Share

Bab 3. Kepingan Luka Hati  

“Nona Nicole, adik Anda meminta pesta pernikahan diadakan di outdoor. Beliau tidak mau di gedung,” ujar Sadie—asisten Nicole—memberi tahu.

Nicole mengembuskan napas kasar. “Menyusahkan saja. Cuaca mendung seperti ini, aku harus melihat lokasi di outdoor. Apa tidak ada pilihan wedding venue lain?” Raut wajah Nicole menunjukkan kekesalan. Jika adik tirinya memilih wedding venue di outdoor dalam kondisi cuaca yang tak bagus, maka itu sama saja menyusahkan dirinya.

Sudah sembilan tahun Nicole meninggalkan kota London. Sebuah kota yang memang Nicole tak ingin lagi untuk ditinggali. Nicole mendatangi kota London, demi permintaan Shania—adik tirinya—yang memintanya menjadi wedding organizer di pernikahan adik tirinya itu. Dia sudah menolak, tapi ayahnya terus mendesaknya.

Selama ini, Nicole tak pernah memiliki hubungan baik dengan adik tirinya. Sejak kepergian ibunya, Nicole cenderung lebih tertutup. Luka di masa lalu meninggalkan kesesakan baginya hingga membuatnya meninggalkan kota London.

Perselingkuhan ayahnya di masa lalu menambah luka di hati Nicole semakin dalam. Kecewa, benci, namun tetap bertahan bukanlah hal yang mudah. Nicole tetap berusaha berjalan walau berada di tengah badai. Walau sebenarnya di mata Nicole— semua pria sama. Sama-sama hanya akan meninggalkan luka yang amat dalam.

Sadie menggaruk kepalanya tidak gatal. “Itu sudah menjadi keinginan Nona Shania, Nona. Beliau memang menginginkan pesta pernikahannya diadakan outdoor. Beliau bilang sudah memiliki konsep pernikahan. Nanti beliau akan membahas dengan Anda.”

Nicole memijat pelipisnya pelan. Sudah bertahun-tahun Nicole berkecimpung di dunia wedding organizer, tapi kalau pelanggannya macam adik tirinya, maka Nicole sangat malas. Keinginan adik tirinya itu sangat konyol. Jika tak dituruti, maka pasti dia berdebat hebat dengan adik tirinya. Tapi, jika dituruti maka Nicole selalu dibuat jengkel setiap saat.

“Nanti Shania akan datang bersama calon suaminya atau tidak?” tanya Nicole dingin.

“Hm, saya rasa Nona Shania datang bersama dengan calon suaminya, Nona,” jawab Sadie sopan.

Nicole memejamkan mata singkat, dan berkata dengan nada kesal, “Semoga calon suami Shania memiliki otak yang waras, dan tidak memilih pesta pernikahan di outdoor dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat seperti sekarang. Tapi kalau calon suaminya memiliki ide yang sama dengannya, itu artinya mereka berdua sama-sama tidak waras. Pantas saja berjodoh.”

Sadie meringis mendengar ucapan sarkas Nicole.

Mobil yang membawa Nicole dan sang asiten mulai memasuki wedding venue yang letaknya tak terlalu jauh dari pusat kota. Nicole segera turun dari mobil bersama dengan sang asisten. Detik selanjutnya, wanita cantik itu melangkah dengan anggun memasuki wedding venue itu.

Saat Nicole sudah berada di wedding venue, wanita itu sama sekali tak melihat keberadaan adik tirinya. Nicole sedikit berdecak kesal. Bisa-bisanya adik tirinya itu datang terlambat. Padahal sebelumnya, dia sudah mengingatkan bahwa dirinya memiliki jadwal yang padat selama berada di London.

“Sadie, di mana Shania? Kenapa dia lama sekali?” seru Nicole kesal.

“Tunggu sebentar, Nona. Saya akan mencoba menghubungi Nona Shania.” Sadie segera menghubungi nomor Shania, namun sayangnya hasil yang didapatkan nihil. Nomor Shania aktif, tapi sama sekali tak mendapatkan jawaban.

“Bagaimana, Sadie? Di mana Shania?” tanya Nicole menahan emosi dalam dirinya. Hal yang paling Nicole benci adalah menunggu lama. Padahal dirinya sudah datang tepat waktu. Jika saja tahu Shania akan datang terlambat, maka Nicole memilih untuk tidak usah datang.

“Nona Shania tidak menjawab telepon saya, Nona,” jawab Sadie bingung, dan sedikit panik. Pasalnya, jika Shania tak kunjung bisa dihubungi pasti Nicole tak mau menunggu. Alhasil keributan akan terjadi.

Nicole mendengkus tak suka. “Sudahlah, kita ke hotel saja. Aku tidak mau menunggunya. Aku lelah.”

“Nona, tapi ayah Anda bisa marah kalau Anda langsung pergi tanpa mau menunggu Nona Shania.” Sadie mencegah Nicole, berusaha membujuk bosnya itu untuk tak langsung pergi.

Nicole mendecakkan lidahnya. “Aku tidak peduli apa yang dikatakan ayahku. Jangan halangi aku. Aku ingin ke hotel dan segera beristirahat.” Lalu, Nicole hendak meninggalkan wedding venue itu, namun langkah Nicole terhenti kala berpapasan dengan Shania yang baru saja datang.

“Nicole sorry, tadi ada kecelakaan di jalan tol. Sorry membuatmu menunggu,” ucap Shania yang merasa tak enak pada Nicole, karena sudah membuat kakak tirinya itu menunggu lama.

Nicole menatap jengkel Shania. Pancaran mata Nicole membendung rasa marahnya. “Aku sudah bilang padamu jangan sampai terlambat. Kau bisa berangkat lebih awal, agar terbebas dari masalah di jalanan!” Nicole membenci ada yang mencari-cari alasan, karena bagi Nicole masalah timbul tetap karena kecerobohan.

“Iya, sorry. Kali ini aku mengakui kesalahanku. Tadi aku ingin berangkat lebih awal, tapi kekasihku baru selesai meeting. Itu kenapa aku jadi terlambat. Lain kali aku tidak akan terlambat lagi,” ujar Shania berusaha menjelaskan pada kakak tirinya itu, dan mengakui kesalahannya. Pun Shania berjanji tak akan mengulangi kesalahannya lagi.

“Ya sudah, lupakan saja. Aku tidak mau membahasnya. Sekarang, di mana calon suamimu?” tanya Nicole yang tak melihat siapa pun di samping adik tirinya.

“Calon suamiku tadi—” Shania melihat ke arah pintu, dan di kala sosok pria tampan muncul, wanita itu langsung berseru, “Itu dia, calon suamiku.”

Seketika tubuh Nicole nyaris ambruk kala melihat Oliver Maxton ada di hadapannya. Nicole memperkuat injakan kakinya agar tak tumbang. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, tubuh Nicole seakan tak sanggup lagi berdiri.

Mata Nicole memerah, menahan air matanya. Dadanya sesak luar biasa. Rasa sakit yang dia alami lebih dari ribuan jarum menusuk ke dalam tubuhnya. Wanita cantik itu berusaha kuat untuk menahan air matanya tak tumpah.

Oliver bergeming di tempatnya, menatap Nicole dengan tatapan penuh arti. Sembilan tahun pria itu tak melihat Nicole, dan sekarang ketika dirinya kembali melihat wanita itu, rupanya Nicole semakin cantik. Meskipun banyak berubahan di fisik Nicole, namun pria itu tak mungkin lupa akan sosok wanita yang ada di hadapannya.

“Sayang, di depanmu ini adalah Nicole Tristan, kakak tiriku yang waktu itu aku ceritakan padamu. Dia tinggal di Swiss dan memiliki bisnis wedding organizer. Dia ke London khusus untuk membantu acara pernikahan kita, Sayang,” ujar Shania seraya memeluk Oliver, dengan begitu manja, memperkenalkan Nicole pada calon suaminya.

Oliver menganggukan kepalanya, merespon ucapan Shania. Pria tampan itu tak mengatakan sepatah kata pun selain menganggukan kepala. Akan tetapi, walau responnya hanya anggukan, tatapan pria itu tak lepas menatap sosok wanita yang ada di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status