Mengetahui anaknya dalam keadaan baik, Zhu Jiang menghela napas lega. Namun, seiring dengan rasa lega itu, tatapannya segera tertuju pada gadis muda yang berdiri di belakang putranya. Matanya menyipit, seolah berusaha menilai keberadaan gadis itu.
"Siapa dia, Nak? Jangan bilang…?" ucap Zhu Jiang dengan nada menggantung, membiarkan putranya sendiri yang mengisi kekosongan itu. Zhu Long hanya terkekeh pelan. Ia tahu betul apa yang ada di dalam pikiran ayahnya. "Jangan salah paham, Ayah." jawabnya santai. "Dia hanyalah seorang gadis yang kutemui secara kebetulan. Ia sempat diculik oleh sekelompok berandal, dan aku menyelamatkannya. Namanya Shan Rong. Sayangnya, ia tidak punya tempat tinggal, jadi aku membawanya kemari." Mata Zhu Jiang menyipit sedikit lebih tajam. Ia menatap putranya penuh selidik sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah, jika itu memang keinginanmu." ujarnya, meskipun masih menyisakan sedikit keraguan dalam nada suaranya. Namun, sesaat kemudian ia melanjutkan dengan suara lebih tegas, "Tapi, jangan lupa bahwa kau sudah bertunangan dengan seorang gadis dari klan Qin. Ingat itu baik-baik, Zhu Long." Peringatan itu terdengar halus, namun juga sarat makna. Qin Lan, tunangan Zhu Long, berasal dari klan Qin yang berpengaruh. Klan Qin dan klan Zhu telah menjalin perjanjian pernikahan sejak lama. Seperti pada umumnya, sebuah pertunangan yang dijalin untuk mempererat hubungan kedua keluarga. Bau-bau intrik. Zhu Long hanya mengangguk ringan, "Tak mungkin aku melupakannya. Qin Lan ada di sekte yang sama denganku, bagaimana bisa aku mengabaikannya begitu saja?" ujarnya tenang. Zhu Jiang tersenyum samar. Wajahnya yang semula penuh kewaspadaan mulai melunak. Ia menepuk bahu putranya dengan penuh kebanggaan sebelum berbalik dan melangkah pergi menuju ruang kerjanya. "Beristirahatlah dulu. Ajak gadis itu makan sesuatu, kalian sepertinya lelah setelah menwmpuh perjalanan jauh." katanya sebelum menghilang di balik pintu kediaman utama. Sementara itu, Shan Rong hanya berdiri diam, memperhatikan interaksi antara ayah dan anak itu. Bagaimana Zhu Jiang menatap Zhu Long dengan bangga. Bagaimana nada suaranya mengandung kekhawatiran seorang ayah yang lama tak bertemu putranya. Dan hal itu… membuat hatinya terasa agak iri dan perih. Ia pun menunduk sedikit, mengingat kembali wajah ayah dan ibunya yang kini tak jelas keadaannya. Andai saja mereka masih bersama, akankah ia mendapatkan tatapan penuh kasih seperti yang diterima Zhu Long dari ayahnya? Namun, lamunannya segera buyar saat suara Zhu Long memanggilnya. "Shan Rong?" Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap Zhu Long. "Ayo ikut. Kau pasti lapar. Memakan buah-buahan liar tak akan mengenyangkan perutmu." ujar Zhu Long dengan senyum lembut di wajahnya. Ia berbicara seperti itu bukan tanpa alasan. Selama perjalanan menuju Kota Hongli, mereka hanya bertahan dengan buah-buahan liar yang ditemukan di hutan. Meskipun cukup untuk mengisi perut, rasa lapar tetap saja mengintai mereka. Begitu mendengar Zhu Long membahas "makanan", ekspresi Shan Rong langsung berubah drastis. Dari yang tadinya murung, kini matanya berbinar penuh semangat. "Benarkah? Benarkah?! Makanan apa yang akan kau berikan?! Apakah itu bakpia yang lezat?!" serunya penuh antusias, bahkan tanpa sadar ia menarik-narik lengan Zhu Long. Zhu Long sempat tertegun sejenak sebelum akhirnya tertawa kecil. Tingkah gadis ini benar-benar polos. "Bakpia?" ulangnya dengan nada geli. "Kau benar-benar hanya memikirkan makanan, ya?" Shan Rong hanya tersenyum malu, tapi tetap tak melepaskan pegangannya. Zhu Long menggelengkan kepala sambil tersenyum getir. Bagaimana bisa dia, yang telah hidup sebagai jiwa pengembara selama sepuluh ribu tahun, akhirnya berakhir membawa pulang seorang gadis polos dan lugu seperti ini? Namun, anehnya, ia tidak keberatan. Bahkan, dalam hatinya, ada sedikit rasa nyaman. "Ayo, aku akan membawamu ke tempat makan terbaik di kota ini." ucapnya akhirnya. Mendengar itu, Shan Rong melonjak kegirangan. Sambil melihat gadis itu bertingkah penuh semangat, Zhu Long tak bisa menahan pikirannya melayang jauh ke depan. Kelak, jika Shan Rong tumbuh dewasa, apakah dia masih akan sepolos ini? Sebuah aset yang harus di jaga dengan baik. Saat ini, gadis itu masih berusia sekitar enam belas hingga tujuh belas tahun, sementara Zhu Long sendiri hampir menginjak usia dua puluh lima tahun. Perbedaan usia mereka tidak terlalu jauh, tapi tetap saja… ia tahu batasnya sendiri. Untuk sekarang, ia hanya ingin memastikan Shan Rong bisa makan dengan layak. Gadis ini sepertinya sudah lama tinggal di wilayah terpencil dan jarang menemukan makanan enak. --- Di salah satu restoran ternama di Kota Hongli, meja panjang dipenuhi lusinan hidangan lezat yang disusun dengan rapi. Aroma makanan yang menggugah selera memenuhi ruangan, mengundang siapa saja untuk mencicipinya. Di seberang meja, Shan Rong menatap hidangan-hidangan itu dengan mata berbinar-binar. Baginya, makanan semewah ini adalah kemewahan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Makanlah sepuasnya." ujar Zhu Long dengan nada tenang, tersenyum melihat ekspresi gadis itu yang dipenuhi antusiasme. Tanpa ragu, Shan Rong langsung meraih makanan di depannya. Ia mengambil satu suapan besar, lalu satu lagi, lalu satu lagi. Setiap kali mengunyah, pipinya menggembung seperti tupai yang menyimpan makanan, membuatnya terlihat semakin menggemaskan. Zhu Long hanya menghela napas, lalu mulai makan dengan santai. Ia sadar, menghabiskan makanan sebanyak ini pasti memerlukan banyak uang. Tapi sebagai putra kepala klan Zhu, kekayaan bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Di sela-sela menikmati hidangan itu ketenangan dalam ruangan tampaknya tak bertahan lama. Di lantai dua restoran itu, seorang pria paruh baya tiba-tiba muncul. Pada awalnya, Zhu Long tak terlalu memedulikannya. Ia tak punya urusan dengan setiap pelanggan yang datang ke tempat ini. Pria paruh baya itu tampak tergesa-gesa hingga ia akhirnya muncul di hadapan Zhu Long dengan ekpresi agak cemas. "T-tuan Muda." ujar pria itu dengan nafas tersengal. Zhu Long seketika menghentikan gerakan sumpitnya dan beralih menatap pria yang mengenakan pakaian khas klan Zhu. "Ada apa? Kenapa kau terlihat tergesa-gesa?" tanya Zhu Long pada pelayan klannya itu. "Tenangkan dirimu dulu dan katakan apa masalahnya." ucap Zhu Long santai sambil menyeruput teh di cangkirnya. Pria itu pun mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum akhirnya ia membuka mulutnya kembali. "Begini tuan, rombongan tamu dari klan Qin datang ke klan kita, dipimpin oleh kepala klan Qin serta tunangan anda, nona Qin Lan. Selain itu aku dengar juga klan Qin membawa seorang murid senior dari sekte Linjian, itulah mengapa aku datang ke sini atas perintah kepala klan." ungkap pria paruh baya itu. Mendengar pemberitahuan tersebut ekspresi Zhu Long sedikit berubah, alisnya berkerut tipis. 'Klan Qin datang berkunjung? Selain itu untuk apa mereka membawa seorang murid senior dari sekte Linjian? Aku rasa situasi semacam ini agak sedikit aneh.' batin Zhu Long. Ia pun menoleh ke arah pelayan itu dan berkata: "Baiklah, aku akan segera kembali setelah urusanku selesai." ucapnya. "Baik, tuan." balas pelayan itu sebelum akhirnya pergi dengan ekspresi sedikit lebih tenang dari sebelumnya.“Apa mungkin ini terlalu berlebihan, Tuan Muda?” suara Xian Taizun pecah di tengah aula utama yang masih berlumuran sisa darah dan bau logam. Tubuhnya tegap, tapi wajahnya tampak diliputi kecemasan. “Kelima pria itu berasal dari sekte Zhimo. Jika kabar kematian mereka menyebar, ini akan menjadi masalah besar. Sekte itu… bukan lawan yang bisa diremehkan.”Suasana di dalam aula terdiam seketika. Hanya suara embusan angin dari celah jendela yang terdengar, membawa serta aroma bunga dari luar halaman, seolah berusaha menetralkan jejak pembantaian yang baru saja terjadi.Zhu Long duduk di kursinya. Ia tak segera menjawab, matanya terpejam sesaat, seperti sedang menimbang sesuatu di kedalaman pikirannya.“Sekte Zhimo memang tidak akan tinggal diam,” akhirnya ia membuka suara, nada bicaranya tenang, namun tegas.“Mereka adalah kelompok pemuja iblis. Bagi mereka, setiap nyawa hanyalah bahan bakar untuk ambisi. Kematian lima pengikutnya akan menyalakan dendam. Aku tahu itu. Tapi…” Zhu Long men
Satu tebasan pedang mengakhiri segala dendam.Qin Lan datang menuntut balas dengan cara yang kotor, kini musnah layaknya debu hitam. Nafas terakhirnya hilang bersama kebencian.Di sisi lain, lima pria berpakaian hitam masih berdiri tegak. Wajah mereka keras dan tatapan yang tajam, tubuh penuh dengan aura iblis. Walau baru saja menyaksikan bagaimana mudahnya Zhu Long menumbangkan lawan yang penuh dendam, tak ada sedikitpun kegoyahan dalam diri mereka.Mereka adalah pengikut sekte Zhimo, sekte yang terkenal bengis, penuh tipu daya, dan tak pernah benar-benar memandang hidup manusia biasa sebagai sesuatu yang berharga.Zhu Long berdiri tenang, aura keemasan yang memancar darinya seperti matahari di tengah badai. Matanya menyapu kelima pria tersebut dengan ketenangan yang menusuk.“Kalian berasal dari sekte Zhimo, bukan?” tanyanya dengan nada rendah, dingin, dan tanpa intonasi berlebihan.Pertanyaan itu lebih terdengar sebagai vonis daripada sekadar konfirmasi.Kelima pria itu saling ber
Denting logam itu bergema seperti ledakan kecil di udara. Titik di mana tombak Qin Lan hendak menancap ke jantung Zhu Long terhenti oleh satu jari telunjuk Zhu Long yang menahan bilah hitam itu dengan selubung energi tipis, cahaya keemasan yang menyelubungi kulitnya seperti sarung kecil.Qin Lan terhenti, keningnya berkerut. Ia mencoba menarik mundur, namun tombaknya tak mau bergeser. Dalam matanya, ada kilatan kegugupan samar yang diselubungi oleh kebencian. “Ke—kenapa… tak bisa… bergerak!” gumamnya, suaranya serak bukan karena napasnya tetapi karena kebanggaan yang rapuh mulai retak.Zhu Long menatapnya tanpa ekspresi berlebih. Di raut wajahnya tak tampak kegembiraan, hanya ketenangan dingin yang lebih menakutkan daripada geraman binatang buas. “Kalau kau mau pergi dan hidup tenang, aku akan mengampuni nyawamu… Qin Lan.” suaranya nyaris berbisik namun jelasKata-kata itu seperti angin dingin yang mengiris. Qin Lan menahan marah, deru napasnya cepat. “Cih! Kau mengasihaniku, ya?
Di dalam aula utama, suasana masih dipenuhi riuh rendah tamu yang gelisah setelah ledakan-ledakan dari luar mengguncang bangunan. Namun, di kursinya, Zhu Long tetap duduk dengan wajah datar. Sorot matanya tak bergeming, seolah hanya menunggu saat yang tepat. Di sampingnya, Shan Rong menggenggam erat lengan gaunnya, berusaha menyembunyikan rasa takut yang merayap di balik senyumnya.“Aku seperti pernah merasakan energi bengis itu, Zhu Long. Tapi yang keluar dari mereka jauh lebih kotor daripada apa yang pernah kulihat.” Suara Shan Rong lirih, namun cukup jelas terdengar di tengah kebisingan.Zhu Long menoleh sebentar, matanya sedikit melembut, tetapi tak ada jawaban cepat darinya. Ia terdiam, seolah sedang mencari kata yang tepat. “Mungkin hanya perasaanmu saja. Dunia ini luas, dan penuh dengan hal-hal misterius. Apa yang kau rasa mungkin hanya sekadar bayangan… atau mimpi.”Shan Rong menatapnya ragu. “Benarkah begitu?”Zhu Long hanya mengangguk singkat, tidak menambahkan sepatah ka
Halaman depan kediaman klan Zhu berubah menjadi medan perang dalam sekejap.Xian Taizun melangkah maju dengan penuh keyakinan. Langkahnya bergema seperti guntur.Ia mengangkat pedangnya tinggi, lalu menghunuskan gerakan tajam. Kilatan hijau giok memancar, membentuk busur cahaya raksasa yang membelah udara menuju ke arah Qin Lan.Gadis itu merendahkan tubuhnya, tombak hitam di tangannya berputar bagai pusaran maut. Aura gelap menyelimuti tubuhnya, menggerogoti energi spiritual lawan yang mendekat. Dentuman keras terdengar ketika busur cahaya itu bertabrakan dengan lingkaran hitam pekat yang diciptakan Qin Lan. Gelombang energi menyapu pohon plum di sekitar, menumbangkan beberapa batang besar hanya dengan gelombang kejut.Xian Taizun menekan, tubuhnya bergerak lincah dengan pola pedang yang rumit. Setiap tebasan pedangnya meninggalkan bekas retakan di tanah, seolah bumi tak mampu menahan bobot serangannya. Qin Lan di awal sempat terdesak. Tubuh rampingnya melayang mundur, gaun gelapnya
Di dalam aula utama klan Zhu, suasana penuh sukacita masih bergema. Hidangan beraneka ragam tersaji di atas meja panjang. Semua anggota klan Zhu larut dalam kebahagiaan, merayakan hari bersejarah di mana cinta dan harapan baru dipersatukan.Namun, hanya Zhu Long yang merasakan ketidakwajaran di balik kegembiraan itu.Tatapan matanya yang semula tenang perlahan berubah. Alisnya mengerut tipis, kesadarannya menangkap sesuatu yang tak bisa dideteksi orang lain. Kesadaran spiritualnya merambat jauh menembus halaman, hingga ke luar gerbang klan. Dalam sekejap ia mengetahui apa yang terjadi di luar sana. Hawa asing yang pekat, aroma kebencian yang menusuk, dan niat membunuh yang jelas menodai udara.Sorot matanya berubah tajam, seperti teringat pada masa-masa ia tenggelam dalam dendam. Namun hanya sebentar. Nafas panjang ia hembuskan, lalu ketegangan itu berganti dengan ketenangan.Shan Rong, yang duduk di sampingnya dengan senyum lembut, segera menangkap perubahan itu. Ia menoleh, wajahny