Share

5. More Bad Luck

Hana terpaku menatap kertas di depannya, mendadak lemas dan tak percaya. Rasanya seperti dijatuhkan dari ketinggian dan membentur tanah hingga tulang-tulangnya remuk. Oke, terlalu hiperbola. Tapi Hana sungguhan tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

Nilai E? C saja Hana tak pernah mendapatkannya.

“Lin, tumben lo dapet E.”

Hana tersentak, langsung membereskan semua buku-bukunya dan langsung pergi. Entahlah siapa tadi yang ngomong, yang jelas Hana sedang butuh menyendiri. Justru karena itu bukan nilainya Hana jadi kecewa pada dirinya sendiri. Ya ampun, mendengar kata orang tadi berarti Hani tidak sebodoh apa yang dibilang Chiko.

Gadis itu berjalan tak tentu arah, lupa kalau dia harus ke mana-mana dengan Owen agar tak mengundang curiga. Akan tetapi, bersama lelaki itu hanya akan menambah buruk suasana hatinya. Entahlah mau ke mana di bawah terik matahari ini.

Makin bingung dengan tujuannya, akhirnya Hana duduk di halte bis. Dia sudah berjalan kurang lebih 700 meter. Ya cukup jauh sampai Hana belum melihat ada mahasiswa kampusnya. Hana memutuskan untuk bolos satu mata kuliah terakhir untuk menyegarkan otaknya yang tak bisa diajak berpikir. Kenapa dia sangat bodoh di IPS dulu? Jadinya soal ekonomi saja Hana tak sanggup menjawab benar banyak-banyak.

Sementara itu, sebuah mobil berhenti di pinggir jalan tak jauh dari halte bus. Pengemudinya menatap lurus ke Hana yang duduk sendirian di sana. Walau jauh, dia bisa melihat wajah gusar gadis itu. Tampak sedang ada pikiran, terbukti dengan pelipisnya yang berkali-kali dipijat.

Hana merogoh saku sebab ponselnya berdering. Dia berdecak malas sebelum mengangkatnya. [Ngapain lo di sana?] tanya si penelepon, Owen. Hana melirik ke kanan, mendapati sebuah mobil berhenti di depan parkiran sebuah restoran.

“Jangan ganggu gue dulu.”

[Kenapa?]

Gadis itu mendesah berat. “Gue dapet nilai E di evaluasi modul.”

[Terus kenapa lo sedih? Yang harusnya sedih itu Hani.]

“Bisa gak sih lo gak usah nyinggung nama dia? Gue gak minta lo ngerti perasaan gue, cukup jangan buat gue makin bersalah.”

Owen terkekeh sinis. [Bersalah lo bilang? Bukannya seneng kalau misi lo berhasil?]

Terlanjur kesal, Hana mematikan sambungan sepihak dan lekas memblok kontak tunangan kakaknya itu. Sempat melemparkan death glare-nya ke bagian pengemudi sebelum bergegas pergi ke arah berlawanan. Hana tahu itu malah makin jauh ke jalan pulang, tapi masa bodo. Siapa tahu menyiksa diri bisa membuatnya lebih baik.

Hana melirik ke belakang, sadar di belakangnya ada mobil yang mengikuti. Tentu saja dia langsung berasumsi kalau itu Owen. Dia berbalik marah. “Gak usah ngikutin gue.”

Si pengemudi bandel, tak menurut dan malah lanjut mengikuti Hana dari belakang. “Gue bilang gak usah ngikutin gue!” Hana makin kesal saat lampu sen mobil itu mati, menandakan si pengemudi hendak keluar. Dia mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menimpuknya.

“Auch!” Lelaki itu mengaduh terkena timpukan Hana, sedangkan Hana terkejut. Mampus, ternyata dia bukan Owen. “Kok gue ditimpuk, sih?” protes lelaki itu.

“Eh, sorry. Gue kira lo orang lain,” ringis Hana. Habis warna mobilnya sama, tentu saja Hana akan berpikir kalau itu Owen. Dia menyipit saat lelaki itu mendongak. “Lo ... yang waktu itu, ‘kan?”

Lelaki itu tersenyum, mendekati Hana sambil mengelus dahinya yang kena kerikil. “Akhirnya lo inget gue. Oh iya, kita belum kenalan, ‘kan. Gue Irga.” Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Hana menyambut uluran tangan itu. “Gue Han.”

“Bukannya Hani?”

Shit! “Y-ya, Hani.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status