"Bau harum apaan tuh?"
Kia meletakkan tas selempangnya di lantai lalu menghampiri Ben yang sibuk memasak di dapur. Tadi Ben memintanya datang dengan alasan penting ternyata laki-laki itu hanya memasak seperti biasanya. Kia menarik kursi kemudian mendudukinya sambil memperhatikan Ben dari belakang. Dia tersenyum kecil melihat keanehan sahabatnya sejak malam membeli cincin. Kia juga belum sempat menanyakan perihal hubungan Ben dan Eren, tapi dari sikap yang ditunjukkan laki-laki itu pertanda hubungan mereka sudah melangkah lebih jauh.
"Tumis kangkung, aku sengaja masak kangkung biar tidurmu nyenyak." Ben meletakkan piring berisi tumis kangkung tepat dihadapan Kia. "Lihat mata pandamu lebih parah." ucapnya lalu duduk di kursi samping Kia.
Kia memasukkan tumis kangkung ke mulutnya, rasanya lezat seperti masakan Ben yang lainnya. Dia iri pada laki-laki yang pintar memasak.
"Aku begadang ngerjain tugas biar keberangkatanku ke Jepang dipercepat." ucap Kia terus menyantap tumis kangkung. "Sebulan lagi aku berangkat Ben."
"Kenapa mendadak?" tanya Ben kaku.
"Biar nggak kelewatan sakura mekar."
Ben menghela napas berat. "Sakura nggak sepenting itu Ki, kesehatan kamu lebih penting. Seminggu yang lalu kamu di opname, aku nggak mau tante datang ke Surabaya terus culik kamu."
"Dia nggak bakal datang meskipun aku mati." ucap Kia pelan.
"Tapi aku nggak mau kamu kenapa-kenapa."
Kia tersenyum menggoda. "Aku mencium aroma cinta. Hubunganmu sama Eren berkembang pesat ya."
"Biasa aja." ucap Ben enggan.
Kia hanya mengangguk lalu kembali menyantap tumis kangkungnya sementara Ben tampak melamun. Suara petir bersahutan menandakan akan turun hujan padahal Kia sudah mewanti-wanti agar tidak menginap di rumah Ben. Namun, hujan mengacaukan semuanya.
"Rain." gumam Kia pelan.
"Apa?" Ben terkesiap mendengar nama itu.
"Bukan apa-apa."
"Sebelum kamu berangkat ke Jepang. Aku mau buat permintaan sama kamu Ki."
"Apaan tuh?"
"Temani aku ke Bromo."
"Ogah, aku nggak suka naik gunung." tolak Kia langsung. Dia memang tidak suka mendaki gunung atau kegiatan lainnya di luar ruangan.
"Sekali ini aja." Ben mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Mau ya?" pintanya dengan nada memohon.
"Sama Eren?"
Ben menggeleng. "Cuma kita berdua."
Melihat tatapan memohon seperti anak kecil menyebabkan pertahanan Kia runtuh, dia mengangguk singkat lalu kembali menyantap makanannya.
"Ki, aku cuma buat pengandaian." Ben menatap Kia serius.
"Maksudnya?"
Bunyi petir meredam suara Ben sehingga Kia tidak begitu mendengar ucapan laki-laki itu. Ketika petir berakhir Kia hanya melihat Ben dalam diam, sama sekali tidak mengerti pengandaian itu.
"Kamu ngomong apa sih Ben?" tanya Kia penasaran.
"Hujannya tambah deras kamu nginap di sini aja."
Kia merasa aneh dengan sikap Ben barusan. Setelah menyelesaikan makan malamnya, Kia mencuci piringnya dalam diam. Ben sedang menonton televisi dan menghindarinya setelah pertanyaan tadi.
Laki-laki memang sulit ditebak.
Pikirannya melayang jauh pada kejadian di bandara saat bertemu Rain, sedang apa laki-laki itu sekarang? Kia menyesal tidak meminta nomor ponselnya dan kemungkinan saat ini rasa rindunya terobati.
"Kia."
Piring yang dicucinya hampir terlepas dari genggaman ketika Ben secara tiba-tiba berdiri di belakangnya. Kia bisa merasakan hembusan napas Ben membelai tengkuknya, tapi dia enggan membalikkan tubuhnya dan melihat Ben dalam kondisi kacau.
"Aku mau kamu di sini."
Oke, Ben semakin meracau dan Kia tetap mendengarnya, meski tangannya mulai gemetar saat Ben memeluknya dari belakang. Ini bukan pertama kalinya Ben memeluknya. Namun, malam ini terasa berbeda dan Kia merasa asing dengan sikap laki-laki itu.
"Lihat aku Ki."
Kia berbalik lalu menatap Ben dalam jarak dekat. "Kenapa?" tanyanya.
"Aku cuma buat pengandaian."
"Apa?"
"Misalnya aku cium kamu, gimana?"
Kia belum sempat mencerna pertanyaan Ben ketika wajahnya ditarik dan merasakan sentuhan lembut di pipinya. Lalu mendengar Ben berbisik di telinganya.
"Cuma pengandaian karena kamu bukan Eren."
***
Hujan turun begitu deras mengingatkan Rain pada Surabaya serta kerinduan pada ibu dan kedua adiknya. Jeslyn, Jessica, dan ibunya yang pendiam, tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?Rain tertawa kecil menertawakan kebodohannya menikah dengan Sarah. Lalu melihat perempuan itu bersama orang lain. Ternyata cinta atau tidak kedua hal tersebut sama-sama berkhianat.Dulu Rain tidak perlu repot-repot mendengar penilaian orang lain tentang dirinya. Namun, setelah mengalami beberapa kejadian yang menurunkan harga dirinya, Rain mulai ragu dengan kemampuannya. Secara fisik Rain tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang di atas standar rata-rata. Banyak yang memujinya secara fisik, tapi kenapa hidupnya tidak beruntung?Apakah takdir hidupnya sangat buruk?Hujan bertambah deras disertai suara petir bersahutan. Rain masih berdiri di balkon melihat tetes hujan dalam lamunan. Sudah satu jam dia melakukan kegiatan itu, kakinya kebas karena terlalu lama berdiri. Pikirann
Semula Rain berpikir jika Hari tidak akan menunjukkan batang hidungnya. Namun, keajaiban itu terjadi setelah Rain membuka pintu apartemen barunya dan melihat laki-laki itu bersama Alex. Begitu melihatnya tanpa berbasa-basi langsung memeluknya. "Ayah merindukanmu." bisik hari di telinga Rain. Pelukan itu berlangsung cukup lama hingga suara dering ponsel menginterupsi mereka. "Panggilan dari Indonesia." ucap Alex kemudian memberikan ponsel pada Hari. Rain menyeret kopernya melewati Alex setelah Hari keluar dari apartemen untuk menjawab panggilan telepon. Masih banyak barang yang belum dibereskan sedangkan Sarah berkata tidak bisa membantu karena suatu alasan. Rain hanya menanggapi dengan anggukan tidak ingin terlibat pembicaraan bersama Sarah. Dia juga tidak keberatan karena perempuan itu sudah mengirimkan barang-barangnya ke apartemen terlebih dahulu. Dan Rain tidak kerepotan karena barang-barang milik Sarah sudah teronggok di apartemen begitu di
"Kamu capek Ki?"Saat ini Kia berada di ketinggian dan Ben menanyakan pertanyaan yang jelas jawabannya. Kia tidak mungkin meminta Ben menggendongnya kan?Kia meneguk air mineralnya dengan rakus hingga menimbulkan suara berisik sementara Ben memperhatikannya."Aku nggak jadi ke Jepang Ben." ucap Kia lemah, dia menyimpan botol air mineralnya ke dalam tas. "Ibuku yang baik hati buat rencana sendiri, katanya kalau tahun ini aku nekat ke Jepang. Dia bakal minta orang jemput paksa aku di sini. Menurutmu aku harus gimana?""Ikuti kata hatimu karena impian kamu memang ke Jepang kan?""Kenapa sih aku harus hidup di keluarga berantakan?" tanya Kia diiringi tawa sinis."Kamu nggak bisa nyalahin takdir Ki kalau kenyataannya memang hidupmu begitu. Jangan lihat sisi buruknya karena semua hal pasti ada sisi positifnya. Kamu beruntung masih punya orang tua sedangkan aku cuma punya paman. Meskipun keluargamu nggak harmonis, tapi kamu masih punya aku Ki
Keindahan musim semi memang tidak diragukan lagi. Rain mengabadikan sakura bermekaran tidak melewatkan satu momen pun. Setahun terlewati Rain berada di Jepang. Dan hidupnya baik-baik saja karena Sarah masih berada di luar negeri.Keberuntungan itu Rain gunakan sebaik mungkin sebelum Sarah kembali ke Jepang dan menuntutnya menjadi suami yang baik. Omong kosong tentang pernikahan membuatnya seolah berada di penjara. Sekarang giliran Alex yang memotret. Rain menyerahkan kamera miliknya yang disambut sikap tidak rela laki-laki itu. "Cari spot yang bagus." ucap Alex mengarahkan kamera ke tempat lain. "Di sini saja." ujar Rain enggan berdebat. "Di belakangmu ada sepasang kekasih jangan merusak pemandangan mereka." Rain mencari tempat lain sesuai permintaan Alex. Dulu Rain tidak berpikir akan berteman dengan Alex mengingat hubungan laki-laki itu den
Kepala Rain hampir meledak ketika bangun pagi harinya menyadari tidak berada di kamarnya. Namun, dibandingkan semua itu yang paling mengejutkan adalah sosok perempuan di sampingnya. Setelah Sarah ternyata masih ada perempuan gila lainnya. Rain menyingkirkan tangan perempuan itu yang melingkar di pinggangnya. Kemudian memungut pakaiannya yang tergeletak di lantai. Sepertinya mereka telah melakukan sesuatu melihat seluruh pakaian perempuan itu berserakan di lantai. Dan bukti jelasnya Rain tidak mengenakan apa pun. "Jemput aku sekarang." ucap Rain melalui sambungan telepon, meski Alex tampak keberatan. Rain meninggalkan hotel tanpa meninggalkan pesan pada perempuan itu. Alex tidak bertanya mengenai Rain yang menginap di hotel, tapi wajah tanpa ekspresinya mengartikan Rain tidak ingin mengingat kejadian semalam. Dan Alex tahu benar jika emosi Rain meningkat drastis. Hal itu dimulai dari panggilan dari Hari disusul Sarah yang mengabarkan akan kembali ke Jepang bulan
"Rain?" Tidak ada sahutan sepertinya Rain masih kesal pada kejadian semalam. "Apa kegiatanmu selama di Jepang?" tanya Kia mencoba memecah keheningan. Rain menatap Kia sekilas. "Tidak ada." "Musim semi sangat indah, tapi kamu nggak terlihat bahagia. Rain, apa aku membuatmu kesal?" Rain menggeleng. "Bukan karena itu." "Lalu?" "Jangan ikut campur hidupku, paham?" Rain menekan kalimatnya. Kia mengangguk samar tampak tidak rela. "Paham." "Oke," Selebihnya Kia terjebak dalam keheningan dengan Rain yang fokus pada bukunya. Dia tidak tahu harus melakukan apa selain memperhatikan Rain dalam diam. Setahun berlalu perasaannya untuk Rain tidak berubah. Kia percaya bahwa laki-laki itu merupakan masa depannya, tempatnya pulang ketika di
Semula perasaan Rain membaik karena Kia termasuk perempuan penurut tidak menyebalkan seperti Sarah. Meskipun kejadian malam itu Kia mengambil keuntungan darinya, Rain tidak memperpanjang masalah tersebut. Toh, selama ini Sarah sudah menyentuhnya dan kejadian yang dilakukannya bersama Kia merupakan hal biasa. Namun, perasaannya memburuk setelah Jeslyn mengabarinya bahwa kesehatan ibunya memburuk. Rain tidak mungkin memberitahu keadaannya jika tidak ingin kedua adiknya cemas. Berurusan dengan Hari nyatanya lebih sulit daripada mengalahkan para preman pasar. Oleh sebab itu, Rain berniat pulang ke tanah air tanpa memberitahu Hari. Namun, niatnya terpaksa ditunda akibat Hari memintanya untuk menjemput Sarah dan menemani perempuan itu. Maksud dari menemani adalah melakukan sesuatu hingga Sarah hamil. Lebih tepatnya Rain harus memiliki anak bersama Sarah. Keinginan gila itu mana mungkin Rain lakukan? Emosinya memburuk dalam sekejap bahkan Rain melupakan Kia dan peremp
Rain sudah bersiap dengan koper besar di bawah kakinya. Sudah satu jam Alex tidak kunjung datang ke apartemennya. Padahal laki-laki itu mengabarkan sudah dalam perjalanan dan akan tiba setengah jam lagi. Namun, ini sudah berlalu satu jam sejak Alex menghubunginya. Rain khawatir Hari berubah pikiran dan meminta Alex untuk kembali."Rain, serius kamu nggak apa-apa?"Pertanyaan ketiga dan Rain hanya membalasnya dengan anggukan."Ini tengah malam, kamu yakin pergi sekarang?"Ponselnya berbunyi menyelamatkan Rain dari pertanyaan itu sementara Kia memperhatikannya dalam diam."Rain, ada perubahan rencana." ucap Alex dari seberang."Apa?" tanya Rain tidak sabar."Tuan Hari mengizinkan kamu pulang dengan satu syarat."Rain diam dengan tangan terkepal. Beberapa jam yang lalu Hari hanya menginginkan Alex ikut serta, tapi sekarang rencana licik apa lagi?"Kamu harus memiliki anak bersama Sarah. Syarat wajib kalau kamu ingin m