共有

Menjaga jarak

作者: Mom Aish
last update 最終更新日: 2024-12-15 23:53:21

Melati mengayunkan langkah menaiki tangga. Kakinya berhenti di sebuah pintu yang masih tertutup rapat. Dengan ragu Melati mengetuk pintu tersebut.

Seorang pria membuka pintu. Mata Melati membulat saat melihat tubuh gagah yang masih di balut handuk di depannya, rambut ikalnya yang basah membuat pria itu terlihat lebih menawan.

Meskipun usianya sudah kepala empat, tubuh Pak Anjas masih terjaga. Tidak kalah seperti ketiga putranya, jika semua pria dewasa seperti ini. Pasti para perjaka tidak akan laku.

"Masuk!" Pak Anjas membuka pintu.

Punggung lebar itu menjauh dan menghilang di balik pintu. Melati segera duduk di lantai dan membantu Bu Sri untuk bangun dan bersandar pada tumpukan bantal.

"Sarapan dulu Bu." Melati mulai menyendok bubur.

Bi Sri membuka mulut dan melahap bubur itu. Wajah wanita tersebut masih cantik meskipun sedikit pucat. Melati bisa membayangkan bagaimana pasangan suami istri dulu. Pasti mereka adalah orang paling bahagia di dunia.

"Sudah punya pandangan kampus?" tanya Bi Sri melempar senyum.

Melati menggelengkan kepalanya. Jangankan kampus, bisa hidup dan tinggal dengan damai disini saja dia sudah sangat bersyukur.

"Kamu bisa memilih fakultas yang kamu mau, kami tidak mau membatasinya," ucap Bu Sri lembut.

"Lalu untuk pernikahanmu dengan Pak Anjas." Bu Sri menghentikan ucapannya sesaat. Memberi waktu untuk Melati menjawab.

Mendengar ucapan Bu Sri, Melati mengangkat kepalanya dan menatap lekat manik mata penuh harap di hadapannya. Ingin sekali dia menolak pernikahan ini, namun dirinya juga tidak tega melihat mata itu.

"Aku hanya ingin suamiku memiliki pendamping yang tepat sebelum aku menutup mata. Aku sangat mencintainya dan tidak mau dia sampai salah memilih wanita," ucap Bu Sri meraih tangan Melati.

Bibir Melati masih mengatup rapat. Dia saat bersamaan, Pak Anjas keluar dari kamar ganti dan duduk di tepi ranjang. Dia mengecup lembut kening Bu Sri.

"Kau boleh keluar, biar saya yang menyuapi Bu Sri," ucap Pak Anjas mengambil mangkuk bubur yang berada di tangan Melati.

"Baik Pak," jawab Melati. Dia segera bangkit dan memutar badan, bersiap untuk melangkah pergi. Dia tidak mau menganggu kedua Tuannya.

"Tidak, aku mau Melati tetap disini." Bi Sri bersih keras.

Melati menghentikan langkah dan memutar tubuhnya. Dia tidak berani menatap Bu Sri dan Pak Anjas. Jemarinya memainkan ujung baju, mencoba untuk membuang rasa canggung.

"Sayang, aku tau maksudmu. Keputusanku tetap sama. Aku tidak setuju dengan ide ini." Pak Anjas menatap lembut sang istri.

"Tapi kau membutuhkan seseorang di sampingmu," sahut Bu Sri dengan suara lemah.

"Empat anak. Itu sudah cukup untuk mengurus hari tuaku. Aku juga memiliki banyak kekayaan, masih cukup untuk menyewa suster. Yang harus kamu pikirkan adalah bagaimana kau lekas sembuh dan kembali seperti dulu," ucap Pak Anjas lembut.

Pria itu begitu sabar menghadapi sang istri. Dari nada bicaranya pun, sepertinya Pak Anjas begitu mencintai Bu Sri. Andai saja dia buka pria baik-baik, tanpa di paska Bu Sri pun pasti sudah memiliki istri baru.

"Melati, apakah kamu bersedia menjadi istri kedua Pak Anjas. Saya bisa menjamin kalau Pak Anjas akan menyayangimu dan memberi kehidupan jauh lebih baik." Bu Sri melempar pandangan ke arah Melati.

"Sayang, Melati akan menjawab setelah kau menghabiskan bubur ini. Jadi buka mulutmu!" Pak Anjas memamerkan deretan gigi putih bersih dan menyuap sesendok bubur ke mulut Bu Sri.

Romantis, bila pasangan lain akan terlihat cuek pada pernikahan yang berusia belasan tahun. Sangat jauh berbeda dengan Bu Sri dan Pak Anjas. Bunga cinta masih bermekaran di hubungan mereka.

Melati benar-benar tidak tega harus menjadi orang ketiga pada pasangan saling mencintai ini. Andai saja, dia harus memberikan sisa hidupnya untuk Bi Sri. Tanpa pikir panjang, dia akan memberikannya.

"Maaf Bu Sri, saya belum siap untuk menjawab pertanyaan Bu Sri. Beri saya sedikit waktu." Melati membungkuk badannya.

"Ini memang berat bagi kalian, tapi aku mohon. Sebelum aku menutup mata untuk selamanya. Aku ingin mendengar jawaban kalian," ucap Bi Sri menatap Pak Anjas dan Melati bergantian.

"Baiklah, kau boleh pergi." lanjut Bu Sri masih memasang senyum teduhnya.

Melati membuka pintu dan menghilang di baliknya. Pak Anjas menatap dalam sang istri dan mengecup lembut bibir pucat do hadapannya.

"Tolong jangan paksa aku lagi. Tidak akan ada wanita yang bisa menggantikan posisimu di hatiku," ucap Pak Anjas lembut.

"Kau harus memilih, bukankah kau pernah bilang kalau hidup adalah pilihan?" sahut Bu Sri.

"Ya, dan pilihanku adalah hidup denganmu. Sampai kapanpun akan tetap seperti itu." Pak Anjas menatap dalam manik mata pucat di hadapannya.

"Tapi aku tidak bisa melayanimu. Aku tidak mau kau menyiksa dirimu sendiri." Bu Sri membelai rahang tegas yang di hiasi rambut tipis yang di tata rapi.

"Aku tau ini terlalu sakit untuk kau dengar, tapi kau harus tau. Di luar ada banyak wanita yang menginginkan uangku. Jadi jangan paksa Melati." Pak Anjas memeluk Bu Sri.

"Sampai kapan aku harus menanggung dosa ini? Membiarkan suami berzina di luar. Aku hanya ingin meninggalkan dunia ini dengan tenang." Air mata Bu Sri mulai menetes.

"Melati lebih pantas menjadi putriku. Kita juga harus memperhatikan perasaannya. Baiklah, habiskan bubur ini. Kita akan mengobrol masalah ini di lain waktu," lanjut Pak Anjas menyendok bubur di tangannya ke mulut Bu Sri.

Sementara di lantai bawah. Melati masih di dapur. Dia menekan dadanya. Menahan degupan jantung yang tidak dapat di kondisikan. Bagaimana bisa dia memiliki masalah serumit ini.

"Melati?" sapa Seorang pria yang datang dari anak tangga.

"Enggeh Den," jawab Melati memutar tubuhnya.

Seorang pria dengan tubuh tegap. Melangkah mendekat. Pria itu memakai kaos oblong lengkap dengan celana panjang dan sepatu. Sepertinya dia siap untuk olahraga.

"Tolong ambilkan botolku di lemari. Oiya, bagaimana badanmu? Apakah ada yang sakit?" tanya Bagus penuh perhatian.

Melati mengambil satu botol di lemari dan mengulurkannya ke Bagus. Pria itu meraih botol tersebut dan melempar senyum teduh.

Sepertinya semua pria yang tinggal di sini memiliki satu kesamaan. Mereka sangat ramah dan lemah lembut. Andai saja dia tidak datang sebagai istri kedua. Pasti hidupnya jauh lebih bahagia.

"Tidak Den, hanya sedikit nyeri tapi sudah mendingan setelah di sekarang air hangat," jawab Melati.

"Agung sering ikut bela diri jadi dia mungkin kelepasan. Maafkan dia yaa. Oiya, sudah ada pilihan kampus? Kalau belum kau bisa ikut denganku besok," ucap Bagus sambil mengisi botolnya dengan air minum.

"Ke mana Den?"

"Mas, jangan sembarang ngajak orang asing!" sahut wanita yang turun dari tangga.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Ranjang pelunas hutang   Kecelakaan

    Mawar merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya masih menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Kejadian yang baru saja terjadi menyita semua tenaga dan perasaannya.Bisa-bisanya sang Kakak tinggal dengan orang mesum seperti atasannya itu. Dia tidak bisa membayangkan jadi sang Kakak, akan jadi apa nanti?Sudah satu bulan Mawar menjadi asisten pribadi Agung. Tapi tidak sedikitpun dia mendengar kabar tentang sang Kakak. Dia juga mencari info tentang pernikahan kedua Pak Anjas, namun hasilnya tetap nihil."Mbak Melati, kamu dimana sih? Aku capek banget!" Buliran air mata kembali membasahi pipi putih bersih Mawar."Aku nggak boleh menyerah, aku harus bertemu Mbak Melati dan membawanya kabur." mawar bangkit dan mengusap lembut wajahnya yang mulai berantakan....Udara pagi begitu segar dan memanjakan mata. Langit berwarna jingga, udara begitu sejuk walau sedikit dingin. Sri memakai jaket tebal dan duduk di balkon menatap jauh lautan yang begitu tanang.Dia mengeluarkan sebuah kertas d

  • Ranjang pelunas hutang   Rencana busuk Dimas

    "Apa yang kau lakukan!?" Anjas segera mendorong tubuh Dimas hingga terjatuh ke lantai. Sementara itu salah satu karyawan wanita yang terbaring di lantai segera bangkit dan merapikan pakaiannya. Rambutnya berantakan dengan beberapa bagian baju yang sobek.Dari arah belakang terdengar suara seseorang sedang berlari mendekat. Dina, sang adik yang datang dengan napas tersengal."Mas Dimas nggak papa?" tanya Dina dengan wajah khawatir."Nggak papa!? Lihat apa yang dia perbuat!" Amarah Anjas meletup sudah.Bisa-bisanya di kantornya ada tindak asusila dan pelakunya adalah putranya sendiri. Mau di taruk dimana muka Anjas jika sampai berita ini menyebar luas?"Ini jebakan! Dia yang mau menjebak Mas Dimas Pak!" ucap Dina dengan suara terisak.Dimas segera bangkit, ujung jarinya membersihkan cairan merah di ujung bibirnya. Rasa perih ini tidak sebanding rasa malunya."Wanita ini suka sama Mas Dimas, Pak! Aku yakin ini jeb

  • Ranjang pelunas hutang   Sebuah rasa

    Di sebuah gazebo di pinggir pantai, Melati dan Bagus duduk melihat deburan ombak yang begitu tenang. Keduanya menatap jauh ke arah lautan, berperang dengan pemikiran masing-masing."Apakah tidak ada cara untuk menyembuhkan penyakit Bu Sri? Keluar negeri contohnya," ucap Melati memecah keheningan. "Sudah, tapi ibu nggak mau." Bagus masih melihat ombak tepi pantai."Alasannya?" Melati menatap Bagus."Ibu nggak mau buang-buang waktu, toh penyakit itu sudah lama dan sangat minim untuk sembuh," jawab Bagus dengan menggeleng kepalanya pelan."Kami sudah beberapa kali meyakinkan Ibu untuk mau berobat. Tapi dia tetap bersikukuh pada pendiriannya, malah yang aku dengar dia sudah menyiapkan ibu tiri untuk kami," ucap Bagus tersenyum kecut.Mendengar itu seketika kerongkongan Melati terasa kering. Dia segera meraih cangkir yang berisi wedang uwuh di sampingnya.Tangannya gemetar dan tidak bisa memegang cangkir dengan benar, sehing

  • Ranjang pelunas hutang   Desiran pasir

    Malam tiba. Bu Asih sudah siap dengan makan malamnya. Anggota keluarga Anjas sudah siap makan malam dan duduk di kursi masing-masing. Di saat seperti ini jantung Melati selalu berdebar, menerka apa yang akan terjadi nanti.Bu Sri sering sekali memberi kejutan saat acara makan bersama. Entah itu makan malam, ataupun sarapan. Jika di suruh memilih, Melati ingin di kamar saja."Jangan canggung, kamu kan sudah ikut kita lama." Bu Sri melempar senyum teduh ke Melati agar wanita itu tidak canggung"Maaf Bu, tempatnya masih asing." Melati tersenyum kikuk."Nanti kita jalan-jalan. Kamu pasti suka sama tempat ini," ucap Bu Sri penuh semangat."Bagus, ajak Melati jalan-jalan!" sahut Pak Anjas dengan suara datar."Inggih pak," jawab bagus penuh semangat.Tau apa yang di rencanakan sang istri, Anjas memutuskan untuk melangkah lebih awal. DIa tidak mau Sri memegang kendali lagi dengan hubungan tak wajar ini.Sri menoleh ke a

  • Ranjang pelunas hutang   sepotong Brownis

    Bu Asih, istri Pak Tarno mengantar Melati menuju kamarnya. Bangunan ini adalah bangunan kuno seperti peninggalan Belanda. Tembok putih bersih terawat, beberapa lukisan Noni Belanda, dan beberapa furniture antik. Langkah Bu Asih berhenti di depan sebuah kamar. "Ini kamar Non, kalau butuh apa-apa bisa panggil saya lewat bel yang berada di dekat ranjang," ucap Bu Asih penuh hormat."Saya pembantunya Bu Sri, jangan panggil Saya Non Bu. Panggil Melati saja," ucap Melati sungkan."Mboten nopo-nopo Non. Jangan takut tinggal disini ya Non, nuansanya memang sedikit seram, tapi saya jamin rumah ini bersih kok." Bu Asih tersenyum teduh."Mboten kok Bu, rumah ini nyaman. Saya nggak takut," jawab Melati sedikit ragu.Melati melangkah memasuki kamar. Melihat dekorasi kamar, sepertinya Bu Sri memang suka dengan Style Belanda. Ranjang di kamar ini terdapat kelambu yang menggantung indah dan sprei yang memiliki renda. Semua ini mengingatkannya tentang fi

  • Ranjang pelunas hutang   Persiapan liburan

    Pagi itu Sri sudah siap dengan dua kopernya. Hari ini adalah hari yang paling dia tunggu. Semakin Anjas menolak rencananya, maka semakin kukuh pendiriannya untuk menyiapkan pernikahan kedua suaminya.Suara pintu di ketuk. "Masuk!" ucap Sri dengan suara lembut.Melati masuk, Sri dapat melihat ada keraguan di wajah wanita polos tersebut. Melati masuk dan duduk di samping Sri."Bu, Saya tidak tau apa yang ibu lihat dari saya. Ada banyak sekali pertanyaan di kepala saya mengenai pernikahan ini. Akan tetapi yang jelas, ini tidak di benarkan Bu. Pak Anjas sangat mencintai Bu Sri dan Saya tidak bisa hadir dengan tiba-tiba memecah semuanya. Saya mohon ibu pertimbangkan lagi, saya yakin Bu Sri pasti bisa sembuh," ucap Melati dengan bibir bergetar menahan tangis."Aku punya penilaian sendiri dan penilaianku tidak pernah meleset. Aku tau jarak umur kalian begitu jauh. Tapi aku yakin kalau kalian berdua bisa menerima satu sama lain kelak, aku melihat diriku dalam dirimu." Sri membelai lembut ramb

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status