Share

6. Patriarki

Author: Roro Halus
last update Last Updated: 2025-01-21 23:40:16

"Iya, Sayang! Yuk, kita langsung ke kamar saja!" ajak Lingga sambil merangkul pundak wanita yang melingkarkan tangannya di perut Lingga.

Naya hanya bisa terpaku, menatap kepergian suaminya dengan dada yang mendidih, "Kamu sengaja melakukannya, kan Mas? Seolah memberikan aku harapan agar aku semakin jatuh dan semakin tersakiti! Kamu menang lagi, aku yang terseret ke dalam nerakamu!"

Naya limbung, menabrak tembok dan berpegangan agar tidak jatuh!

Tak lama seorang wanita paruh baya tergopoh menghampiri Naya, "Selamat datang, Nyonya! Perkenalkan saya mbok Nem, mari saya antar ke kamar Anda, Nyonya!" ucapnya.

"Jangan panggil saya, Nyonya, Mbok!" jawab Naya sambil tangan mbok Nem, "Bantu saya, saya masih sedikit pusing, Mbok!"

"Baik, Nyo—"

"Naya, panggil saja Naya, Mbok!" potong Naya.

"Iya, Bu! Saya tidak berani memanggil nama saja, Bu Naya adalah istri dari Tuan saya!" jawab Mbok Nem memapah Naya ke kamarnya.

Dan Naya mengangguk, mengerti perasaan Mbok Nem yang tidak berani memanggilkan dengan nama saja.

"Kamarnya gelap sekali, Mbok!" ucap Naya.

"Iya, Bu! Tuan memang senang dengan nuansa hitam! Jadi terkesan gelap!" jawab mbok Nem mendudukan Naya di kasur itu, "Sebentar, Mbok buka jendela dan gordennya!"

"Kamar Mas Lingga, mbok?" tanya Naya.

"Iya, Bu! Kamar suami, Ibu!" jawab Mbok Nem mendekat setelah membuka jendela, dan Naya mulai melihat sekeliling.

Benar, ini kamar yang sangat luas dengan donimal warna hitam dan abu, kamar suaminya.

"Mbok gak salah antar saya ke kamar Mas Lingga? Saya mau kamar lain saja, Mbok!" ucapnya.

"Loh, kenapa, Bu? Kata Tuan Lingga meminta saya mengantar ke kamar Tuan!" Jawab Mbok Nem.

"Mas Lingga yang suruh, Mbok?"

"Iya, Bu!"

"Lalu, kamarnya dengan wanita ular itu? Bukannya Mas Lingga dan—" Naya tampak bingung ingin bertanya bagaimana.

"Oh, Non Bia? Tuan dan Non Bia ada di kamar tamu, Bu!" jawab Mbok Nem.

"Mereka sering ke kamar tamu, Mbok?" tanya Naya.

Mbok Nem mengangguk, "I—iya, Bu!"

"Yasudah, makasih banyak, Mbok! Saya mau istirahat, dulu!" ucapnya.

Setelah itu, Mbok Nem pamit dan pergi meninggalkan Naya sendirian, "Apa isi kepala, Mas Lingga? Mau sekamar denganku? Dia bahkan tidak sudi menyentuhku! Alih-alih menyentuhku dia justru hanya menuntaskan hasrat dengan mulutku, padahal aku halal untuknya!" gumam Naya berdiri menuju balkon.

Kamar Lingga ada di lantai dua, dan balkonnya langsung menghadap ke taman dan halaman belakang yang rindang.

"Menyegarkan!" lirihnya kemudian duduk di kursi balkon, "Tapi, bukankah yang haram memang— Hmmm, entahlah, dia pasti hanya ingin menyakitiku!"

Naya kembali harus menyakinkan dirinya, mengambil ponsel, "Aku cermin, Mas! Kamu bisa melakukan itu akupun akan melakukannya!" seringai Naya.

Kemudian menghubungi seseorang, "Hallo, Dan!" sapa Naya saat panggilan terhubung.

"Eh, Naya! Selamat atas pernikahanmu ya! Maafkan aku tidak bisa hadir!" jawab Danu, sahabatnya.

"Apa tawaranmu di perusahaan tempatmu bekerja, masih?" tanya Naya.

"Lah, Nyonya Lingga seorang pebisnis sukses di kota ini ingin bekerja?" Sindir Danu.

"Gampanglah izinnya, sayang tau ijazahku kalau tidak digunakan, Dan!" candanya.

"Masih, buatlah surat lamaranmu, nanti aku berikan pada HRD! Semoga aja bisa diterima!" jawab Danu.

"Siap, nanti aku kirim emailmu, ya?"

"Oh ya, Nay! Tapi staff keuangan sudah terisi kemarin! Tidak tau ada yang kosong atau tidak, itupun kamu harus tes sendiri ya, aku hanya memberikan jalan saja!"

"Siap! Makasih banyak, Dan!"

Panggilan terputus, dan Naya langsung bergegas membuka tabletnya yang ada di tas.

Naya memilih duduk di balkon sambil mengotak-atik tablet, membuat resume diri dan juga surat lamaran.

Naya harus bangkit, berdiri di kakinya sendiri, Naya mempersiapkan dirinya kedepannya karena tak ada masa depan di pernikahannya dengan Lingga.

Naya juga tidak ingin gila, hanya karena melihat suaminya berkamar dengan umat bulu itu.

Dan, Naya ingin meminta teman kerjanya mungkin nantinya menjadi pacar pura-puranya, karena Naya tak ingin sakit sendiri, Lingga yang lebih dulu membawa ulat bulu di ranjangnya, maka jangan salahkan Naya jika membawa pangeran berkuda untuk membawanya lari.

Impas bukan!

Setelah selesai dan mengirimkan pada Danu, Naya mendapatkan balasan dari Danu agar datang besok, karena Danu sudah merekomendasikan pada HRD.

Mendengar itu, Naya kemudian keluar dari rumah dan pergi ke rumah Ibunya untuk mengambil beberapa baju formalnya, Laptop, make up, dan barang-barang untuk menunjang penampilan besok.

Tidak mau menunggu Lingga yang tengah bergelut manja, Naya pergi naik taxi ke rumahnya.

"Loh, Nak! Mana Nak Lingga? Kok sendirian?" tanya Bu Btari.

"Sibuk Bu, Naya harus ambil baju jadi Naya diam-diam kesininya! Hehe, Mas Lingga sibuk!" jawab Naya.

"Gak boleh gitu, Nak! Izin suami itu penting setelah menikah, ridho suamimu ridho Allah, Nak!" ucap Ibunya.

"Iya, Bu! Habis ini Naya izin kok, cuma ambil sebentar!" jawabnya. 'Suami kalau model Mas Lingga mah enggak, Bu! Dia malah lagi enak-enak sama si ulet bulu yang lagi kegatelan bagian bawahnya itu, jadi minta suamiku menggaruknya!' lanjutnya dalam hati.

"Jangan ulangi lagi ya, Nak!"

"Iya, Bu!"

Naya kemudian membereskan bersama ibunya, "Kok baju formal semua, Nak?"

"Iya, Bu! Mas Lingga sudah mengizinkan Naya mencari pekerjaan, daripada Naya kesepian saat Mas Lingga kerja, Bu! Ijazah Naya juga biar terpakai!" canda Naya.

"Pasti kamu yang paksa, ya!"

"Enggak kok, Bu!" jawab Naya.

"Nak Lingga bicara dengan Ibu sebelum kamu menikah, jika tidak mengizinkan kamu kecapekan bekerja!" jawab Bu Btari.

Sontak Naya tertawa, "Hati orang berubah-ubah, Bu!" jawab Naya, 'Kok sebelum nikah, Bu! Kemarin sama hari ini aja berubah!' batin Naya.

"Ibu percaya Nak Lingga, dia lembut, baik, dan jujur, kok!" jawab Bu Btari, "Pasti kamu yang paksa, kan!"

Yah, inilah alasan Naya kenapa tidak pergi atau meminta cerai pada Lingga sesaat setelah malam pertama yang sangat memilukan itu, karena dia hidup di lingkungan yang masih menganut paham patriarki.

Jaman dimana semua yang terjadi di pernikahan adalah kesalahan istrinya! Adanya KDRT karena istri gak pecus dan tidak patuh aturan suami!

Adanya perselingkuhan karena istri yang tidak bisa memu4skan suaminya!

Martabat suami jauh lebih diatas istrinya!

Bagai seorang pesuruh, dan istri dituntut untuk menerima semua perlakuan keji itu?

Bahkan, Naya belum pernah melayani ranjang suaminya, tapi suaminya berselingkuh dan tidur dengan ulat bulunya, lalu dia yang akan dicap tak bisa memuaskan dan melayani suaminya?

Satu hari baru menikah dan langsung cerai? Lalu dirinya yang akan dicap tidak bisa menjaga kemurnian dirinya, hingga suaminya kecewa dan menceraikannya?

Ish! Bullshirt! Tidak akan Naya biarkan itu terjadi.

Naya memilih membuat neraka suaminya semakin berkobar.

"Ndak boleh begitu, Nak! Harus patuh sama suamimu! Jangan membangkang, Nak! Jangan pergi tanpa pamit! Layani suamimu dengan baik, dan jadi Ibu terbaik untuk anakmu, itu karir terbaik sebagai perempuan!" lanjut Ibunya.

Naya semakin tertawa terbahak-bahak, "Ibu yang baik? Jangankan punya anak, suamiku bahkan jijik menyetuhku, Bu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   91. Happy Ending

    Naya mencoba mengabaikan perasaan anehnya, dan mengangguk, "Baiklah, kita berikan kejutan untuk semuanya hari ini, mereka pasti seneng kamu sudah bisa jalan, Mas!" Lingga tersenyum, "Berkat obat paling mujarabmu, Sayang!" "Ishhh! Ke rumah Ibu sekarang!" potong Naya saat mengetahui suaminya mulai menunjukkan tanda-tanda berbeda. Badannya saja masih seperti remuk redam akibat ulah suaminya itu, "Dasar banteng liar!" "War, banteng liar akan menyerudukmu, Sayang!" canda Lingga semakin menjadi-jadi membuat Naya akhirnya terkekeh. Dan setelah itu, Lingga melajukan mobilnya sendiri, pertama kalinya menyetir setelah selama ini Naya yang menyetir membuat Lingga merasa kembali menjadi laki-laki seutuhnya. Cukup lama, mobil Lingga akhirnya terparkir sempurna di depan rumah Bu Btari, di sambut oleh Bu Btari yang menggendong Naima, Nendra dan Bia yang tengah menggendong Kayla. "Itu, Mama dan Papa datang!" Terdengar suara lirih Bia sambil menggoyangkan tangan Nendra, membuat Lingga tersenyum

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   90. Penyatuan Hati

    Naya terkekeh mendengar godaan Lingga, kemudian mendorong kursi roda suaminya menuju kamar, "Bukan kamu yang menyeret ku, Mas, tapi aku yang meyeretmu!" Lingga tertawa mendengarnya, "Baiklah, aku pasrah padamu, Sayang!"Tawa keduanya memenuhi rumah yang dulu dingin di awal pernikahan itu, menghangatkan dan mengukir kembali asa yang pernah lebur. Seolah ingin mengganti semua rasa sakit menjadi kebahagiaan saja. Naya membersihkan suaminya, menggantikan dengan pakaian tidur, kemudian berganti dirinya yang mandi cukup lama untuk sekedar me time. Setelah seharian lelah mengurus kedua anaknya dan suaminya, berendam air hangat cukup merilekskan tubuhnya, mumpung kedua anaknya diangkut oleh sang ibu. Sedangkan Lingga sudah duduk di balkon dengan dua gelas hot chocolate buatan mbok rum lengkap dengan cookies home made. Menunggu istrinya yang sudah ijin untuk berendam lebih lama, Lingga sendiri sengaja memberikan waktu karena istrinya pasti sangat lelah seharian. Cukup lama, sekitar satu

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   89. Aku seret sekarang

    Lingga seakan memiliki harapannya lagi, merasa dirinya harus sembuh untuk kedua anaknya dan juga Naya. Naya benar-benar menyulut semangat Lingga, dan Naya kembali memeluk suaminya penuh dengan haru, melihat suaminya memiliki semangat hidup membuatnya sangat bahagia. 'Bahkan jika kamu tak bisa jalan sekalipun selamanya, aku akan tetap bangga memilikimu, Mas!' batinnya. Bersamaan dengan itu, Bu Btari masuk kembali ke dalam kamar menggendong bayi mungil itu sambil menggandeng tangan kecil cucu pertamanya yang baru tiba, "Peluklah Papamu, kau pasti rindu kan?" titahnya. Membuat Naya dan Lingga terpaku melihat putranya sudah berlinang air mata menatap sang ayah. Sontak Lingga merentangkan tangannya, dengan mata penuh kerinduan melihat putranya yang terlihat jauh lebih besar, dengan gaya pakaian yang berbeda dan juga rambut yang berwarna pirang. Sedikit banyak, Lingga tau yang putranya rasakan, membuat Lingga tak bisa menahan matanya yang sudah basah, "Kemarilah jagoan, Ayah rindu!"

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   88. mengetuk pintu seluruh dokter

    "Mas!" lirih Naya masih terus mengusap wajah suaminya, "Aku menanti delapan bulan untuk bisa berbincang dengamu, aku habiskan hari-hari dengan rasa bersalah! Dengan penyesalan! Jika bisa aku ingin menukar dunia ini dengan bangunmu kembali bukan untuk perceraian!" lirih Naya dengan lelehan air mata. Hatinya tak sanggup mendengar ucapan rendah diri itu dari suaminya, segala penyesalan, semua sakit suaminya, Naya lebih dari sakit. "Naya yakin Mas akan cepat sembuh, bisa jalan lagi! Hanya butuh waktu, Mas ... Mas juga belum menepati janji akan ke Barcelona dengan Nendra! Seperti keinginan Nendra, mari bangun rumah tangga kita lagi, jangan menceraikan Naya, Mas!" pinta Naya. Persetan dengan harga diri, nyatanya kehilangan Lingga begitu menghantam hatinya, begitu memporak-porandakan hidupnya, memporak-porandakan hati putranya juga. Jika permohonan Lingga delapan tahun lalu Naya tolak, kini permohonannya, akan Naya pastikan tidak akan tertolak. Namun, bukannya menjawab, Lingga justru ke

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   87. Kau tak akan bahagia

    Perkikan Bu Btari membuat Naya menoleh pada suaminya, "Mashhhh!" teriaknya terkejut saat matanya beradu dengan mata sang suami. Oek! Oek! Oek! Nafas Naya tersengal, bersamaan dengan air mata yang banjir melihat suaminya membuka mata, Bu Btari berlari menekan tombol emergency, bersama dengan dokter Merlin menggendong bayi kecil itu dan menutup tubuh bagian bawah Naya. "Mas!" lirih Naya meresapi mata itu, hingga dokter datang dan segera memeriksa Lingga, karena semua alat yang menempel di tubuhnya berbunyi. "Maaf, Bu! Ibu harus segera mendapat penanganan dan bayi ibu di ruang bersalain, biar saya periksa, Bapak!" ijin dokter itu. Dokter Merlin mengangguk, Naya pun mengangguk dan mendorong bangkar Naya menuju ruang bersalin, meninggalkan Lingga yang masih membisu. "Bu, temani Mas Lingga! Naya tidak apa-apa! Setelah dokter selesai memeriksa baru Ibu boleh datang pada Naya!" pinta Naya lemah. "Iya, Nak!" jawab Bu Btari mencium putrinya sekilas, "Kamu hebat!" "Pastikan suamiku tidak

  • Ranjang Suamiku Yang Membeku   86. Melahirkan

    "Naya tak punya uang, jadi hanya dibantu tetangga!" ucapnya. "Kenapa kamu harus pergi, atau kalau tak ingin ditemukan oleh Lingga, kamu masih punya ibu, Nak! Kamu masih bisa meminta uang pada Ibu!" Naya menggeleng, "Naya merasa bersalah meninggalkan ibu dan Mas By, tapi saat itu Naya terpukul dengan kehamilan Naya! Saat itu hujan sangat deras, Naya sudah kesakitan sejak pagi namun tak tahun harus kemana, Naya memilih terus menahannya di dalam kontrakan, hingga tetangga Naya datang, dan melihat Naya!" ceritanya, "Dia punya anak tiga, jadi berbekal pengalaman, Mbak Can membantu Naya melahirkan Nendra! Sakit sekali, Bu!" ceritanya sambil melirik tangan Lingga yang bergerak. "Nak, kali ini kamu tidak akan sendirian! Ibu akan menemani kamu, suaminya akan menemani kamu! Tidak apa jika ingin melahirkan di ruangan ini! Kalau sampai suamimu tak kunjung bangun, nanti ibu sendiri yang akan carikan suami baru, yang bisa menemanimu!" ucap Bu Btari. Membuat Lingga meneteskan air mata, "Tidak m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status