Beranda / Romansa / Rahim Sewaan / Bab 4 - (Menikah?)

Share

Bab 4 - (Menikah?)

Penulis: Nkpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-28 14:11:52

"Ibumu sedang tidur, jangan mengganggunya. Kamu tunggu saja di depan, ayah akan segera menyusulmu."

  Baru saja Laura membuka pintu ruangan ibunya dengan raut wajah menahan emosi, ayahnya langsung menodongnya dengan berbagai pernyataan. Ayahnya sudah tahu betul, kali ini putrinya akan protes mengenai perjanjian kontraknya. Tak ingin masalah ini diketahui istrinya, Johan meminta Laura tak membahas itu di ruangan tersebut. 

  "Kontraknya sudah kamu tanda tangani?" tanya Johan yang ikut duduk di ruang tunggu. 

  Laura menganggukkan kepala dengan bibir yang mengerucut, ia langsung membalikkan badan, menghadap sang ayah dengan tatapan yang tajam. Sikapnya kali ini lebih siap untuk menginterogasi ayahnya. 

  "Kenapa Ayah tidak bilang kalau laki-laki yang membutuhkan ibu pengganti itu adalah Reno? Kenapa Ayah tidak jujur padaku dari awal? Mengapa harus Reno?" 

  "Maafkan ayah, nak. Jika ayah memberitahumu dari awal, kamu pasti tidak akan mau melakukannya."

  "Aku tak menyesali keputusanku untuk menyetujui kontrak itu, karena aku sangat sayang sama ibu, namun aku sangat menyesali tindakan ayah yang tak mau jujur padaku." Laura tak mampu menatap sang ayah karena kekecewaannya. 

  "Ayah mohon kamu mengerti, justru karena orang itu Reno, makanya Ayah percaya. Kita sudah mengenalnya sejak dulu, dia orang yang baik, apa salahnya jika kali ini kita menolongnya juga?" 

  "Menolong dalam hal apa, ayah? Menjual harga diri kita dengan nominal yang tak bisa kita gapai?"

  "Laura," Johan menajamkan suaranya, namun ia sadar, ini wilayah rumah sakit, sehingga ia berusaha untuk mengontrol emosinya. 

  Laura merasakan kembali sakit di hatinya. Baru kali ini ayahnya bertindak lebih keras padanya, walaupun itu bukan kekerasan fisik. Johan dari dulu selalu bersikap lembut pada Laura, kini mereka malah sering beradu argumen dengan keadaan yang memanas seperti ini. 

  Johan mengatur napasnya, ia berusaha untuk duduk tenang, sebenarnya ia juga memaklumi tindakan Laura yang sedikit membangkang, ini semua tidak akan terjadi kalau dia tak memintanya masuk dalam masalah yang cukup rumit ini.

 Laura masuk ke dalam ruangan ibunya, tak lama ia kembali dengan setelan kerja berupa jaket yang biasa ia gunakan untuk narik ojek online. 

 "Laura, kamu mau kemana?" cegah Johan saat putrinya melenggang keluar tanpa pamit. 

 "Aku mau menenangkan pikiranku dulu sambil aku bekerja agar tak terlalu pusing memikirkan masalahku." 

 "Tapi Reno bilang kamu gak boleh lagi kerja, nak. Dia minta kamu harus menjaga kesehatan, proses inseminasi harus dilakukan saat tubuhmu benar-benar sehat sayang. Kamu disinilah, sambil kita menjaga ibumu." Johan berusaha memberi pengertian dengan lembut. 

 "Reno bukan siapa-siapa aku. Jadi dia tak berhak melarangku melakukan sesuatu hal. Untuk inseminasi pasti aku lakukan, aku tak akan ingkar janji. " 

"Tapi kamu sudah menandatangani kontrak itu. Kamu harus bertanggung jawab untuk melakukannya dengan baik. Reno juga berhak melarangmu, itu untuk kebaikan kamu juga. "

"Sudah aku bilang Reno bukan siapa-siapa, ayah. Jadi, dia tak berhak untuk mengaturku, meskipun aku sudah ada perjanjian kontrak dengannya, bukan berarti seluruh hidupku adalah haknya, kan?" Laura bergegas pergi daripada terus berdebat tak ada ujungnya. 

"Tapi sebentar lagi dia akan menjadi suamimu." Satu kalimat yang berhasil membuat Laura menghentikan langkahnya. 

Laura mengerutkan dahinya, "Maksud Ayah?" 

"Laura, ayah memang sudah jahat karena memaksamu melakukan hal itu, tapi Ayah juga tidak mau anak Ayah terjerumus ke dalam dosa besar. Ayah akan meminta Reno menikahimu sebelum kamu benar-benar dijadikan sebagai ibu pengganti. "

Seketika mata Laura membelalak, satu hal lagi yang mengejutkannya saat ini. 

"Menikah?" Laura menggelengkan kepala. Kembali terbayang dalam memorinya, ia pernah membayangkan sebuah pernikahan impian dimana ia bersanding dengan orang yang ia cintai. Menjadi ratu sehari dimana ia akan menjadi orang yang paling bahagia saat itu. 

Ah sudahlah, itu hanya angan semata, lenyap sudah harapan untuk hal itu. Menikah dengan yang terkasih saja sudah seperti harapan yang harus segera dikubur dalam-dalam, Monolog Laura dalam hati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahim Sewaan   Bab 59 - (Ancaman Arini)

    Laura memegangi perutnya yang terasa penuh. Ia menggelengkan kepalanya dengan badan yang di tegakkan. "Bi, aku sudah nggak sanggup. Ini sudah melebihi dari cara makanku yang biasanya. Aku menyerah. " Laura mengangkat tangannya sambil menatap makanan yang masih tersisa banyak di piring. Keysa dan Bi Ijah menatapnya dengan mengulum senyum. "Oke, Non, nggak apa-apa. Itu sudah cukup. " Ujar Bi Ijah sambil mengambil piring tersebut. "Hebat loh. Kakak bisa makan banyak. Tapi lebih hebat Bi Ijah. Tuh lihat, dari sekian banyak, nggak ada yang tersisa. " Ujar Keysa menggoda. Bi Ijah hanya terkekeh pelan sambil segera membereskan piring-piring tersebut dan segera mencucinya. Laura ikut tertawa melihat tingkah Bi Ijah. "Memang kalau lomba makan sama Bi Ijah, aku nggak sanggup jadi tandingannya. " Laura menggelengkan kepalanya. Keysa terkekeh, lalu ia membawa beberapa cemilan yang sudah ia ambil dari kulkas. "Aku ke kamar duluan, ya. Mau scroll informasi soal tadi, sekalian no

  • Rahim Sewaan   Bab 58 - ( Porsi kuli )

    "Ehem, ada yang sedang berbunga-bunga." Ujar Bi Ijah menggoda. Alisnya dinaik turunkan dengan mengulum senyum seperti ikut berbahagia. Laura tersentak, senyum yang merekah berubah menjadi sikap gugup, ia segera memasukkan ponselnya ke dalam sakunya kembali. "Apaan sih, Bi." Wajah Laura merona menahan malu. Menyadari Laura menjadi salah tingkah, bi Ijah segera mengambil tumpukkan piring kotor di hadapan Laura. "Non, itu piring kotornya biar bibi yang angkat. Non nggak boleh bawa barang berat." "Aku bukan membawa beras sekarung, Bi. Ini nggak berat kok. " "Nggak boleh, Non. Nanti Bibi yang kena marah Nyonya besar kalau tahu Non kerja berat." Kilah Bi Ijah tak mau dibantah. "Oke deh, aku cari aman saja. Biar sisa lauk ini saja yang aku angkat ke dapur." Ujar Laura pasrah. Bi Ijah meresponnya dengan menunjukkan jari jempolnya. Setelah sisa lauk disimpan di atas meja dapur, Laura segera mengambil gelas bersih. "Non, jangan dulu minum susu ya." Ujar Bi Ijah mence

  • Rahim Sewaan   Bab 57 - ( Makan Malam Bersama )

    "Malam semuanya, maaf membuat kalian menunggu lama. Padahal, aku tidak keberatan sama sekali jika kalian sudah lebih dulu makan. " Ujar Reno merasa tidak enak, lalu ia ikut duduk di samping Arini. "Nggak apa-apa, Mas, kita juga baru saja duduk." Jawab Arini dengan tersenyum. "Baiklah, karena Reno sudah datang, kita mulai saja makan malamnya. Tapi, Laura, Bi Ijah kemarilah!" Seru Nek Harni pada maid-maidnya yang sedang berdiri dibelakangnya. "Iya, Nek. Apa masih ada hidangan yang kurang?" Tanya Bi Ijah dengan menunduk. Nek Harni menggelengkan kepalanya setelah menatap satu per satu hidangan yang tersedia disana. Semua terdiri dari menu spesial request dari Nek Harni. Malah Nek Harni sendiri turut serta memasak di dapur sejak sore. "Kalian ikut makan, karena ini malam terakhir Oma disini. Oma mau semua yang berada disini ikut merasakan kehangatan makan malam bersama." Laura dan Bi Ijah saling memandang, lalu perlahan bi Ijah kembali memundukkan kepalanya. "Maaf, Nek, ki

  • Rahim Sewaan   Bab 56 - ( Kekesalan Keysa )

    Nek Harni mengerutkan kening saat melihat kedatangan Keysa dengan wajah kusutnya. "Keysa, katanya ini hari pertama kamu masuk kerja? Jam segini sudah pulang, apa memang jadwal orang magang memang sebentar?" Tanya Nek Harni sambil melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 11.00 siang. Keysa tak menggubris pertanyaan Nek Harni. Ia melempar tas punggung tak tentu arah, lalu menghampiri Nek Harni yang masih terdiam di sofa ruang keluarga. "Oma, ternyata dunia kerja itu kejam ya." Keysa memeluk tubuh ringkih Nek Harni yang masih terduduk di sofa. Lalu ia membaringkan tubuhnya di sofa tersebut, dengan kepala diatas pangkuan Nek Harni. Dengan refleks, tangan Nek Harni mengusap pelan rambut Keysa. "Keysa, dunia itu sifatnya fana. Baik dunia nyata, dunia kerja atau dunia maya sekalipun, semuanya memang terasa kejam jika kita menghadapinya dengan cara berfikir yang salah." Ujar Nek Harni dengan lembut. Keysa mendengarkan dengan mata yang tertutup. Berusaha menecrna setiap

  • Rahim Sewaan   Bab 55 - ( Ancaman untuk Keysa)

    Setelah memasuki ruangan, Keysa menutup pintu dengan buru-buru. Lalu ia duduk di kursi yang bersebrangan dengan Reno. Ia menghembuskan napas lega saat akhirnya ia bisa masuk dan menemui Reno. "Sejak kapan sih, perusahaan ini punya aturan seketat itu, hingga orang yang mau menemui kakak harus ada janji temu dulu." Ketus Keysa sambil melipat tangannya di dada. "Bertemu dengan CEO tentu tidak bisa sembarangan, Keysa. Kamu saja yang tidak tahu Sewaktu Papa menjabat juga aturannya tetap sama, dan itu sepertinya berlaku untuk semua peruhaaan. Terkecuali, orang yang akan bertemu tersebut adalah anggota keluarga yang dikenali.' Ujar Reno dengan datar, sambil matanya fokus kembali pada laptopnya. "Hem, semacam mau bertemu Presiden saja. " Seru Keysa sambil mengerucutkan bibirnya. Reno mengedikkan bahunya tak acuh. Tak menggubris lagi pernyataan Keysa yang menurutnya tak membutuhkan lagi jawaban, karena tadi sudah ia jelaskan dengan rinci. "Ada yang ingin kamu sampaikan? Menga

  • Rahim Sewaan   Bab 54- ( Insting Yang Tepat)

    Hari ini Reno sangat sibuk dengan urusan pekerjaannya. Beberapa panggilan telepon dari Keysa tak terjawab olehnya karena Reno sengaja mengaktifkan mode senyap pada ponselnya agar tak ada yang mengganggu. Ketukan pintu ruangan membuyarkan fokusnya yang masih terpaku pada laptop kerjanya. "Masuk." Ujar Reno sedikit berteriak. Soni, asisten barunya, menyembulkan kepalanya di balik pintu. Belum lama ini Reno mengangkatnya menjadi asisten pribadinya. Kondisi sekretarisnya, Dina, yang sedang mengandung membuat Reno membatasi pekerjaan Dina. "Reno, apa aku mengganggumu?" Tanya Soni sambil melangkah mendekati meja Reno saat dirinya telah masuk dan menutup kembali pintu ruangan. Soni terbiasa bersikap nonformal jika ia hanya sedang bersama Reno, meskipun itu di dalam kantor. Hal itu murni Reno yang minta, ia tak ingin memiliki kesenjangan bersama sahabatnya walaupun secara profesionalitas mereka adalah seorang atasan dan bawahan. "Hei, apa matamu sedang rabun? Bukankah ini sem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status