Shuttle bus terlihat lebih sepi, apa anak-anak sudah pada di dalam bus? Kalo iya pun, kenapa supirnya tak mau menunggu gadis itu. Oza berjalan mendekati kursi yang tersedia. Dia menatap kendaraan yang melintas dan berlalu lalang di jalanan besar itu.
Gadis itu menunggu dengan bosannya. Saat ia berdiri dan berjalan menyusuri trotoar, tiba-tiba saja sebuah motor mengotori seragamnya. Oza terkejut dengan kejadian barusan dan menatap kendaraan itu dengan galaknya. Tanpa sadar gadis itu merapal doa yang membuat sang pengendara motor sial. "Allah gak tidur, gue yakin sebentar lagi pasti motornya mogok karena ngotorin baju gue!" Gumamnya sambil menghentakkan kaki.
Cowok itu mendengkus saat tiba-tiba saja motornya jadi mogok. Anak itu menoleh pada Oza yang masih berjalan santai. Dia memincingkan matanya tajam dan menyalang pada gadis itu.
Badra Ardansyah Lubis. Name tag yang tertera pada seragam kerjanya itu langsung Badra copot dan memasukkannya ke dalam saku seragam. Cowok itu melipat lengan seragamnya kemudian berjalan menghampiri Oza seakan meminta pertanggungjawaban gadis itu.
Oza yang masih di depan shuttle bus melotot kaget ketika orang yang baru saja lewat menghampirinya. "Lo nyumpahin gue ya, kenapa tiba-tiba motor gue mogok?" Tanyanya dengan nada dingin. Pernyataan itu mampu membuat alis Oza berkedut bingung.
Kok tau? Cenayang ya?
Gadis itu menganga lebar dan kemudian mengatupkan bibirnya rapat. Seketika anak itu jadi tak bisa membuka mulutnya lebar-lebar karena takut dengan cowok itu.
Oza berdeham mengontrol desir jantungnya yang berpacu lebih cepat, "ekhem! Saya gak kenal sama kakak, kenapa saya harus banget serapahin kakak" Badra yang menatapnya tajam jadi mencondongkan tubuhnya dan itu mampu membuat gadis itu kaget sekaligus ketakutan.
"Bisa dipercaya?" Gadis itu mengangguk cepat lalu bus datang. Oza melangkah kakinya setengah berlari dan masuk ke dalam bus.
Badra masih menatap wajah gadis itu dari pinggir jalan. Gadis itu yang merasa malu membuang muka tak mau menatap balik cowok itu. Ini baru hari pertama ketemu saja sudah cukup membuat dia sport jantung apalagi tiap hari? Selesai sudah hidupnya.
Gadis itu mengumpat pelan dan mengalihkan pandangannya dari jendela. Ada yang berdentum dalam diri Oza, dia memegangi dadanya yang masih terasa degubannya. Anak perempuan itu menggelengkan kepalanya pelan lalu menggumam lirih, "apa sih, lo tetap akan suka sama kak Bahrain." Oza menyandarkan tubuhnya pasrah. Kemudian menutup matanya secara perlahan sambil menikmati angin.
Setelah sampai rumah gadis itu langsung membuang tasnya ke atas sofa rumah. Dia membanting tubuhnya ke atas sofa itu dan mencak-mencak mengingat kejadian tadi. Bunda yang memperhatikan tingkah putri bungsunya dari dapur mendengus geli. "Kamu kenapa sih?" tanya bunda heran. Oza kaget dan membenarkan posisinya.
"Gak apa-apa, bun. Cuma capek ajh."
"Udah tau mau pkl di mana?" gadis itu membeliak kaget. Dia memekik keras sehingga mendapat timpukkan bantal kamar dari sang kakak.
"OUH IYA! AKU LUPA PENYALURAN PKL?! ADUH GIMANA NIH!! NANTI KALO GAK ADA NILAI GIMANA?! GIMANA BUN! GIMANA! OH MY GODS AKU HARUS TELPON PURI?!!" Oza yang heboh sendiri langsung mencari handphonenya di dalam tas sekolah.
Brakk
"Bacot?!" serunya kesal. Gadis itu menatap sang kakak dengan pongah kemudian melanjutkan pencariannya.
Bunda yang mendengar suara anaknya yang kaya toa. Mengusap telinganya pelan lalu melengang pergi ke dalam kamar.
Arasya. Kakak dari Griloza itu tak percaya jika adiknya bisa mendapatkan tempat PKL yang sangat bagus.
Bahrain menatap wajah perempuan yang terus memaksanya untuk melakukan hal yang tidak disukainya. Bertepatan dengan hari Rabu malam itu. Dirham memandang rendah.
Dirham tau jika anak itu tak betul-betul membuat pilihan yang salah bagi nama baiknya. Namun jika benar pendirian Bahrain karena seseorang yang bukan berasal dari kalangan mereka tentu akan sangat dipastikan Dirham menolak untuk menerimanya.
Bahrain masih belum peduli dengan apa yang dilakukan oleh sang ayah. Sampai sedetik kemudian dia melihat bingkai frame yang digenggam erat oleh ayahnya sengaja dijatuhkan di depannya. Matanya menatap tajam wajah tegas Dirham yang mulai berlalu begitu saja tanpa mau menolehkan kepalanya dan menatap raut muka Bahrain.
Pemuda itu tersenyum sinis begitu memandang dengki sang ayah yang notabenenya telah membesarkannya selama ini. Bahrain melenggang ke arah kamarnya dan masuk begitu saja sembari membanting pintu kamar yang terbuka dengan kencangnya.
Setelah menelpon Puri dan mengatur waktu pertemuan untuk membahas mengenai PKL. Oza menatap bengis kakaknya yang sedang duduk bersila di lantai dengan menekuk tangannya di depan serta cemilan yang tak lepas dari dekapannya. "bagi," rebut Oza yang langsung menarik cemilan itu. Wajah cantik Arasya merenggut kesal ketika cemilannya direbut oleh adiknya itu.
Wanita itu beranjak dan mengambil kunci motor yang menggantung dipaku dekat lemari gantung belakang. Oza terus saja melirik jam tangannya dengan tenang. Saat ponselnya kembali berdering lagi dan itu mampu membuatnya tersedak makanan yang lagi dikunyah olehnya. "Shit!" umpatnya begitu saja dan langsung meraih ponselnya yang tak mau berhenti berdering.
Gadis itu membelalakkan matanya lalu memejamkan sesaat sambil memijit pangkal hidung yang mulai pening. Oza bergegas lari ke arah kamar untuk mengambil Hoodie sweater miliknya. Gadis itu merapikan pakaian serta rambutnya yang panjang. Oza meraih ponselnya yang masih tak mau berhenti berdering. Saat Puri sudah siap memaki, gadis itu lebih dulu memaki dirinya. "Woy lama am---" Puri langsung bungkam ketika mendengar suara teriak merdu temannya itu.
"SABAR MAEMUN?!" pekik Oza tak sabaran dan langsung mematikan ponselnya.
Gadis hendak berpikir untuk meminta izin pada bunda. Namun setelah dipikir-pikir lagi itu akan percuma mengingat bundanya tak terlalu peduli anak-anaknya mau pergi ke mana, ke mananya.
Oza berjalan kaki ke arah shuttle bus yang biasa digunakan untuk ke sekolah. Saat berhenti di perempatan jalanan, seseorang dengan sengaja mencipratkan air kubangan kotor. Matanya melotot kaget dan langsung berteriak keras. "Maaf gak sengaja," ucapnya santai. Mata bulat Oza masih belum kembali normal.
"Lo-!" tunjuk Oza yang tak terima pakaiannya dikotori begitu saja oleh pemuda itu. "He! Punya matakan?! Pake!? Allah ngasih lo mata buat digunain bukan buat panjang!" omel Oza panjang lebar namun hanya di dengarkan oleh pemuda itu tanpa memberikan respon terhadap si gadis.
Saat Oza menghentikan cacian itu. Pemuda itu mengulum bibirnya tipis lalu menghembuskan nafasnya pelan. "Udah?" tanya Badra yang memperhatikannya dari tadi hanya mengoceh saja.
Gadis itu mengangguk kesal dan Badra kembali menggerakkan mesin motornya pergi meninggalkan dirinya tanpa mau meminta maaf terlebih dahulu. Oza mengepalkan tangannya marah lalu kembali mengumpat dalam hati dan menyerapahi cowok itu.
Rain Soundjomblo relatif yang gak relatif itu rasa nyamanHari ini maksud dari perginya Oza adalah mencari tempat PKL. namun siapa tau kalau dirinya akan menimba ilmu di tempat calon mertuanya. Tentunya itu dalam mimpi gadis itu pastinya. "Lo yakin ini tempatnya?" tanya Oza agak ragu. Karena tempat ini tak seperti kantor kecil melainkan perusahaan besar seperti kantor yang ada di perumahan elite."Ya yakinlah!" ujar Puri terlihat meyakini Oza. "Mau dapat tempat PKL kan? udah di sini ajh." Oza masih belum terlalu yakin dengan pilihan Puri. Tapi gadis itu sudah menghubungi dua temannya untuk ke sini.Bahrain menunggu sampai orang yang akan dipekerjakan oleh ayahnya datang. Dalam hal ini dia tak mau banyak ada perdebatan tentang bagaimana watak sang ayah. "Nanti kalo ada cari saya, panggil di ajh di ruangan itu," t
Rain SoundOza tak bisa berhenti mengukir senyuman manisnya saat tau bahwa pemuda itu bos tempatnya magang. Gadis itu berguling-guling di atas kasur sambil mengembangkan senyumnya itu yang tak berhenti terbayang.Rasanya seperti ingin berteriak dan langsung memeluk tubuh pemuda itu dengan erat. Namun apa daya dia hanya seutas makhluk mikroba.Suara pintu yang terketuk membuat kepala gadis itu menoleh dan berhenti bertingkah konyol. Oza masih menganga ketika menatap wajah orang yang selalu ingin membuatnya teriak-teriak mengamuk. "Lo ngapain di kamar gue?!" Galaknya yang menaruh kedua tangannya di samping.Badra menukik satu alisnya heran kemudian mendengus dingin. "Bilang kakak lo, gue pulang." Ucap, Badra tanpa memberikan penjelasan lebih.Oza menipiskan bibir lalu berlari ke arah jen
Rain soundSaat hening menyapa tak ada siapapun yang bisa menyadari kehadiran mereka, namun saat sang luka menyapa jelas kita bisa menyadari atas kehadirannya.Tentu ini membuat kita sadar bahwa tak selamanya indahSudah jam pelajaran kedua tapi gurunya masih belum masuk ke dalam kelas. Oza sudah mulai jengah dengan suasana kelasnya yang tak jelas. Saat lagi mainan pulpen guru kewirausahaan masuk dan membagikan sebuah lembaran laporan untuk tugas PKL nanti. "Baik, anak-anak yang sudah dapat tempat buat kerja lapangan maju ke depan ya." Seru Bu Purwa. Oza mendorong Puri untuk menjadi perwakilan kelompok mereka. Saat Puri berdiri nama gadis itu sudah disebut. "Griloza?" Oza mendengus lalu melangkah dengan malas sambil mengangkat tangan kanannya."Saya..." Ucapnya, malas.
Rain SoundSore itu. Oza berserta teman-temannya melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil disekolah. Sudah biasa dengan jadwal sekolah yang selalu pulang sore, tak membuat gadis itu banyak mengeluh. Karena itu adalah hari pertama masuk PKL dia akan memberikan hasil yang maksimal pada yang lain.Puri mengusap peluh keringat yang mengucur deras dari keningnya. Dia berjalan menyusul saat dirinya habis dihukum guru matematik. Anak perempuan itu tak terlalu suka dengan cara mengejar gurunya itu kenapa. Puri selalu tidur di kelas pada jam pelajaran tersebut. "Capeknya tuh kan main," ujar Puri yang agak terengah.Oza menggeleng cepat kepalanya. Lalu membuka pintu mobil Nida yang tak terkunci. "Emang lo ngapain?" Tanya Vera yang memberikan handuk kering. Puri menerima uluran itu dan langsung rebahan di jok belakang mobil. 
Rain soundTepat jam dua belas malam nanti Oza berulang tahun yang ke delapan belas tahun. Bunda, ayah dan Arasya sudah menyiapkan kejutan untuk adiknya tercinta. Malam itu ketiganya tak bisa tidur karena akan membuatkan surprise yang gak akan pernah bisa dilupain sama anak itu."Hari ini--- maksud bunda nanti malam jam dua belas ntar. Oza ulang tahun, kalian siapkan?" Keduanya mengangguk mantap. Dan mengeluarkan conveti yang buat nanti kejutan."Undang teman-temannya, Bun. Biar tambah rame," usul ayah yang disetujui sama Arasya. Bunda memutar bola matanya malas.Bunda melangkah tanpa peduli dengan kicauan dua orang yang ada dibelakangnya itu. Ayah masih me
Rain SoundMalam itu semua teman-temannya datang. Keluarganya tak mengadakan acara ulang tahun yang mewah. Namun pestanya terlihat sederhana tapi glamor, semua barang kelihatan branded padahal harga mana ada yang tau. "Bunda, ini kan palsu." Tegur, ayah yang menatap bunda lagi menata ruang tamu.Bunda menyuruh ayah diam dan mengecilkan suaranya agar tidak kedengaran sama teman-teman dari anaknya. Bunda menggebuk punggung ayah karena membahas tentang ini di depan umum. Saat ramai, Arasya memandang wajah kedua orang tuanya dengan pandangan menyelidik. "Ayah! Jangan kenceng-kenceng! Kalo kedengaran gimana?! Nanti adek malu!" Omel, bunda dan ayah hanya tercengir tanpa dosa.Oza mesem-mesem gak jelas saat melihat Bahrain datang. Senyumnya sirna ketika dibelakangnya ada sosok lainnya. Gadis itu menggerutu kesal. Dia tau siap
Rain SoundJam yang Menunjukkan sudah waktunya tidur tak bisa membuat gadis itu terlelap pasalnya, ia terus kepikiran sama pernyataan— lebih tepatnya pengungkapan rasa tertarik Badra terhadap dirinya. Oza mengusak rambut kasar, karena jujur ajh dia belum mau move on dari first love nya.Impresionnya terlalu jelek saat bertemu dengan cowok Lubis itu, namun ia juga tak bisa mengatakan kalau kesan pertamanya terhadap Bahrain dibilang bagus juga. Akan tetapi dia harus tidur cepat dan tak boleh kesiangan jika mau bertemu dengan Bahrain.Bahrain itu terlalu rajin walaupun hanya sekedar datang dan pulang lagi. Tentu itu akan menambahkan nilai plus dimata gadis itu, ponselnya berbunyi dan itu membuat Oza melirik kesal. Saat
Rain soundOza melongo saat di depannya ada perempuan lagi meluk-meluk Bahrain dengan manjanya, dan pemuda itu tanpa tau malu membalasnya tak berpikir ada dirinya dibelakangnya. Seketika ia menyesal telah mengikuti apa mau Bahrain, kenapa tadi gak dia tolak ajh ya? Sekarang dia harus apa? Gak mungkin juga dirinya pulang tanpa menemui orang yang mengajaknya kemari kan?Oza mendengar perempuan itu berbicara sambil merengek kecil, itu kontan membuat Bahrain menoleh dan menatap gadis yang lagi berdiri tak jauh darinya penuh pengharapan. Tunggu. Pengharapan jenis apa yang diinginkan cowok itu?"Kak Bahrain gak mungkin tega ninggalin gue di sini," gumam Oza pelan dan kembali berpikir kemungkinan terburuknya hal itu terjadi. "Mungkin ajh, kalo ada nenek lampir itu?"Bahrain menghampirinya tiba-tiba pemuda tak enak mengatakan hal yang menolak kein