Hujan turun begitu deras mengingatkan Rain pada Surabaya serta kerinduan pada ibu dan kedua adiknya. Jeslyn, Jessica, dan ibunya yang pendiam, tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?
Rain tertawa kecil menertawakan kebodohannya menikah dengan Sarah. Lalu melihat perempuan itu bersama orang lain. Ternyata cinta atau tidak kedua hal tersebut sama-sama berkhianat.
Dulu Rain tidak perlu repot-repot mendengar penilaian orang lain tentang dirinya. Namun, setelah mengalami beberapa kejadian yang menurunkan harga dirinya, Rain mulai ragu dengan kemampuannya. Secara fisik Rain tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang di atas standar rata-rata. Banyak yang memujinya secara fisik, tapi kenapa hidupnya tidak beruntung?
Apakah takdir hidupnya sangat buruk?
Hujan bertambah deras disertai suara petir bersahutan. Rain masih berdiri di balkon melihat tetes hujan dalam lamunan. Sudah satu jam dia melakukan kegiatan itu, kakinya kebas karena terlalu lama berdiri. Pikirannya berkelana entah kemana mengingat apa pun yang dialaminya belakangan ini. Berada di negeri asing bersama ayah brengsek serta perempuan aneh yang menjadi istrinya. Rain seolah menjadi gila setelah melewati semua ini.
Tawa Rain kembali pecah, kali ini lebih keras seolah bebannya terangkat bila mengeluarkan tawanya. Dia tidak akan mengalami fase ini jika memilih tinggal di Surabaya alih-alih menerima tawaran Hari untuk menikahi Sarah.
Dua jam kemudian hujan mulai reda. Rain berjalan-jalan di luar untuk menenangkan diri. Tokyo sangat indah dan semua itu mampu mengalihkan perhatiannya. Rain memasuki sebuah kafe dan memesan secangkir kopi tanpa gula. Suasana tenang di kafe itu sedikit menurunkan emosinya Rain bersyukur menemukan tempat sebagus itu. Pengunjung yang datang juga tidak banyak hanya ada tiga orang termasuk Rain.
Cangkir berwarna putih dihidangkan di meja asap masih mengepul mengeluarkan aroma kopi yang khas pantas saja para penikmat kopi rela mengeluarkan uang demi menikmati secangkir kopi.
Permasalahan yang berkelebat di kepalanya mulai menghilang saat Rain menyesap kopinya. Rasa pahit yang mengalir di tenggorokannya sesuai dengan hidupnya saat ini. Pahit dan gelap seperti kopi.
Menjelang malam kafe semakin ramai, Rain segera meninggalkan tempat itu karena tidak nyaman berbaur bersama orang asing apalagi dia tidak bisa berbahasa Jepang. Keinginan untuk belajar bahasa asing sirna terlebih keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Rain mengikuti keinginannya sendiri mengabaikan keinginan Hari. Lagipula Rain sudah menikahi Sarah dan laki-laki itu tidak akan memaksanya melakukan sesuatu di luar keinginannya.
Tiba di apartemen, Rain menemukan Sarah. Perempuan itu sedang sibuk di dapur begitu melihatnya memberikan seulas senyuman yang Rain sendiri enggan melihatnya. Tanpa repot-repot membalas senyuman Sarah dia segera memasuki kamarnya. Setelah membersihkan diri Rain menonton televisi mengabaikan Sarah yang duduk di sampingnya. Aroma parfum menguar dari tubuh perempuan itu. Jenis parfum yang tidak Rain sukai.
"Rain, kamu sudah makan malam?" tanya Sarah.
Rain menekan tombol remote mencari kesibukan untuk menghindari pertanyaan Sarah. Televisi menampilkan acara membosankan atau suasana hatinya yang tidak baik karena kehadiran Sarah.
Kenapa perempuan itu tidak pergi saja?
Rain mendengus dalam hati. Lalu kembali menekan remote mencari acara lain selain mendengar omong kosong mengenai laporan cuaca.
"Aku masak iga bakar, kamu makan dulu Rain."
Rain masih diam.
"Aku bawa kemari biar kamu bisa makan sambil nonton."
Sarah beranjak dari sofa menuju dapur kemudian membawa piring berisi nasi dan iga bakar. Rain hanya menatap piring itu tanpa selera.
"Masih panas aku letakkan di meja." ucap Sarah lembut.
Kenapa perempuan itu suka sekali berbicara?
Rain mendengus dengan suasana hati memburuk. Secangkir kopi tidak mampu mengembalikan keceriaannya. Rain bangkit dari duduknya, tapi sebelum kakinya melangkah Sarah lebih dulu menahan tangannya.
"Rain, kamu marah?"
Logat bicara Sarah terdengar kaku. Untuk pertama kalinya Rain memperhatikan hal sekecil itu.
"Ayahmu memintamu datang ke universitas minggu depan. Dia sudah menyiapkan keperluanmu dan mungkin kita akan pindah apartemen."
Sebelum Rain menjawab, Sarah buru-buru menambahkan. "Apartemen ini milik Alex dan sebelumnya aku tinggal di sini, tapi karena kita sudah menikah ayahmu membeli apartemen untuk kita. Rain, aku ingin menjalani kehidupan normal bersamamu, bisakah kita bekerjasama?"
Rain melepaskan tangannya dari cengkeraman Sarah.
"Lakukan sesuai keinginanmu." ucap Rain dingin.
"Rain aku minta satu hal darimu. Bisakah kamu merahasiakannya dari ayahmu?"
Rain mengangguk.
"Jangan katakan tentang hubunganku dan Alex."
Terang-terangan meminta Rain untuk menyimpan rahasia perselingkuhan itu. Sepertinya Sarah memang berniat melanjutkan hubungan gelapnya. Rain kembali mengangguk enggan menanggapi ucapan Sarah. Perempuan gila itu kenapa harus menjadi istrinya?
"Rain aku juga minta satu hal darimu." Sarah memeluk Rain dari belakang dan mengalungkan tangannya di pinggang laki-laki itu. "Jadilah suamiku yang sesungguhnya."
Rain diam dengan menahan rasa mual.
***
Semula Rain berpikir jika Hari tidak akan menunjukkan batang hidungnya. Namun, keajaiban itu terjadi setelah Rain membuka pintu apartemen barunya dan melihat laki-laki itu bersama Alex. Begitu melihatnya tanpa berbasa-basi langsung memeluknya. "Ayah merindukanmu." bisik hari di telinga Rain. Pelukan itu berlangsung cukup lama hingga suara dering ponsel menginterupsi mereka. "Panggilan dari Indonesia." ucap Alex kemudian memberikan ponsel pada Hari. Rain menyeret kopernya melewati Alex setelah Hari keluar dari apartemen untuk menjawab panggilan telepon. Masih banyak barang yang belum dibereskan sedangkan Sarah berkata tidak bisa membantu karena suatu alasan. Rain hanya menanggapi dengan anggukan tidak ingin terlibat pembicaraan bersama Sarah. Dia juga tidak keberatan karena perempuan itu sudah mengirimkan barang-barangnya ke apartemen terlebih dahulu. Dan Rain tidak kerepotan karena barang-barang milik Sarah sudah teronggok di apartemen begitu di
"Kamu capek Ki?"Saat ini Kia berada di ketinggian dan Ben menanyakan pertanyaan yang jelas jawabannya. Kia tidak mungkin meminta Ben menggendongnya kan?Kia meneguk air mineralnya dengan rakus hingga menimbulkan suara berisik sementara Ben memperhatikannya."Aku nggak jadi ke Jepang Ben." ucap Kia lemah, dia menyimpan botol air mineralnya ke dalam tas. "Ibuku yang baik hati buat rencana sendiri, katanya kalau tahun ini aku nekat ke Jepang. Dia bakal minta orang jemput paksa aku di sini. Menurutmu aku harus gimana?""Ikuti kata hatimu karena impian kamu memang ke Jepang kan?""Kenapa sih aku harus hidup di keluarga berantakan?" tanya Kia diiringi tawa sinis."Kamu nggak bisa nyalahin takdir Ki kalau kenyataannya memang hidupmu begitu. Jangan lihat sisi buruknya karena semua hal pasti ada sisi positifnya. Kamu beruntung masih punya orang tua sedangkan aku cuma punya paman. Meskipun keluargamu nggak harmonis, tapi kamu masih punya aku Ki
Keindahan musim semi memang tidak diragukan lagi. Rain mengabadikan sakura bermekaran tidak melewatkan satu momen pun. Setahun terlewati Rain berada di Jepang. Dan hidupnya baik-baik saja karena Sarah masih berada di luar negeri.Keberuntungan itu Rain gunakan sebaik mungkin sebelum Sarah kembali ke Jepang dan menuntutnya menjadi suami yang baik. Omong kosong tentang pernikahan membuatnya seolah berada di penjara. Sekarang giliran Alex yang memotret. Rain menyerahkan kamera miliknya yang disambut sikap tidak rela laki-laki itu. "Cari spot yang bagus." ucap Alex mengarahkan kamera ke tempat lain. "Di sini saja." ujar Rain enggan berdebat. "Di belakangmu ada sepasang kekasih jangan merusak pemandangan mereka." Rain mencari tempat lain sesuai permintaan Alex. Dulu Rain tidak berpikir akan berteman dengan Alex mengingat hubungan laki-laki itu den
Kepala Rain hampir meledak ketika bangun pagi harinya menyadari tidak berada di kamarnya. Namun, dibandingkan semua itu yang paling mengejutkan adalah sosok perempuan di sampingnya. Setelah Sarah ternyata masih ada perempuan gila lainnya. Rain menyingkirkan tangan perempuan itu yang melingkar di pinggangnya. Kemudian memungut pakaiannya yang tergeletak di lantai. Sepertinya mereka telah melakukan sesuatu melihat seluruh pakaian perempuan itu berserakan di lantai. Dan bukti jelasnya Rain tidak mengenakan apa pun. "Jemput aku sekarang." ucap Rain melalui sambungan telepon, meski Alex tampak keberatan. Rain meninggalkan hotel tanpa meninggalkan pesan pada perempuan itu. Alex tidak bertanya mengenai Rain yang menginap di hotel, tapi wajah tanpa ekspresinya mengartikan Rain tidak ingin mengingat kejadian semalam. Dan Alex tahu benar jika emosi Rain meningkat drastis. Hal itu dimulai dari panggilan dari Hari disusul Sarah yang mengabarkan akan kembali ke Jepang bulan
"Rain?" Tidak ada sahutan sepertinya Rain masih kesal pada kejadian semalam. "Apa kegiatanmu selama di Jepang?" tanya Kia mencoba memecah keheningan. Rain menatap Kia sekilas. "Tidak ada." "Musim semi sangat indah, tapi kamu nggak terlihat bahagia. Rain, apa aku membuatmu kesal?" Rain menggeleng. "Bukan karena itu." "Lalu?" "Jangan ikut campur hidupku, paham?" Rain menekan kalimatnya. Kia mengangguk samar tampak tidak rela. "Paham." "Oke," Selebihnya Kia terjebak dalam keheningan dengan Rain yang fokus pada bukunya. Dia tidak tahu harus melakukan apa selain memperhatikan Rain dalam diam. Setahun berlalu perasaannya untuk Rain tidak berubah. Kia percaya bahwa laki-laki itu merupakan masa depannya, tempatnya pulang ketika di
Semula perasaan Rain membaik karena Kia termasuk perempuan penurut tidak menyebalkan seperti Sarah. Meskipun kejadian malam itu Kia mengambil keuntungan darinya, Rain tidak memperpanjang masalah tersebut. Toh, selama ini Sarah sudah menyentuhnya dan kejadian yang dilakukannya bersama Kia merupakan hal biasa. Namun, perasaannya memburuk setelah Jeslyn mengabarinya bahwa kesehatan ibunya memburuk. Rain tidak mungkin memberitahu keadaannya jika tidak ingin kedua adiknya cemas. Berurusan dengan Hari nyatanya lebih sulit daripada mengalahkan para preman pasar. Oleh sebab itu, Rain berniat pulang ke tanah air tanpa memberitahu Hari. Namun, niatnya terpaksa ditunda akibat Hari memintanya untuk menjemput Sarah dan menemani perempuan itu. Maksud dari menemani adalah melakukan sesuatu hingga Sarah hamil. Lebih tepatnya Rain harus memiliki anak bersama Sarah. Keinginan gila itu mana mungkin Rain lakukan? Emosinya memburuk dalam sekejap bahkan Rain melupakan Kia dan peremp
Rain sudah bersiap dengan koper besar di bawah kakinya. Sudah satu jam Alex tidak kunjung datang ke apartemennya. Padahal laki-laki itu mengabarkan sudah dalam perjalanan dan akan tiba setengah jam lagi. Namun, ini sudah berlalu satu jam sejak Alex menghubunginya. Rain khawatir Hari berubah pikiran dan meminta Alex untuk kembali."Rain, serius kamu nggak apa-apa?"Pertanyaan ketiga dan Rain hanya membalasnya dengan anggukan."Ini tengah malam, kamu yakin pergi sekarang?"Ponselnya berbunyi menyelamatkan Rain dari pertanyaan itu sementara Kia memperhatikannya dalam diam."Rain, ada perubahan rencana." ucap Alex dari seberang."Apa?" tanya Rain tidak sabar."Tuan Hari mengizinkan kamu pulang dengan satu syarat."Rain diam dengan tangan terkepal. Beberapa jam yang lalu Hari hanya menginginkan Alex ikut serta, tapi sekarang rencana licik apa lagi?"Kamu harus memiliki anak bersama Sarah. Syarat wajib kalau kamu ingin m
Sekali lagi Rain melihat makam ibunya sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu. Kedua adiknya masih berada di sana. Menangis keras dan sebagai kakak yang gagal, Rain tidak bisa melakukan apa-apa selain memperhatikan dalam diam.Hujan menyambutnya mewakili perasaan yang paling dibencinya. Rain tidak menyukai hujan. Demi Tuhan, itu semua menyakitkan. Dia muak, lelah, marah, dan menyalahkan hidupnya. Kalau saja egonya bisa diturunkan, Rain tidak akan kehilangan ibu dengan cara menyakitkan.Hidup penuh drama akibat kesalahannya sendiri, dampak dari patah hati yang begitu hebat. Kenapa Rain harus termakan bujukan?Seandainya dia tidak menerima tawaran Hari hidupnya saat ini masih sangat sederhana. Melihat wajah ibunya dan kedua adiknya tanpa terbentang jarak. Lalu pernikahan palsu itu juga tidak pernah terjadi. Namun, semua itu hanya pengandaian. Kenyataan pahit ada di depan matanya sekuat apa pun Rain ingin kembali ke masa lalu. Dia tidak bisa melakukann