Share

Bab 4 ~ Menikahi Sarah

Pernikahan menjadi hal paling membahagiakan dalam hidup seseorang. Hukum itu berlaku bagi mereka yang saling mencintai. Namun, bagi Rain, pernikahan hanya kebodohan seseorang untuk terikat seumur hidup dengan orang asing. Dia tidak mencintai perempuan bernama Sarah dan pernikahan itu seperti mimpi buruk di hidupnya. 

Dua jam setelah pernikahan itu berakhir, Rain terjebak dalam satu ruangan bersama Sarah. Di sebuah kamar hotel pilihan Hari. Hotel mewah itu bukan menjadi fokus utama Rain melainkan Sarah, perempuan yang resmi menjadi istrinya dua jam lalu tampak diam di sisi ranjang. Rain membuka pintu kamar hotel itu, tapi percuma dia tidak bisa kabur melihat banyaknya orang berjaga di sana. Hari berlebihan tentang pernikahan itu, dan Rain semakin membenci laki-laki itu. Namun, menikah dengan Sarah merupakan pilihannya. Dia tidak bisa menyalahkan Hari sepenuhnya meskipun kebencian itu semakin kuat.

"Rain." 

Rain kembali menutup pintu kamar. Dia menatap Sarah penuh tanda tanya. 

"Ada apa?" 

"Pernikahan ini hanya perjanjian. Aku tidak akan mengganggu privasimu." ucap Sarah.

"Sepakat." 

Rain mengambil pakaiannya dari dalam koper lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia tidak percaya Hari membawa seluruh pakaiannya ke hotel. Laki-laki itu sudah tidak sabar mengusirnya dari rumah. Pernikahan dengan Sarah tampaknya begitu penting bagi Hari. Jika tidak, mana mungkin Hari mencarinya setelah pbertahun-tahun tidak pernah menghubunginya. Rain bahkan bertindak bodoh dengan menerima tawaran Hari hanya karena kekecewaannya pada Eren. Saat itu, Rain memang buta bisa menyukai perempuan seperti Eren. Ternyata perasaannya menguap setelah menuliskan surat itu. Bicara tentang surat, Rain mendapat kabar jika surat itu sudah diantarkan ke alamat rumah Eren. Mungkin perempuan itu sedang membaca suratnya. Mendadak, Rain menyesal menulis surat itu. Seseorang yang selingkuh tidak pantas dicintai begitu besar. Terlebih selingkuhan Eren hanya laki-laki di bawah umur. Selera perempuan itu memang di luar perkiraannya. Rain bahkan ragu laki-laki di bawah umur itu sungguh mencintai Eren. Cinta memang menghilangkan akal sehat.

Satu jam kemudian Rain keluar dari kamar mandi dan melihat Sarah berbaring di ranjang. Perempuan itu hanya mengenakan gaun tidur transparan sehingga Rain bisa melihat jelas pakaian dalam yang dikenakan Sarah. Namun, pemandangan itu terasa menjijikkan bagi Rain. Dia mengeluarkan selimut dari kopernya lalu berbaring di sofa. Ternyata kebiasaan ibunya meminta Rain membawa selimut cukup berguna. Dia tidak perlu tidur di ranjang yang sama dengan Sarah. Godaan perempuan lebih menakutkan daripada iblis dan Rain tidak ingin terjerumus dalam hal itu. Meskipun Sarah adalah istrinya. Namun, hubungan suami istri dilakukan jika mereka saling mencintai. Rain menjunjung tinggi perasaan cinta dan tidak akan melakukannya kecuali bersama orang yang dicintainya. 

Rain membuka matanya ketika merasakan seseorang duduk di dekatnya. Sarah duduk di lantai sambil menyulut sebatang rokok. Rain benci asap rokok, tapi enggan berdebat dan membiarkan Sarah menikmati rokok itu.

"Aku belum pernah melihat laki-laki sepertimu." ucap Sarah, dia tersenyum samar. "Kebanyakan dari mereka tertarik dengan tubuhku, tapi kamu berbeda. Rain, aku sudah tidur dengan banyak laki-laki, mengenal semua jenis orang brengsek, dan aku bersyukur menikah denganmu. Kamu tidak tertarik dengan perempuan asing sepertiku karena ada orang lain di hatimu. Seandainya orang itu adalah aku, tapi khayalanku terlalu tinggi. Rain, aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmu."

"Aku tidak pernah melihatmu." ucap Rain.

"Kau memang tidak melihatnya karena tidak memperhatikan sekitarmu. Selain irit bicara, kau juga cuek dalam segala hal. Aku ingin mencobanya Rain."

"Mencoba apa?" tanya Rain.

"Mencoba mencintai seseorang dengan cara berbeda." Sarah menyentuh wajah Rain lalu tersenyum. "Seperti caramu."

Rain menyingkirkan tangan Sarah dari wajahnya. "Jangan menyentuhku!" ucapnya keras.

"Maaf, aku tidak bermaksud menggodamu. Aku hanya ingin berbagi cerita dengan suamiku. Rain, meskipun pernikahan ini hanya perjanjian, tapi aku mencintaimu. Aku akan berusaha mendapatkan hatimu karena aku tidak rela melihatmu bersama orang lain." 

Rain bernapas lega ketika Sarah keluar dari ruangan itu dan tidak kembali hingga beberapa jam. Rain meraih ponselnya saat melihat nama adiknya muncul di layar. Pukul dua dini hari, kebiasaan adiknya tidur larut malam terkadang membuatnya kesal, tapi malam itu Rain bersyukur dengan hal itu.

"Kak Rain!" 

Suara Jeslyn hampir memecah gendang telinga Rain. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga lalu berjalan menuju balkon. Melihat pemandangan malam kota Tokyo dari tempatnya berdiri.

"Jessica udah tidur?" tanya  Rain.

"Belum, dia masih ngerjain tugas. Kak, Rain nggak nanya aku udah tidur apa belum?" 

"Kamu belum tidur?" tanya Rain layaknya orang bodoh.

"Aku kan lagi nelpon kak Rain, gimana sih?!"

Salah satu alasan Rain enggan berbicara panjang lebar karena kedua adik kembarnya sudah cukup heboh. Dia tidak ingin rumah kecil mereka di Surabaya meledak gara-gara seluruh anggota keluarganya cerewet seperti Jeslyn dan Jessica. Sedangkan ibunya termasuk pendiam seperti Rain.

"Aku cuma nurut omongan kamu." ucap Rain.

"Basa-basi tanya aku lagi apa, di mana, sama siapa, terus udah makan belum. Kita udah beda negara lho kak, perhatian sama adiknya kenapa?"

"Ini lagi perhatian."

"Malas ah sama kak Rain."

Terdengar suara berisik dari seberang sana, sepertinya Jeslyn meminta Jessica untuk berbicara. Namun, setelah cukup lama menunggu, suara Jeslyn kembali menyapa telinganya.

"Ica nggak mau ngomong, katanya dia nggak suka ngomong sama pohon."

Sebutan manusia pohon sudah sering Jessica tujukan untuk Rain dan ini bukan pertama kalinya. 

"Aku tahu." ucap Rain.

"Ibu sakit dia nggak mau pergi ke dokter. Aku sama Ica udah beli obat, tapi ibu nggak mau minum obatnya. Kak Rain, besok pagi bujuk ibu minum obat. Dia sakit gara-gara kakak pergi ke Jepang."

"Iya, udah malam kamu tidur sana."

"Siap bos."

Rain menarik napas dalam-dalam setelah sambungan itu berakhir. Ibunya sakit begitu dia tiba di Jepang. Rasa bersalah itu semakin merasukinya, tapi terlambat karena waktu tidak bisa diputar ulang. 

"Maaf." ucap Rain pelan.

***

Bagi pengantin baru merupakan hal paling indah ketika membuka mata di pagi hari ada seseorang yang tertidur di sampingnya. Begitu pula Sarah yang terlelap di lengan Rain, bahkan perempuan itu tidak menyadari gaun tidur transparan itu tersingkap. Memamerkan paha putih dan nyaris saja Rain tergoda jika tidak mengingat pernikahan itu hanya sebuah perjanjian. Rain tidak tahu sejak kapan tertidur di ranjang karena seingatnya malam tadi setelah berbicara dengan Jeslyn, dia berbaring di sofa. Namun, pagi itu Rain berada di ranjang bersama Sarah. Kejadian aneh itu, Rain tidak ingin bertanya dan Sarah justru menggodanya. Dengan hati-hati Rain melepaskan diri dari Sarah lalu bangkit dari ranjang. Ketika melewati cermin, dia menyadari satu hal. 

Tidak ada pakaian yang melekat di tubuhnya. Rain menelan ludahnya susah payah lalu menatap Sarah yang terlelap di ranjang. Perempuan itu masih mengenakan gaun, tapi pakaian dalam perempuan itu tergeletak di lantai. Apakah semalam Rain menyentuh Sarah?

Rain mendekati Sarah lalu menarik paksa perempuan itu hingga terjatuh di lantai. Dia tidak menunjukkan emosi apa pun ketika memergoki Eren berselingkuh. Namun, pagi itu, emosinya sudah mencapai titik tertinggi. Rain mencekik leher Sarah hingga perempuan itu kesulitan bernapas.

"Kau melakukannya?" tanya Rain emosi.

"Ti...."

Rain melepas cekikannya dari leher Sarah lalu menghempaskan perempuan itu ke lantai dengan kasar. Kepala Sarah membentur sisi meja hingga mengeluarkan darah, tapi Rain tidak merasa iba. Dia ingin sekali membunuh perempuan menjijikkan itu sekarang juga.

"Aku bukan orang bodoh, lebih baik katakan sejujurnya." ucap Rain tak sabar. 

Sarah mengusap darah di keningnya disertai batuk pelan akibat cekikan di lehernya. Dia tidak berani bersinggungan langsung dengan Rain melihat kemarahan terpancar dari mata laki-laki itu.

"Semalam kau demam dan aku khawatir kau mengalami hipotermia, jadi aku melepas seluruh pakaianmu. Maaf, aku tidak meminta izin karena kondisimu sangat kacau. Rain, aku tidak melakukan apa-apa. Percaya padaku."

Mempercayai perempuan seperti Sarah mungkin hanya orang bodoh yang melakukannya. Rain tidak percaya jika kesuciannya diambil oleh perempuan kotor seperti Sarah. Seumur hidup, dia tidak pernah rela. Dengan gerakan kasar, Rain mengambil pakaiannya lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia ingin membersihkan jejak perempuan itu di seluruh tubuhnya. 

Guyuran air dingin sedikit meredakan emosinya. Rain menatap pantulan wajahnya di cermin dan menyadari bercak merah di lehernya. Tampaknya semalam memang terjadi sesuatu. Rain meninju cermin itu hingga remuk. Dia tidak peduli tangannya mulai mengeluarkan darah. Dibandingkan semua itu, rasa sakit dari luka di tangannya bukanlah apa-apa. 

"Brengsek!" 

Rain kembali menghempaskan tinjunya hingga tangannya terkena serpihan kaca. Dia menertawakan dirinya sendiri merasa bodoh dengan menerima pernikahan itu. 

"Brengsek! Brengsek!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status