Share

Pertemuan

Bintang menatap pantulam dirinya di ponsel. Dia menata rambutnya serapi mungkin, bahkan sudah tak terlihat sebagai salah satu pasien rumah sakit. Maya yang sedari tadi memperhatikan putranya hanya menatap cowok itu tak habis pikir.

"Udah ganteng, Ma?" tanyanya.

"Jelek," jawab Maya dengan nada malas. Bintang mendengkus sebal, tak lagi memedulikan Maya yang masih terus menatapnya.

"Kamu mau ke mana, sih? Belum sembuh juga," jengah Maya. Sungguh dia tak mengerti jalan pikiran putranya, jalan saja masih belum pulih sepenuhnya, lalu sekarang entah sudah mau ke mana.

"Ketemu calon mantu Mama," jawab Bintang asal. Setelah dirasa cukup, cowok itu berusaha turun dari brankarnya.

"Heran Mama sama kamu," omel Maya sambil membantu putranya untuk turun. Bintang tersenyum manis, lalu mengecup pipi sang ibu.

"Mau ditemenin?" tanya Maya khawatir.

"Enggak, Ma. Aku udah bisa jalan kok." Maya mengangguk pasrah. Menatap anaknya itu ke luar dari kamarnya.

Bintang tersenyum lebar, kedua matanya menatap ke seluruh penjuru rumah sakit untuk mencari gadis yang sempat ia temui kemarin.

"Di mana, ya?" Dia menghela napas kecewa saat tak menemui keberadaan gadis itu di mana pun. Padahal dia berharap gadis dengan wajah pucat itu sedang berjalan-jalan juga.

Bintang membalikkan tubuhnya. Sepertinya hari ini harus menyerah terlebih dahulu, mungkin saja gadis itu masih butuh istirahat. Yang Bintang takuti gadis itu sudah pulang terlebih dahulu.

Kedua kaki panjangnya melangkah menuju ke arah taman rumah sakit. Sangat ramai beberapa orang sedang duduk di sana. Bintang duduk lesu di salah satu bangku, menatap sekelilingnya penuh harap. 

"Dia di mana, ya?" lirih Bintang tak bersemangat. Padahal sejak subuh dia sudah sangat bersemangat untuk bertemu gadis dengan mata sayu yang kemarin ia temui.

"Hai!" sapa seseorang. Bintang menoleh sambil tersenyum tipis.

"Boleh aku duduk sini?" Lagi-lagi Bintang mengangguk sebagai jawaban.

"Kamu kok sendirian aja?"

"Lah elo aja sendiri," balas Bintang kesal. Gadis itu mencebik sebal, tapi setelah itu kembali tersenyum lebar.

"Aku memang enggak ada orang tua." Bintang menatap gadis itu dengan rasa bersalah. Tak seharusnya Bintang asal bicara dengan seseorang yang baru ia temui.

"Sory." Gadis itu mengangguk maklum.

"Kamu abis jatuh, ya?" tanyanya saat melihat kepala serta tangan Bintang yang berbalut perban. Bintang menjawab dengan gumaman.

"Hati-hati kalau bawa motor itu, kasian wajah ganteng kamu." Bintang mendengkus sebal mendengar ucapan gadis di sampingnya.

"Gue mau balik." Tanpa mendengar balasan dari gadis itu, Bintang langsung pergi begitu saja dengan jalan terpincang. Dia merutuki dirinya yang sok kuat, sekarang kakinya malah terasa sakit lagi.

                                 ***

Vivi menatap khawatir putrinya yang terpejam di atas brankar. Tadi tiba-tiba kondisi Dania menurun, membuatnya bertambah khawatir setengah mati. Padahal baru kemarin ia lega saat melihat putrinya bisa kembali tersenyum lagi.

Vivi menutup wajahnya dengan kedua tangan, rasanya ia ingin menangis melihat keadaan putri satu-satunya seperti ini. Namun, Vivi harus kuat agar bisa menguatkan Dania. Karena saat ini Dania sangat butuh dorongan dari orang terdekatnya.

Vivi berjalan mendekat, menatap wajah pucat anaknya dari dekat. Hatinya terasa teriris melihat putrinya yang terlihat sangat berubah. Gadis yang biasanya cerah dan ceria, sekarang sudah benar-benar berubah.

Kadang Vivi berpikir, dosa apa yang dulu sempat ia lakukan hingga mendapat cobaan seperti ini. Vivi benar-benar tak bisa melihat putrinya terbaring lemah seperti ini.

"Cepet sembuh, Sayang," ucap Vivi, lalu mengecup lama kening putrinya. Dia berusaha tersenyum dan menenangkan diri, walau setiap hari kehilangan terus menghantuinya.

                                   ***

Dania menatap ibunya yang sedang terlelap dengan tatapan sendu. Dia merasa tak enak telah menyusahkan sang ibu, bahkan Vivi rela tidur di sofa selama Dania di rumah sakit.

Dania turun dari brankar menuju sofa tempat Vivi berbaring. Ia meraih selimut yang berada di meja, menyelimuti tubuh ibunya. Ia tersenyum lega, bahkan sejak tau hidup anaknya tak lama, Vivi tetap terus bersikap tenang di depannya. Walau Dania tau, setiap malam ibunya menangis saat ia tertidur.

"Maaf belum bisa jadi anak yang baik untuk Mama," ucap Dania.

Gadis itu melangkah ke luar dari ruang inapnya, memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Dia menatap sekelilingnya yang begitu sepi dan sunyi, dulu saat kecil dia sangat takut dengan rumah sakit. Berbeda dengan sekarang, rumah sakit sudah bagai rumah kedua untuknya.

Dania menguap lebar, merasa mengantuk. Ia memasukkan kedua tangannya disaku, untung saja infusnya sudah dilepas sore tadi, jadi Dania merasa lebih leluasa.

Dia duduk di koridor paling ujung, koridor yang sangat sepi. Dia tersenyum miris, bahkan untuk takut dengan tempat seperti ini saja Dania sudah malas.

"Sendirian aja?"

"Ya Tuhan!" pekiknya sambil melotot kaget. Seseorang yang baru saja menyapanya tertawa, melihat wajah menggemaskan Dania saat sedang kaget.

"Kenapa ke luar?" tanyanya lagi. Dania membuang muka ke arah lain, "pengen aja," jawabnya. 

Bintang, cowok itu tersenyum lebar. Sungguh tak menyangka bertemu lagi dengan gadis yang sedari kemarin ia cari keberadaannya.

"Gue Bintang."

"Yang di langit?" tanya Dania polos. Bintang menggeleng sambil terkekeh gemas.

"Nama gue Bintang, elo?" Bintang mengulurkan tangannya, langsung dibalas Dania dengan antusias.

"Aku Dania," balasnya. 

"Cantik," gumam Bintang sambil terus menatap wajah Dania yang tertutup beberapa helai rambutnya.

"Apa?" Bintang menggeleng, menarik tangannya kembali. Takut disangka sedang modus, padahal kan emang niatnya begitu.

"Lo belum pulang? Kirain udah," ucap Bintang. Mendengar itu Dania hanya tersenyum tipis, dia bahkan sangat berharap cepat ke luar dari sini.

"Kamu juga keliatannya udah baikan." Dania memerhatikan beberapa luka di tangan Bintang, yang sepertinya sudah kering.

"Ini belum!" Bintang menunjuk kepalanya sambil menyengir. Dania tertawa, tak melihat itu.

"Parah, ya?" tanya Dania terus memerhatikan kepala Bintang yang diperban.

"Lumayan," balas Bintang santai. Dania tertawa, baru kali ini mempunyai teman di rumah sakit.

"Udah malem, mending masuk gih," suruh Bintang. Merasa tak tega dengan wajah Dania yang terlihat semakin pucat.

"Kamu juga. Sampai jumpa!" Dania melambaikan tangan semangat, dibalas cowok itu tak kalah semangat juga.

Bintang memperhatikan tangannya bekas jabatan Dania. Dia memekik senang, hingga sadar jika dia berada di rumah sakit. Dia tak menyangka akan bertemu dengan kesan baik seperti ini.

"Tidur nyenyak gue," ucap Bintang bahagia.

Cowok itu melangkah semangat menuju kamarnya, tak sabar bangun untuk hari esok. Dia berharap besok bisa bertemu dengan Dania lagi, dia jadi tak sabar.

Sedangkan Dania, gadis itu langsung masuk pelan-pelan ke dalam kamarnya. Takut jika mengganggu ibunya yang sedang tertidur. Dia tersenyum senang, karena bisa memiliki teman baru. Karena sejak dia sering bolak-balik ke rumah sakit, jarang ada orang yang mau berteman dengannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status