Topan Sanjaya tersentak mendapati dirinya memeluk seorang wanita tanpa sehelai benang pun.
Wajahnya yang putih dan mulus, memancarkan aura kecantikan luar biasa yang membuat Topan terkesima. Dadanya yang besar dan ranum serta tubuhnya yang begitu berisi, menonjolkan keseksian tiada tara. Selagi Topan terdiam kaget, ia menyadari kalau tangan satunya tengah memegang bokong wanita tersebut. Ia pun refleks meremasnya. Ditambah dua dada wanita itu yang kini tengah menempel di tubuhnya. Hal tersebut membuat gairah Topan perlahan bangkit. Namun, buru-buru ia memejamkan mata untuk meredakan gairahnya ketika kejadian tadi malam terlintas di benaknya. Kala teringat hal itu, Topan langsung merutuki diri sebab ia sudah memiliki lima tunangan, tapi tidur dengan wanita lain! Lebih parahnya, ia telah merenggut kesucian wanita ini. Ada bercak darah yang tercetak di seprai ketika pergumulan tadi malam usai. Di tengah rasa bersalah juga bingung, sebuah teriakan mendadak terdengar. "Kurang ajar! Berani-beraninya kau memelukku?!" Di saat yang sama, tubuhnya didorong menjauh. Wanita itu telah bangun, saat mendapati dirinya telanjang, ia berteriak sebelum kemudian segera menarik selimut untuk menutupi asetnya yang berharga. Kemudian, ia memukul-mukul Topan menggunakan tangan satunya dengan bantal saat melanjutkan. "Kenapa kau tidak langsung pergi tadi malam dan malah tidur denganku?!" Topan menjelaskan seraya melindungi diri dengan kedua tangannya. "Kita langsung terlelap sehabis melakukan itu, Nona. Nona juga tidak menyuruhku pergi. Bahkan, Nona sendiri yang meminta ditemani sampai pagi karena takut pria yang akan memperkosa. Nona tadi malam akan mencari Nona!" Mendengar penjelasan Topan, wanita itu berhenti. Dengan pandangan memicing, ia berkata, "Benar kah?" Dia kemudian menggeleng tak percaya. "Tidak mungkin... " Sebelumnya, Topan melihat wanita tersebut tengah disekap oleh dua orang di bar. Setelah berhasil mengalahkan dua orang itu, Topan membawanya ke hotel terdekat. Akan tetapi, Topan malah terjebak bersama wanita itu yang terpengaruh obat perangsang dan alkohol. Topan juga tahu cara melepaskan pengaruh obat itu dengan menggunakan tubuhnya. Awalnya, ia menolak dengan alasan telah memiliki tunangan. Namun, Davina, nama wanita itu terus memohon dan bahkan berusaha menggodanya yang membuatnya tak kuasa menahan gairah. Alhasil, kedua tubuh mereka berdua akhirnya menyatu. "Tapi kamu telah merenggut keprawananku dan aku tidak terima!" Davina lanjut memukul-mukul Topan dengan bantal. "Dan berani-beraninya kau telanjang di depanku?!" Kala melihat bagian tubuh Topan yang tak seharusnya ia lihat, Davina segera balik badan. "Cepat kenakan pakaianmu kembali! Dasar berengsek!" Topan sendiri baru sadar jika ia dalam keadaan telanjang, buru-buru ia meraih pakaiannya dan mengenakannya. "Seharusnya, Nona berterima kasih padaku! Kalau tidak, Nona pasti sudah berakhir tidur dengan pria yang tak Nona kehendaki tadi malam!" Topan tentu merasa kesal dengan tingkah Davina yang menurutnya tidak tahu berterima kasih. Mendengar itu, Davina memutar bola matanya, memang benar kalau Topan telah menyelamatkan dan menggagalkan dirinya yang hendak dinodai oleh pria beristri yang merupakan investor. Namun, fakta bahwa pria itu telah merenggut kesuciannya, membuatnya marah. Setelah berhasil mengondisikan diri, ia menatap Topan tajam. "Kalau begitu, anggap saja apa yang terjadi diantara kita tadi malam tidak pernah terjadi!" Ia menambahkan seraya menunjuk pria itu. "Dan jangan pernah kau menampakan diri di depanku lagi! Mengerti?!" Alis Topan bertaut mendengarnya. Wanita ini tidak menginginkan dirinya bertanggung jawab, bukan kah itu bagus? "Jadi, aku tak perlu bertanggung jawab, Nona?" tanya Topan hendak memastikan. Wanita itu mendelik. "Untuk apa aku meminta pertanggung jawaban darimu?" Kemudian, dia mengamati penampilan Topan dari atas sampai bawah. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman sinis. "Sepertinya kau hanya pria biasa. Bukan pria kaya dan berasal dari keluarga berpengaruh! Kau tak pantas bersanding denganku!" Topan kesal mendengar kata-kata Davina ini, tapi ia memilih tidak mengatakan apa-apa lagi. "Kenapa kau masih berdiri di situ?!" bentak Davina yang membuat lamunan Topan terbuyar. "Cepat pergi!" Karena telah diusir, Topan pun hanya bisa menghela napas berat dan melangkah pergi. *** Siang hari, setibanya Topan di markas mafia Naga Sakti yang dibuat khusus untuk mengurus segala keperluannya selama ia berada di kota Marendale, ia langsung dibawa dua tukang pukul yang tadi menjemputnya ke salah satu ruangan. Sesampainya di sana, Topan disambut puluhan tukang pukul yang langsung membungkuk hormat padanya. Dimas, yang merupakan assistant pribadinya terkejut, buru-buru menghampiri. "Raja gangster Valdoria, selamat datang kembali di kota kelahiran anda..." ucap Dimas sambil membungkuk hormat. Dimas menegapkan tubuhnya dan menambahkan. "Dan saya punya kabar yang sangat penting untuk anda bahwa keluarga Maheswara telah ditemukan!" Sontak, Topan terkesiap. Detik berikutnya, wajahnya menggelap, aura bengis tak terkira terpancar seketika. Mendapati hal itu, semua orang ketakutan. Lima tahun yang lalu, kedua orang tuanya Topan dibunuh oleh anggota keluarga konglomerat sekaligus mafia ; keluarga Maheswara! Tidak hanya itu, adiknya juga diperkosa oleh putra ke tiga keluarga itu. Adiknya yang merasa hidupnya sudah tak berarti, memilih bunuh diri. Mengetahui ini, Topan marah besar. Ia pun langsung pergi ke kediaman keluarga Maheswara. Namun, ia yang kala itu hanya seorang pemuda miskin yang lemah, berakhir dipukuli oleh para pengawal keluarga itu. Tubuhnya yang babak belur nyaris mati diikat, lalu dimasukan ke dalam koper dan dibuang ke sungai. Namun, ia diselamatkan oleh pimpinan organisasi bawah tanah bernama Armand Prakoso. Organisasi mafia itu bernama Naga Sakti ; organisasi terbesar dan paling ditakuti seantero Valdoria! Selama lima tahun ia tinggal di markas besar Naga Sakti, ia dilatih berbagai macam hal seperti ilmu bela diri, akademik, bisnis dan obat-obatan. Sebab perkembangannya yang begitu pesat serta keberhasilannya dalam setiap misi, menjadikannya sebagai tukang pukul terbaik dan paling ditakuti. Berbagai macam orang-orang berpengaruh, baik di dunia bawah tanah mau pun di dunia bisnis tunduk padanya. Karena hal itu, ia pun menyandang gelar raja gangster Valdoria! Dan kini, Topan telah berada di kota Marendale, kota kelahirannya. Pertama, untuk membalaskan dendam atas kematian kedua orang tua dan adiknya. Kedua, untuk menemui ke lima tunangannya dan menikahinya. Wajah Topan merah padam juga kedua tangannya terkepal kuat. Tiba-tiba tubuhnya mengeluarkan sebuah aura membunuh yang begitu mengintimidasi. Beberapa orang di sana bahkan sampai pingsan, sementara yang lain merinding ketakutan. Selagi semua tukang pukul gemetar melihat Topan, salah satu diantara mereka berujar pelan. "Betapa tidak beruntungnya keluarga Maheswara, keturunannya harus punah di tangan raja gangster Valdoria…”Menyadari hal itu, Davina langsung menghindar. "Apa yang kamu lakukan, Topan?!" Hal tersebut membuat Topan tersadar. Ia lalu tersenyum kecil yang membuat Davina menatapnya curiga. Sebelum ia sempat memperingati Topan, pria itu telah mendekat dan dengan sekali gerakan, mengangkat tubuhnya. Tanpa memberikan waktu banyak untuk protes, Topan membopong tubuh istrinya ke dalam pelukannya. "Topan! Turunkan aku!" seru Davina kaget, tangannya refleks menahan dada pria itu. "Apa yang akan kau lakukan padaku?!" Tapi Davina berkata dengan suara bergetar karena sedikit takut. Tanpa menjawab pertanyaan Davina, Topan tetap membawanya menuju ranjang, langkahnya mantap, meski ia tahu istrinya berusaha meronta. "Siapa suruh kamu menggodaku!" Mendengar itu, tubuh Davina menegang. Lantas apakah Topan akan... Kini, tubuh Davina direbahkan pelan di atas kasur dan begitu punggungnya menyentuh seprai, ia langsung berusaha bangkit. Tentu saja hendak kabur. "Kau yang mengatakan sendiri kalau tidak akan
Setelah gaun itu jatuh perlahan ke lantai, Davina buru-buru mengambil handuk yang sudah disiapkan, memeluknya erat ke tubuhnya seolah itu satu-satunya pelindung di dunia ini. Jangan sampai Topan melihatnya, ia tak rela! Dengan cepat, ia melangkah ke kamar mandi. Tapi tiba-tiba ia berhenti di ambang pintu. Setelah terdiam sesaat, ia membalikan badan dan menatap Topan dengan tajam. "Jangan ngintip!" ancam Davina galak, jari telunjuknya terarah lurus kepada suaminya. Mendapati hal itu, Topan yang tengah berusaha mati-matian menahan gairahnya tergelak, lantas menganggukan kepalanya dengan memasang ekspresi wajah tak berdaya. "Untuk apa aku mengintipmu, sayang?" Akhirnya Topan angkat bicara setelah terdiam sebentar. Nada dalam dan putus asa terdengar dalam suaranya. Kemudian, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman miring. "Aku sudah melihat setiap inci tubuhmu dengan jelas dan aku juga telah merasakanmu, sayang..." Mata Davina melebar mendengar kata-kata suaminya. Di saat ber
Bukannya menjawab, Davina yang malah mengangkat bokong menjauh, membuat Topan menatapnya bingung. "Kenapa kamu menghindar dariku?" Topan mengangkat sebelah alisnya. Dia kemudian menambahkan. "Memangnya aku menakutkan?" Tanpa menoleh ke arah seseorang yang sedang mengajaknya bicara, Davina berucap, "Ya, kau begitu menakutkan, Topan." Lipatan di kening Topan semakin bertambah, tapi detik berikutnya, ia hanya tersenyum kecil. Ia hanya bercanda barusan untuk mencairkan suasana. "Eh, aku menakutkan?" Topan malah balik bertanya dengan nada setengah tak percaya. Kemudian, ia menggeleng. "Aku tidak akan menggigitmu, sayang dan aku juga tidak akan menerkammu. Jadi, kamu tak perlu takut." Seketika Davina melemparkan tatapan mematikan kepada Topan. "Eits, katamu, kalau kita sudah resmi menikah, sudah menjadi pasangan suami istri, aku boleh memanggilmu dengan sebutan 'sayang'?" sela Topan cepat sebelum Davina sempat berbicara. Seakan ia bisa membaca pikiran Davina. Davina mendengus, tabiat
Sementara itu, di markas besar Naga Sakti, pimpinan organisasi bawah tanah yang tak lain adalah Armand Prakoso tengah menyaksikan siaran langsung prosesi pernikahan Topan di layar lebar. Di sofa satunya, duduk dua pria yang merupakan orang kepercayaannya–juga ikut menonton. Sesekali, mereka akan tersenyum lebar, tertawa dan menggelengkan kepala. Ada perasaan haru di mata mereka. Di saat ini, Armand menghembuskan napas berat seraya mengusap muka dan berkata, "Ah, sial sekali. Aku hanya bisa menonton pernikahan Topan melalui siaran langsung. Tak bisa menyaksikannya dengan kepala mataku sendiri. Seharusnya, aku ada di sana saat ini!" Ia berkata demikian sebab bagaimana pun, ia adalah orang yang paling ingin melihat Topan menikah! Seketika dua orang kepercayaannya menoleh ke arah pimpinan organisasi bawah tanah tersebut. Salah satu dari mereka tersenyum kecut dan berkata, "Keberadaan anda akan menarik perhatian di sana, Tuan Besar." Yang langsung dibenarkan oleh satunya. Perhatian
Di taman luas yang disulap bak negeri dongeng, ribuan lampu kecil menggantung di antara pohon-pohon, berkilauan seperti bintang yang turun dari langit. Aroma bunga segar–mawar putih, lili dan lavender–menyatu dengan udara, menebarkan keharuman lembut yang memabukan. Tenda megah berdiri anggun, didekorasi dengan tabir tipis putih yang menari pelan diterpa angin. Dekorasi acara terhampar di setiap titik-titik paling pasnya. Di tengah taman, altar pernikahan berdiri megah, dihiasi bunga melingkar seperti mahkota surga. Karpet putih membentang dari pintu utama hingga altar, mengantar sang pengantin wanita yang berjalan anggun dalam balutan gaun renda berkilau. Disambut kilatan kamera dari wartawan dan undangan yang tak henti memuji penampilannya. Sedangkan sang mempelai pria berdiri gagah dalam setelan tuxedo hitam, wajahnya tenang penuh wibawa. Musik klasik mengalun lembut, dimainkan oleh orkestra kecil yang tersembunyi di balik rangkaian bunga. Pelayan hilir mudik membawakan nam
Topan pun mengangkat panggilan itu. "Hallo Dimas. Ada apa?" ujar Topan begitu panggilan terhubung. "Saya hendak melaporkan informasi terbaru yang saya dapatkan, ini tentang keluarga Maheswara, Tuan Muda." Jawab Dimas di sebrang sana. Topan mengeryitkan kening. "Informasi terbaru tentang keluarga Maheswara?" ulang Topan hendak memastikan yang langsung dibenarkan oleh Dimas. Mendadak, ia tak sabar ingin segera mendengarnya. Akan tetapi, Topan mengedar pandangan ke sekeliling seraya mengusap muka, berusaha menenangkan diri. "Kau sedang berada di mana saat ini?" Akhirnya Topan angkat bicara setelah terdiam beberapa saat. "Kebetulan, saya sedang berada di markas, Tuan Muda." Jawab Dimas cepat. "Kalau begitu kita bicara di sana saja. Aku akan ke sana!" "Perlu kami jemput, Tuan Muda?" Topan menggeleng. "Tak perlu. Aku membawa mobil sendiri!" Setelah mengakhiri panggilan, Topan langsung tancap gas dan mobil pun meluncur ke tempat tujuan. *** Tiba di markas Naga Sakti, Topan langsu