Jika memang kau datang untukku,
jangan hanya sekedar singgah,
jadilah bagian dari diriku,
yang takkan pernah terpisah.
*****
Lady menuju ruang praktek Broto yang terletak di salah satu sudut rumah sakit elit di kawasan Jakarta Selatan. Semalam ia sudah membuat jadwal konsultasi dengannya.
“Permisi, saya sudah ada janji dengan Dokter Broto, atas nama Ladyane Wilson,” kata Lady pada asisten Broto.
“Ditunggu sebentar ya, Bu,” jawab gadis berseragam perawat ini mempersilahkan Lady duduk. Terlihat gadis itu mengetuk pintu ruangan Broto tiga kali sebelum membukanya.
“Atas nama ibu Ladyane sudah datang, Dok,” katanya.
“Thanks ya.” Broto bergegas mendekati pintu. Gadis itu duduk kembali ke mejanya.
“Hai, Lad. Masuk.” Broto menyapa sembari tersenyum.
Lady membalas dengan senyum dan melangkah memasuki ruangan Broto.
“Wah, sudah lama kita tidak bertemu, ya. Lima tahun?” Broto memulai percakapan sambil mempersilahkan Lady duduk.
“Sekitar itu lah. Gue lihat di i*******m, anak lo udah mulai bisa jalan,” kata Lady.
“Yap. Eh, ngomong-ngomong, lo ke sini untuk konsul, atau berkunjung?” Broto penasaran dengan kedatangan mantan gebetannya.
“Kalau kunjungan pertemanan gue rasa kita lebih nyaman ketemu di luar,” jawab wanita di depannya.
Jawaban Lady sudah mampu mengisyaratkan bahwa kunjungannya tentu sebagai seorang pasien.
“Oke, so what can I do to help you?” Broto menyadari bahwa sampai detik ini Lady tetap tidak memiliki rasa yang istimewa padanya, seperti yang ia rasakan. Sikap wanita ini masih seperti dulu.
Lady kemudian menceritakan rencana mereka untuk memiliki anak dengan menyewa rahim wanita lain. Broto sangat terkejut mendengar penjelasan Lady dan tidak menyangka bahwa pasangan itu harus menempuh jalan seperti ini untuk memiliki keturunan. Ia berusaha membujuk untuk membatalkan niat aneh tersebut.
“Surrogate mother bisa dilakukan jika memang rahim sang ibu lemah. Bukan karena alasan estetika, Lad. Coba lo pikir ulang deh. Menjadi seorang ibu itu sesuatu yang menggembirakan dan membanggakan bagi seorang wanita. Dan lagi tidak sesederhana itu menemukan wanita yang mau menyewakan rahim. Ditambah lagi resiko bahwa dia akan jatuh cinta pada bayi yang dititipkan di rahimnya. Banyak hal perlu kalian pikirkan matang-matang.” Broto mencoba memberikan penjelasan.
“Bagaimana kalau gue mandul? Jadi mustahil buat gue untuk punya anak.” Lady mengucapkan dengan bibir bergetar. Terlihat sekali ia berusaha menahan bulir-bulir air yang menggenang di matanya untuk tidak meluncur turun.
“Maksud lo? Jangan klaim seperti itu kalau belum lakukan tes, dan menurut gue--”
“Gue udah tes. Dari empat bulan pernikahan kami, gue udah coba tes, karena penasaran dengan diri gue yang nggak kunjung hamil dengan intensitas seksual kami yang terbilang sering, bahkan hampir setiap hari.” Lady memotong kalimat Broto.
Broto memandang wanita di hadapannya yang mulai menangis. Dia mengambil beberapa helai tisu dan mengulurkan pada Lady.
Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Lady mencoba menenangkan diri sebelum lanjut bercerita.
Empat bulan usia pernikahan mereka, Lady menemui seorang dokter. Awalnya ia hanya ingin berkonsultasi saja tentang program hamil yang mungkin untuk mereka jalankan. Saat itulah, dokter menyarankan untuk memeriksakan diri terlebih dahulu, sebelum mulai memilih dan menentukan program yang akan dijalankan.
Lady kemudian menjalani serangkaian tes. Ia belum menceritakan semua itu pada Kala, dan berencana akan berdiskusi setelah hasil tesnya keluar.
Hasil tes Lady mengatakan bahwa ia mengalami sindrom ovarium polisistik, yang membuatnya mengalami kesulitan dalam memproduksi sel telur. Dengan kata lain, tidak akan pernah bisa menghasilkan sel telur. Jadi mustahil bagi dia untuk mengandung dan melahirkan seorang anak.
Kenyataan pahit ini membuat Lady sangat terpukul. Ia segera terbang berlibur ke Eropa saat itu selama 2 minggu untuk menenangkan diri. Tentu saja, sampai sekarang Kala belum tahu mengenai hal ini.
Sejak itu, Lady selalu mengatakan bahwa dirinya belum siap menjadi ibu. Berbagai alasan dia kemukakan, hingga menemukan alasan paling tepat yaitu ingin tetap langsing dan cantik.
Kala sering membujuknya untuk mau hamil, tapi selalu ia tolak. Sewa rahim selalu diajukan sebagai solusi.
Akhirnya di tahun ketiga pernikahan mereka, Kala menyetujui keinginannya untuk menyewa rahim. Kenapa harus menyewa wanita yang cantik? Karena sel telur tentu berasal dari dia, bukan Lady.
“Jadi, kalian berencana memiliki anak dari sel telur wanita lain, sekaligus menyewa rahimnya?” Broto tercengang mendengar cerita Lady.
“Rencana gue. Kala tidak perlu tahu,” tukas Lady tegas.
“Wait, itu akan makin sulit buat kalian. Wanita itu harus merelakan anaknya untuk menjadi anak kalian. Banyak kejadian si ibu surrogate setuju dengan hal itu, tapi setelah melahirkan dan melihat sang bayi, apalagi menyusui, naluri keibuan tak mampu lagi dibendung. Sulit memisahkan keterkaitan antara ibu dan anak kandungnya, Lad,” kata Broto.
“That’s why I need your help, Broto. Wanita itu tidak perlu tahu bahwa sel telur yang digunakan adalah miliknya. Semua akan jadi rahasia kita. Lo dan gue.” Lady menatap tajam mata dokter di hadapannya.
Terlihat Broto sangat terkejut. Tidak disangka bahwa serentetan kalimat itu dapat keluar dari bibir cantik seorang wanita yang telah membuatnya jatuh hati hingga sekarang.
“Itu mustahil, Lad.” Dia menggelengkan kepala.
“Nggak ada yang mustahil, Broto. Kamu bisa atur dan lakukan semua itu, untukku, please.” Lady mencoba membujuk.
Broto menjelaskan bahwa semua yang dipikirkan Lady adalah melanggar hukum, juga melanggar kode etik seorang dokter. Tidak hanya itu, melawan hati nurani, kemanusiaan, agama, dan norma-norma yang ada.
Bagaimana bisa mengambil sel telur tanpa ijin, merawat janin dengan menyewa rahim wanita itu sendiri, lahirlah seorang bayi mungil, lalu memisahkan dengan ibu kandungnya?
“Sangat tidak manusiawi dan berat untuk gue lakukan, Lad. Sorry.” Broto menghela nafas yang tiba-tiba berasa sangat sesak.
“Jadi, percuma dong gue punya teman seorang dokter spesialis kandungan yang terkenal tapi nggak bisa bantu gue,” cerca Lady.
“Bukan begitu, Lad. Gue pasti bantu apapun selagi bisa. Tapi permintaan lo ini mustahil.” Broto berkata pelan. Hati dia merasa tidak enak menolak wanita pujaannya.
“Apa yang bisa gue kasih supaya lo bantu gue? Please Broto, hidup gue dipertaruhkan di sini. Gue nggak mau bercerai, apalagi dimadu hanya karena gue mandul!” Lady sedikit emosi mengatakan itu.
“Lo pengen liat kami cerai, atau mungkin Kala punya istri lagi, atau selingkuhan? Lo seneng liat gue susah dan menderita?” lanjutnya.
“Gue sanggup nikahin lo kalo kalian bercerai.” Jawaban Broto sama sekali tidak disangka Lady.
“Gila. Terus gue jadi istri kedua, atau simpanan lo gitu?” ejek Lady.
“Gue sanggup ceraikan istri gue, demi lo,” jawab Broto penuh keyakinan.
Ada rindu yang aku hirupdalam petang teramat redupbercampur rasa takutberaduk sejuta kalut*****“Ya udah, ngapain lo di sini? Pulang aja. Kan gue yang pengen makan mie. Udah deh, jangan ribet. Besok kita kontakan lagi ya. Bye. My second love.” Lady membisikkan kalimat terakhir dengan lembut di telinga Broto. Ia berlalu sembari melambaikan tangan.Broto melihat kepergian wanita itu dengan sedikit heran. Lady seolah tak memiliki beban sedikitpun tentang semua ini. Dia menjalani seolah normal-normal saja dan memang tidak ada apa-apa.Pria itu tidak tahu bahwa banyak hal berkecamuk dalam diri Lady. Hanya saja dia sangat pandai menutupi dan mengendalikan.Kalau dia bisa, gue juga pasti bisa, batin Broto.Broto berbalik arah menuju mobilnya, dan melaju dengan kecepatan tinggi, agar Ningrum tidak terlalu lama menunggu. Hampir s
Keduanya berbeda rasaSaling melengkapi dan memberi sensasiPerpaduan menjadikannya sempurnaMustahil memilih satu sisi******“Kita pulang sekarang? Atau mau makan malam dulu?” Broto membelai rambut Lady yang sedang rebahan di dadanya. Tiga kali mereguk cinta, cukup membuat perut berteriak meminta asupan.“Makan dulu, yuk. Baru kita pulang. Kala juga sepertinya makan di luar kok. Tadi siang dia sibuk banget,” jawab Lady bangkit dari tempat tidur menuju ruang santai sambil memutar-mutar leher menghilangkan penat. Dia memungut pakaian yang tadi dilempar begitu saja. Broto menyusul di belakangnya.Lady membantu Broto berpakaian, baru dirinya sendiri.“Gue pengen makan mie.” Tangan Lady bergayut manja di leher Broto.“Ya sudah. Ke Depot Gajah Mada aja. Searah lo pulang.” Broto mendaratkan ciuman di dahi, kedua
Aku hanyalah sesosok manusia yang menjadikan nafas sebagai sebuah keharusanbergerak tanpa keinginanbertindak tanpa perasaan******Setelah kenyang bersantap siang, Lady memutuskan untuk tidur sembari menunggu kedatangan Broto.[Pandu, pastikan Embun tertarik dengan tawaran kita.]Sebelum rehat, dikirimkannya pesan singkat pada Pandu. Ia sudah masuk sedalam ini, jangan sampai semua sia-sia.[Baik, Bu.]Pandu membalas singkat, karena memang ia segan berurusan dengan bos wanitanya ini. Kala lebih mampu memberikan ketenangan pada bawahan, dan masih bisa berbasa-basi.Lady merebahkan diri di kasur yang ternyata cukup nyaman. Apartemen kelas menengah dengan harga tidak terlalu mahal, masih mampu memanjakan penghuninya.Tadinya dia sedikit tidak yakin dengan pilihannya pada komplek apartemen seperti ini. Terbia
Tak bisakah aku layaknya senja?Memeluk siang dan malam bersamaTanpa harus kehilangan keduanyaTidak memilih satu di antaranya******“Nggak usah. Saya sendiri saja. Terima kasih.” Lady menerima kunci dan segera masuk ke apartemen. Sebelum menutup, dipandangnya sekilas wanita di balik pintu. “Silahkan pergi. Saya hubungi kalau ada perlu.”Erlin mematung memandang pintu di depan wajahnya yang ditutup dengan tegas. Tidak dibanting, tapi cukup keras.Wanita menyeramkan, batinnya.Erlin meninggalkan lokasi apartemen dan memilih kembali ke kantornya daripada harus panjang kali lebar berurusan dengan Lady, yang ia kenal dengan nama Amara.Sementara di dalam apartemen, Lady melihat sekeliling. Lumayan nyaman, untuk sekedar memadu kasih dan waktu yang singkat.Dia merebahkan tubuh di sofa ruang santai. Tangan
Apakah diriku kau anggap senja?Yang datang hanya sekejap tanpa boleh menetapMenjadi pemisah antara siang dan malamKau nikmati tanpa perlu kau miliki*****Setidaknya, masalah dokter sudah beres, batin Lady.Dia segera mengarahkan laju mobil ke arah bandara. Ada sebuah apartemen di daerah itu yang terbilang baru dan kelas menengah. Lady sengaja memilih tempat itu, karena akan aman dari relasi, juga kenalan mereka. Kebanyakan penghuninya adalah penyewa yang akan melanjutkan perjalanan dari pangkalan udara tersebut, bukan penghuni tetap.Bangunan tinggi menjulang nampak baru selesai dibangun. Tak ingin menarik perhatian, Lady sengaja memarkir mobil di area samping gedung.Wanita itu sudah lebih tenang. Ia telah mampu menguasai hatinya. Perselingkuhan yang baru saja terjadi, tak lebih dari sebuah hubungan kerja sama saling menguntungkan.“S
Tak ingin melukaimu dengan hadirkuTak ingin menyayatmu dengan dekatkuAku yang memilih tiadaAku yang memilih terlupa******Mereka berbincang banyak hal sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan serius. Hanya obrolan ringan untuk saling mengenal.“Makasih ya, Mas Pandu. Tuh kosan saya.” Embun menggerakkan telunjuknya pada deretan bangunan yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat mereka.Sengaja Embun minta berhenti di situ, agar tidak ada omongan tetangga melihatnya pulang bersama pria tak dikenal, bermobil pula.“Ini masih hujan. Apa nggak sebaiknya saya antar sampai depan kos, Mbun?” Pandu menoleh pada gadis itu.Nanti cantikmu luntur, kan sayang, batin Pandu.“Santai aja, Mas. Saya bukan mermaid, yang kalau kena air terus kaki saya berubah jadi sirip. Kehujanan sebentar, langsung dibilas. Aman.”