadi suami orang. Tentu ia tahu batasan itu. 

  "Jangan mendekat Reno." Laura mengusap pelan air matanya. 

  Reno duduk kembali, "Kamu masih mau kan meneruskan perjanjian ini?" tanya Reno perlahan. 

  Laura tak menjawab, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Reno. 

  "Laura, jika kamu keberatan dengan perjanjian ini karena aku adalah temanmu, maka kamu boleh kesampingkan hal itu, kamu bisa anggap aku ini orang yang nggak kamu kenal, dan anggap ini perjanjian bisnis." Tutur Reno berusaha meyakinkan. 

  "Apa? jadi maksud kamu aku jual diri gitu? " Laura semakin dibuat emosi, ia sangat tersinggung jika harga dirinya dijadikan bisnis. 

  "Astaga, bukan begitu maksudku, Laura."

  "Iya, karena kamu pria kaya dengan seenaknya membeli harga diriku dengan uangmu. " 

  "Tak ada yang membeli harga diri disini. Aku tegaskan itu," kali ini Reno sedikit menegaskan ucapannya agar Laura berhenti merutukinya. "Baiklah, kita anggap ini sebagai bentuk membantu teman." Reno hampir kehilangan akal untuk membujuk Laura. 

  "Laura, jika kamu memutuskan perjanjian ini kamu tahu kan konsekuensinya?" akhirnya Reno menemukan jurus jitu. 

Seketika Laura membungkam, ia tak dapat mengelak jika itu mengenai konsekuensi pembatalan kontrak.

  Sebelumnya, Johan telah menunjukkan rekapan perjanjian dimana tertulis jika membatalkan perjanjian mereka akan mendapatkan sanksi yang berat. Salah satunya mengembalikan uang DP sebesar 500 juta yang telah digunakan untuk biaya operasi dan perawatan ibunya juga uang kompensasi 50 persen dari yang sudah diterima. 

  Tentu hal itu menjadi ketakutan tersendiri untuk Laura. Padahal, ia datang ke pertemuan ini untuk bertemu dengan pembuat janji dan penandatanganan kontrak.

 “Aku telah mendatangkan seorang pengacara untuk mengurus kontrak kita. Nanti kamu bisa pahami dulu isi kontraknya.”

Reno menyodorkan kontrak ke hadapan Laura.

Laura membaca satu per satu poin dalam kontrak sebelum menandatanganinya. Ia tentu tak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Walau mau tak mau harus setuju, setidaknya ia bisa sedikit bernegosiasi jika ada poin yang janggal menurutnya. 

Salah satu hal tertera disana bahwa Laura diminta menjadi ibu pengganti dengan cara inseminasi. 

"Mengapa harus dengan inseminasi?" Tanya Laura sejenak dengan berkas masih berada di tangannya. 

"Jadi kamu mau proses pembuahan secara langsung?" Goda Reno, karena dulu mereka teman yang akrab, membuatnya sudah tak canggung lagi jika sedang bersama. 

Seketika mata Laura membulat, dia jadi gelagapan. "Maksud aku kan bisa seperti metode bayi tabung, dimana kalian menitipkan sel telur dan sperma dalam rahimku. Eh, jadi maksudnya ini kamu akan gunakan sel telur punyaku?" Laura baru menyadari akan hal ini. 

Laura pikir Reno hanya ingin menyewa rahimnya, dimana dia akan mengandung anak orang lain, ternyata dia akan mengandung darah dagingnya sendiri. Kebimbangan kembali menghantuinya. 

"Iya. Karena sel telur Arini bermasalah, membuat kami tak bisa sekalipun melakukan program bayi tabung. Aku sengaja memilih inseminasi, karena aku sangat mencintai istriku, tak tega aku mengkhianatinya lebih dari itu. " Tutur Reno dengan wajah yang serius. 

"Mengkhianati?" Laura mengerutkan kening. "Tunggu, mengapa Arini tidak ikut kemari? tanya Laura yang menemukan kejanggalan. 

Reno menggelengkan kepala. "Aku belum siap memberitahunya. "

"Apa? Jadi kamu buat perjanjian ini tanpa restu seorang istri? Kamu gila ya Reno. "

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahim Sewaan   Bab 72 - ( Bertemu Menantu )

    Meski rasanya Rina belum puas dengan semua cerita Laura, ia memilih menghentikannya sementara. Sebagai ibu yang sangat menyayangi putri semata wayangnya, Rina ingin sekali memberikan wejangan-wejangan yang setidaknya bisa membuat hidup Laura merasa jauh lebih baik. Namun hari semakin larut, dan Laura sudah terlihat sangat lelah. Rina tak mau memaksa, ia menyayangi Laura termasuk calon cucunya juga. Sehingga ia meminta Laura untuk segera beristirahat setelah makan malam bersama. Gemuruh angin dan petir yang bersambaran membuat gaduh isi rumah yang awalnya hanya diwarnai keheningan. Hujan mengguyur begitu derasnya, membuat Rina berjalan mondar-mandir di balik pintu utama rumah kecilnya. Rina mengkhawatirkan Johan yang ia hubungi beberapa menit yang lalu, namun tak kunjung juga datang. Setelah menemani Laura tidur dengan nyenyak di kamar, Rina beralih ke ruangan depan agar tak mengganggu Laura. Saat hujan masih turun dengan derasnya, sinar lampu mobil menembus jendela membuat

  • Rahim Sewaan   Bab 71 - ( Kecewa dan Khawatir )

    Walau dengan bahasa yang halus sekalipun, sebagai seorang pria dewasa, Devan tahu betul bahwa Laura ingin ia segera pulang. Devan menatap Jefri yang duduk di sampingnya, dan Jefri membalasnya dengan anggukkan tipis. Walau merasa sedikit kecewa, namun Devan memahami, Laura butuh waktu sendiri untuk bisa mencari ketenangan setelah melewati hari yang sulit. "Baiklah, sayang. Aku paham, kamu beristirahatlah. Aku akan pulang sebentar lagi. Tapi aku minta, kabari aku secepatnya. " Ujar Devan yang mendekat lalu mengusap pucuk kepala Laura. Tunggu, sayang? Devan masih memanggil Laura dengan sebutan sayang? Jadi mereka masih berhubungan? Batin Rina merasakan geram. Ia tak pernah mengajari anaknya untuk berbohong, apalagi berkhianat, namun mengapa Laura tak sampai hati untuk berlaku jujur. Rina menggelengkan kepalanya perlahan. Laura bisa merasakan kemarahan ibunya yang terpendam. Saat menerima perlakuan manis Devan, sejenak ia memejamkan matanya dengan perasaan bersalah semakin m

  • Rahim Sewaan   Bab 70 - ( Benang kusut )

    "Dev, ini sudah sore. Aku harus pulang." Ujar Laura dengan perlahan. "Baiklah, aku antar kamu pulang. " Ujar Devan tanpa ragu. Laura menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, Dev, aku bisa naik taksi sendiri. Aku nggak enak jika terus merepotkanmu hari ini." Bagaimana mungkin ia membiarkan Devan mengantarnya pulang. Jangan sampai ia mengetahui kalau sekarang ia tinggal di Villa milik Reno. Ia tak akan membiarkan Devan mengetahui hal itu. "Ya ampun, Laura sayang. Sejak kapan aku merasa kamu repotkan? Justru aku akan selalu senang jika kamu mau melibatkan aku untuk semua hal dalam hidupmu. " Sahut Devan meyakinkan. "Benar kata Devan, kamu barusaja mengalami kejadian yang tak mengenakkan. Mana bisa kami membiarkanmu pulang sendirian? Bukan soal repot atau tidak, tapi keselamatanmu sekarang adalah yang utama. " Ujar Jefri ikut menimpali. Sejenak Laura menatap kedua pria dihadapannya. Jika Devan hendak mengantarnya pulang, pasti tujuan yang dimaksud Devan adalah rumah orang t

  • Rahim Sewaan   Bab 69 - ( Kesederhanaan Laura )

    "Oh itu, mobil taksi." Ujar Laura setelah menemukan alasan dengan cepat. "Ya, taksi online. Soalnya tadi aku sedang berada dalam mobil saat kedua orang itu tiba-tiba membawaku ke gedung tua itu. " Laura kembali meyakinkan. Ia memasang wajah yang percaya diri, walau dalam hati ia menggerutu dan tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Mengapa hari ini dirinya sangat pandai berbohong? Tapi bagaimana lagi, kejujuran untuk seorang Devan adalah tantangan yang sangat berat untuk ia lakukan kali ini. "Oh iya? Oke baiklah, ini handphonenya. " Devan menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan benda pipih yang Laura minta. Laura menerimanya dengan perlahan. Ia menatap Devan dengan perasaan bersalah, ia terus meminta maaf dalam hati atas semua hal yang masih ia tutup rapi saat ini. Laura segera mengetikkan nomor ponsel yang akan ia hubungi. Untung saja nomor sang Ayah sudah berada di luar kepalanya, sehingga tak menyulitkannya saat ini. Tak butuh waktu lama, dua kali deringan saa

  • Rahim Sewaan   Bab 68 - ( Perhatian yang Dirindukan )

    Devan semakin dibuat khawatir saat melihat wajah Laura semakin pucat. Ia menyenggol lengan Jefri agar berhenti mencecar Laura dengan berbagai pertanyaan. Ia khawatir rasa trauma masih Laura rasakan, sehingga membuatnya tak bisa menceritakannya sekarang. Devan segera beranjak dari tempat duduknya, lalu beralih duduk di samping Laura. "Laura, sayang, nggak apa, kamu nggak harus menceritakannya sekarang. Kami akan menunggu sampai kamu siap menceritakan. Yang terpenting sekarang kamu aman dan selamat. " Ujar Devan, lalu menarik lembut tubuh Laura, mendekapnya dengan hangat, lalu mengusap pelan rambut Laura. Perhatian kecil yang selalu Laura rindukan, kini ia dapatkan kembali. Devan tak berubah, selalu mengerti dan memahami apa yang Laura rasakan. Laura menghembuskan napas lega, saat akhirnya sikap Devan membuatnya terselamatkan dalam suatu keadaan. Ia membiarkan kepalanya terbenam dalam dekapan dada bidang Devan untuk beberapa saat, hingga ketenangan menjalar kembali. Jefri ha

  • Rahim Sewaan   Bab 67 - ( Mimpi atau Nyata )

    "Devan, apa ini benar kamu?" Tanya laura memastikan sekali lagi. Ia menatap Devan tak percaya. Jika ini mimpi, mengapa terasa begitu indah untuknya hari ini. Ingin rasanya mencubit dirinya sendiri, untuk memastikan bahwa ini memang bukan mimpi. Namun ikatan tangannya membuat Laura tidak bisa melakukan itu. Devan berjalan semakin mendekat dengan perlahan. Apa yang dirasa Laura sama halnya dengan dirinya. Antara percaya dan tak percaya dengan kenyataan di depan matanya ini. Devan berhenti saat jaraknya dengan Laura hanya tinggal beberapa sentimeter saja. Ia membungkukkan badannya, menangkup wajah Laura dengan lembut, memastikan bahwa ini memang benar-benar nyata. Laura menangis haru, buliran bening keluar dari sudut matanya, namun bibirnya melengkungkan senyuman yang sudah lama Devan rindukan. Jefri hanya menyaksikan pertemuan dramatis tersebut tepat di belakang Devan. Menimbulkan seribu pertanyaan yang tak mungkin ia lontarkan saat ini juga. Melihat keharmonisan dua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status