Home / Rumah Tangga / Ranjang Suamiku Yang Membeku / 4. Penghinaan luar biasa

Share

4. Penghinaan luar biasa

Author: Roro Halus
last update Huling Na-update: 2025-01-21 23:35:33

Naya terbelalak dengan pekikan tertahan karena serangan dadakan yang diluncurkan oleh Lingga.

Membungkam semua penolakan serta pukulan yang Naya berikan, posisi Naya yang duduk di lantai dan Lingga diatas kasur yang menyambar bergitu saja membuat Nata mendongak.

"Diamlah, atau Ibu dan Mas By akan melihat adegan pa-nas kita, mura-han!" ancam Lingga sambil melepaskan seranganya dan mencengkeram rahang Naya.

Naya hanya menatap tajam, netranya telah berair tapi sekuat tenaga dia tahan, hampir saja roboh bendungan itu, namun tidak!

Tidak akan Naya biarkan dirinya terlihat lemah! Tidak akan!

Tak ada yang bisa Naya ucapkan, yang jelas kali ini suaminya itu benar-benar keterlaluan, 'Murahan! maka jadilah seperti yang kamu ucapkan, Mas!' batinnya.

"Sayangnya, wanita murahan yang ini memasang tarif mahal, Tuan! Kau tidak akan mampu membayarnya!" jawab Naya sambil menggigit bibir bawahnya.

Bukankah istri adalah cermin! Betul bukan?

Naya akan memantulkan penghinaan ini juga pada suaminya.

"Dan, juga!" sambung Naya sambil mengurai cengkeraman Lingga dan menggerakkan tangannya menuju bagian paling tak boleh tersentuh milik suaminya, "Segini, apa akan memu4skan?"

Tanpa disangka, Lingga yang merasa tidak terima dengan ejekan Naya, menjadi tersulut.

"Kau, Mur4han! Sudah berapa bentuk yang kau lihat! HAH!"

Naya tersenyum puas karena berhasil menggores harga diri Lingga dan membuatnya semarah itu. Marah atau cemburu entahlah, yang jelas Naya akan bermain pada kobaran api yang Lingga ciptakan.

Namun detik berikutnya, Naya terbelalak saat Lingga mulai melakukan hal yang tak pernah Naya pikirkan pada mulutnya.

"Rasakan ini! Bagaimana? Kau ahli dalam bidang ini, kan?" racaunya terus melanjutkan aksinya.

"Jika gigimu melukaiku, aku pastikan Ibu yang akan hancur, Naya! Jika kamu berani, Lihat saja apa yang aku bisa lakukan!" ancamnya.

Sontak, bendungan yang sudah menganak sungai di pelupuk matanya ambrol. Air mata itu dengan lancang turun dari ujung matanya.

Mata Naya kian memerah seiring penghinaan Lingga pada Naya berubah menjadi suara menjijikan dan Naya berakhir di kamar mandi mengeluarkan isi perutnya, karena rasa mual tak tertahankan, dan terduduk kamar mandi kecil miliknya itu dengan air mata yang terus tak mau berhenti!

Punggung Naya bergetar hebat, namun tak sedikitpun Naya biarkan isakannya keluar, dia tak akan membiarkan Lingga merasa menang.

Sekali lagi!

Naya tidak mampu menjaga dirinya!

Naya ternyata tetaplah perempuan yang tidak sekuat Lingga.

Semakin tersulut, semakin Lingga tertantang!

Sekali lagi, Naya kembali merasakan penghinaan yang luar biasa!

Naya benar-benar merasa seperti gundik sungguhan, dan parahnya suaminyalah tersangkanya.

Naya menggosok bibirnya sendiri dengan kasar, seolah ingin menghapus jejak suami kejamnya.

Naya tidak sudi!

'Kenapa harus mengancam, ibu? Benci aku sepuasmu tapi, Ibu? Ibu tulus menyanyangimu, Mas! Kenapa tega pada Ibuku!' batinnya nelangsa.

Hatinya sangat pedih!

Naya memilih mengunci kamar mandi dan duduk meringkuk di bawah wastafel sambil menelan rasa sakit itu sendirian.

"Telan lagi, Nay! Telan sampai rasa sakit ini benar-benar menggeser rasa cinta yang selama setahun ini tumbuh subur! Dia monster! Dia raja iblis! Dia tidak pantas mendapat ketulusan hatimu!" lirihnya.

Dan Naya kembali menghabiskan malam dalam kedinginan, keramik kamar mandi itu menjadi saksi bisu kehancuran wanita yang tidak tau apa salahnya.

Wanita yang tidak tau penyebab suaminya begitu kejam setelah menikah, padahal begitu lembut sebelumnya.

Tak peduli dinginnya malam, hatinya jauh lebih dingin dan hampir membeku, Naya terkapar disana entah pingsan atau tidur.

Hingga, Naya tersadar saat pintu kamar mandi diketuk dan sudah pasti Lingga disana.

Lingga masuk begitu saja membuat Naya yang belum sepenuhnya sadar tersenggol dan menghantam pintu.

Bruk!

"Lemah!" gumam Lingga sambil membuka pakaiannya untuk mandi.

Naya tak menjawab apa-apa, hanya menelan sakitnya lagi sendirian dan keluar, melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Tumben ibu tidak membangunkan, Aku!" gumamnya.

Namun, Naya merasakan dingin, tubuhnya terasa tidak enak setelah bermalam di kamar mandi.

Tapi tidak apa, jauh lebih baik daripada satu ruangan dengan Raja Iblis itu, kemudian Naya memilih keluar, "Ibu!"

"Baru bangun, Nak?" tanya Bu Btari.

"Iya, Bu! Maaf ya!" jawabnya.

"Tidak apa, Nak! Maklum pengantin baru! Sana mandi dulu, habis itu langsung sarapan bersama suamimu!" titah Bu Btari.

"Iya, Bu!" jawab Naya kemudian berbalik dan masuk kembali ke dalam kamarnya untuk mandi setelah Lingga mandi.

Tak ada percakapan apapun antara mereka setelah kejadian tadi malam.

Dan Lingga keluar ke meja makan tanpa menunggu Naya, "Duduk, Nak! Mau kopi dulu apa mau susu?" tanya Bu Btari.

"Air putih saja, Bu! Saya biasa minum air putih!" jawab Lingga lembut.

"Istrimu masih mandi ya? Kita tunggu dulu sambil makan cemilan ini, Nak!" ucap Bu Btari sambil memberikan sepiring pisang goreng.

Seperti orang Jawa pada umumnya, pagi akan membuatkan kopi dan gorengan untuk suaminya terlebih dulu.

Tak lama, Naya keluar dari kamarnya dan ikut bergabung, "Kamu kok ndak keramas, Nay? Suamimu saja sudah keramas! Tidak baik jika tidak langsung mand—"

"Sudah!" potong Naya gugup, "Naya sudah keramas pagi buta, Bu! Makanya Naya pucat, kan? Naya kedinginan, Ibu!" lanjutnya manja pada Bu Btari agar tidak lagi membahas keramas khusus ini.

"Masak, sih? Jam berapa?" panik Bu Btari sambil memutari meja dan menempelkan tangan di dahi putrinya.

"Iya, Panas sekali kamu, Nak!" ucap Bu Btari panik dan terkejut.

"Gak apa-apa, Bu! Naya hanya dema—"

Dengan cepat Lingga ternyata menoleh saat Bu Btari terkejut dan Lingga langsung menggendong Naya.

"Lingga bawa Rumah Sakit, Bu!" pekiknya sambil berjalan cepat, Naya sendiri terkejut namun diam saja dan melihat wajah suaminya dari bawah, 'Kamu kembali aneh, Mas, terlihat cemas dan khawatir! Setelah apa yang kamu lakukan semalam?' batinnya.

"Aktingmu luar biasa, Mas! Kenapa tidak jadi artis saja!"

Deg!

Kenapa kau terlihat sangat panik, Mas?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   86. Melahirkan

    "Naya tak punya uang, jadi hanya dibantu tetangga!" ucapnya. "Kenapa kamu harus pergi, atau kalau tak ingin ditemukan oleh Lingga, kamu masih punya ibu, Nak! Kamu masih bisa meminta uang pada Ibu!" Naya menggeleng, "Naya merasa bersalah meninggalkan ibu dan Mas By, tapi saat itu Naya terpukul dengan kehamilan Naya! Saat itu hujan sangat deras, Naya sudah kesakitan sejak pagi namun tak tahun harus kemana, Naya memilih terus menahannya di dalam kontrakan, hingga tetangga Naya datang, dan melihat Naya!" ceritanya, "Dia punya anak tiga, jadi berbekal pengalaman, Mbak Can membantu Naya melahirkan Nendra! Sakit sekali, Bu!" ceritanya sambil melirik tangan Lingga yang bergerak. "Nak, kali ini kamu tidak akan sendirian! Ibu akan menemani kamu, suaminya akan menemani kamu! Tidak apa jika ingin melahirkan di ruangan ini! Kalau sampai suamimu tak kunjung bangun, nanti ibu sendiri yang akan carikan suami baru, yang bisa menemanimu!" ucap Bu Btari. Membuat Lingga meneteskan air mata, "Tidak m

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   85. Flashback

    "Ada Dimas, ada Masmu!""Biarkan Mas Dimas kencurahkan waktu sedikitnya itu untuk anak dan istrinya! Kasihan mbak Bia, Bu!""Tuhkan! Kamu tidak ingin menghentikannya, Ngga? Ibu sudah sangat bingung memperingatinya!" ucap Ibu tak menjawab Naya lagi, justru kembali curhat pada Lingga. "Nay! Tangan Lingga gerak!" pekik Bu Btari sesaat kemudian menekan tombol emergency, Naya sendiri langsung melemparkan sendoknya dan mendekatimu tempat tidur suaminy, "Mas! Bangun Mas! Aku tidak akan lagi menuntut cerai! Mas, kamu dengar? Aku mau selamanya bersama kamu, Mas!" ucap Naya mencoba terus memancing suaminya terbangun. Dia yakin, suaminya itu akan mendengarnya. Tak lama dokter masuk dengan beberapa suster, "Permisi, ada apa, Bu?" "Tangan suami saya bergerak, dok!" Dokter kemudian kembali mengecek semuanya, detak jantung, saturasi, dan lain-lain, "Alhamdulillah, Pak Lingga pertama kali menunjukkan perkembangan! Semoga sebentar lagi akan ada keajaiban!" ucap dokter itu. "Aman dok?""Aman, Bu,

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   84. Tak bisa ditinggal

    Naya terbangun, dan semua perasaannya itu hanyalah halusinasi, dan ternyata tangan yang melingkari perutnya adalah tangan Nendra. Entah sejak kapan, Nendra diantara ke mari, "Anakku!" Naya meraih Nendra dan membawanya berbaring di tengah-tengah antaranya dan Lingga, "Cepat sembuh anak, Mama, tidur yang nyenyak! Nendra mau temani Papa, juga ya!" gumamnya mengusap putranya yang masih setia tertidur.Setelahnya, dia kembali tertidur mengapit Nendra, dan tidur bersama suaminya. Keesokan harinya, sesuai jadwal operasi Lingga, Naya dan Nendra menemani berdua, karena Bu Btari menemani Bia yang sudah memasuki HPL dan Mas Byakta menghandle rapat penting hari ini. Pada akhirnya dunia berjalan, setiap manusia memiliki kesibukannya, dan Naya beruntung sejak awal dia tak bergantung pada siapapun. Dia berusaha kuat, agar Nendra dan Lingga bisa bergantung padanya. Operasi terakhir ini, cukup lama, memakan waktu kurang lebih delapan jam, dan Naya habiskan dengan keterdiaman, karena Nendra juga

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   83. Mas Lingga

    Semenjak pulang dari memeriksakan Nendra, hari Naya berubah drastis. Semua informasi yang dia terima sangat memukul telak hatinya, hingga remuk redam. Sakit akinat kecelakaan Lingga masih belum kering dan harus dihadapkan dengan cobaan baru yang lebih luar biasa. Rasa bersalah begitu besar membebani hatinya, pada Nendra, Lingga maupun pada anak yang kini dia kandung. Anak yang hadir karena hubungan mau sama mau antara Lingga dan Naya, Naya cukup tau untuk tidak membuat anaknya kembali menjadi korban, seperti yang dialami oleh Nendra. Dan Naya langsung mengirimkan surat pengunduran diri ke perusahaan tempatnya bekerja, karena Naya tau, perjuangannya akan dimulai. Disini! Dikota dimana dia dilahirkan dan besar, kembali menetap di kota malang dengan semua beban dan tanggung jawab yang harus dia pikul sendirian. Sangat berat, Namun bukanlah perempuan adalah tiang dalam rumah tangga, dan Naya bertekad akan menjadi tiang yang kuat di rumah tangganya. Tiang wajib kuat demi kokohnya ban

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   82. Berhenti bicara

    Naya semakin dikejutkan oleh pertanyaan Ibunya, "Memangnya Naya wanita tidak benar?" lanjutnya. "Lalu, kenapa kau memaksa cerai?" pekik Bu Btari kesal, bersamaan dengan Bia membawa Nendra untuk keluar. "Ha? Jawab Naya? Kau dan Lingga berhubungan begitu intim sampai menghasilkan adik untuk Nendra, tapi kau meminta Cerai? Hatimu di mana? Bagaimana perasaan Lingga?" pekik Bu Btari dengan mata berkaca-kaca. Naya bergeming, melihat ibunya sedikit tempramen mendengar kabar ini, membuat Naya hanya bisa meledakkan tangisannya. Merasa bersalah. Benar, dirinyalah yang naif, dirinyalah yang keras kepala dan egois. Naya nyaman bersama Lingga, Naya menyukai kehangatan yang Lingga suguhkan, namun dirinya tetap tak mau memberikan kesempatan, bahkan setelah suaminya berlutut memohon. Naya tak tau dengan keadaan ini, dan dia akhirnya kembali menjatuhkan tubuhnya memeluk Lingga, "Bangun, Mas ... Aku hamil!" isaknya di dada Lingga. Byakta yang melihat pertikaian itu, hanya bisa mengamankan Naya

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   81. Anak siapa?

    Byakta lebih dulu menggendong Naya dan menidurkan di bangku panjang itu sambil menunggu suster membawa kursi roda atau tempat tidur dorong. "Dok, Jawab, Apa yang terjadi?" tanya Bia yang masih menunggu jawaban di depan pintu operasi itu. Byakta kembali menemani Bia dan Ibunya, sedangkan Nendra berjalan menjauh menemani Naya. Tak ada kata atau tangisan, Nendra hanya menggenggam tangan Mamanya dengan tatapan nanar. Sakitnya tak bisa dijelaskan, Papanya sedang berjuang hidup, dan Mamanya sakit, mamanya terus-terusan pingsan sepanjang hari. Dunia seakan tidak memihak pada laki-laki kecil itu, dilahirkan tanpa mengenal Papanya, hidup hanya mengenal mamanya seorang, menjadi bahan bullyan dan tak memiliki teman. Sekarang, disaat dia merasa dunianya indah, semesta kembali merebutnya paksa. Nendra jelas sangat terluka. Semesta seakan meminta papa yang dia harapkan sejak dulu, papa yang sangat dia tunggu kehadirannya. Di usianya yang baru genap tujuh tahun itu, dia sudah harus mengalam

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status