Share

Bab 3 : Gara-gara Foto Nikah

"Inda!" Dihan meninggikan volum suaranya ketika mendengar ucapan sang istrinya.

"Kenapa? Benar kan Mas?" tanya Inda tertawa hambar.

Dihan menggelengkan kepala, memijit pangkal hidungnya. "Inda, aku hanya ingin kau bisa menerima Mega saja. Apa susahnya? Dia juga wanita baik, kalian pasti bisa akur. Jangan lagi memusuhinya."

"Mudah untuk Mas Dihan bicara begitu, karena Mas tidak di posisi yang kurasakan! Apa kau tahu rasa sakit dan kecewa ketika orang yang kau cintai dan hormati itu membawa wanita lain ke dalam rumah tangga kita? Mas bahkan dengan enteng memintaku menerima Mas nikah siri. Mas tahu tidak? Aku menangis terluka, tidur sendirian di kamar, kedinginan di saat tengah malam. Lantas pagi ini juga Mas menyalahkan aku, tidak memercayai aku. Ini baru hari pertama loh, Mas. Kedepannya kamu pasti akan dikuasai olehnya lalu meninggalkan aku."

Satu tetes air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Inda. Lidahnya benar-benar kelu saat mengatakan semua gunda gulananya itu. Sungguh, pedih sekali mengingat rasanya dia dimadukan tanpa sepengetahuannya, lalu diperlakukan tidak adil seperti ini.

Bagaimana Inda bisa sanggup menerima pernikahan siri dari sang suami?

Dihan memejamkan mata, perasaan bersalah meluputi Dihan. Dia tahu tidak seharusnya menumbuhkan cinta lain di hatinya, tidak menjaga martabat sebagai suami. Tapi, Dihan juga laki-laki normal yang tak bisa menolak pesona Mega.

Namun, semua telah terjadi, nasi sudah menjadi bubur.

Dihan berjalan mendekati Inda lalu menyeka cairan bening yang terus menerus mengalir di mata indah istri pertamanya. Kemudian, pria itu menarik Inda ke dalam pelukan dan mengusap lembut rambut halus Inda.

“Tidak akan, Sayang. Kamu selalu ada di hatiku, hanya saja sekarang Mega mengandung anakku. Aku gak bisa tinggalin dia, Inda. Dia membutuhkan aku untuk menjaganya.”

Tanpa diketahui kedua orang yang berdebat di dalam kamar itu, Mega mengintip di balik kamar yang sedikit terbuka. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan amarah yang ingin meledak. Dadanya terbakar oleh api cemburu.

Mega tadinya sangat senang ketika Dihan membelanya. Di dalam hati, wanita itu berharap Dihan dan istri pertamanya akan bertengkar, semakin saling membenci.

Dengan pelan dan kehati-hatian, Mega kembali menutup pintu kamar Inda agar tidak menimbulkan suara yang menyadarkan kehadirannya. Mega pun masuk ke kamarnya, memikirkan bagaimana cara untuk mengalihkan seluruh perhatian Dihan hanya tertuju pada dirinya.

Sejenak kedua bibirnya terangkat. Mega akan memenjarakan Dihan atas nama anak. Maka dari itu, setelah kehamilan Mega pasti Dihan semakin tidak punya banyak waktu pikirin soal istri tua itu.

🌺🌺🌺

Hati Inda serasa membuncah bahagia semalam. Setelah berbincang dengan sang suami, Indah terlelap di atas dada bidang milik Dihan yang begitu ia rindukan.

Sungguh, Inda ingin waktu terus saja berhenti di malam lampau. Namun kenyataan tetaplah kenyataan, ia harus bangun dan menerima kalau telah dimadu.

Inda meraba-raba ranjang di sebelahnya, kosong. Dia pun membuka mata perlahan dan menoleh ke samping di mana tempat Dihan berbaring semalam.

Helaan napas kecewa yang terdengar. Dilirik jam beker di nakas. Pukul 7 tepat, Dihan sudah tidak ada di sini bersamanya.

“Pasti sehabis aku tertidur, Mas Dihan pindah ke kamar pelakor itu.” 

Kecewa lagi-lagi melanda. Padahal Inda sudah berharap pagi ini disapa oleh suami dengan kecupan hangat di kening seperti yang dilakukannya sebelum kehadiran istri kedua. Inda berusaha sekuatnya melawan segala pikiran buruk jika Dihan tidak mencintai dirinya. Tapi realita selalu saja menampar ekspektasi.

Inda langsung turun dari kasur menuju kamar mandi. Selang 15 menit, pintu kamar mandi terbuka. Inda keluar dan mengamati tubuh polosnya di depan kaca sebelah rak baju. Lekukan pinggang, bentukan dada serta kulit mulusnya masih sempurna.

“Mas Dihan berselingkuh karena semua ini tidak menarik lagi atau ... memang benar karena perut rata ini yang tidak terisi terus?”

Inda melenggang pergi memakai bajunya, tak ingin lagi berpikir terlalu banyak. Kepalanya serasa ditiban ribuan bebatuan, berat dan mau pecah. Ia lalu menuruni anak tangga, di depan meja ruang keluarga, Inda melihat Mega memegang sebuah bingkai foto pernikahan berdiri di sana dengan senyum licik.

Kaki Inda berjalan cepat menuju ke arah Mega. “Apa yang kamu lakukan?!” tanya Inda kesal seraya merampas foto pernikahannya dengan Dihan.

Melihat ekspresi kesal dari Inda, Mega tersenyum miring. “Foto pernikahanmu sudah tidak layak dipajang di meja ini, Kak.”

"Apa kamu bilang?! Apakah kamu tidak sadar kamu ini ibarat pelakor!“ balas Inda, merasakan darahnya mulai naik di hadapan Mega.

"Kak, dengar baik-baik ya. Aku bukan wanita yang seperti kamu katakan. Mas Dihan dan aku saling mencintai, saling melengkapi. Lihatlah diri Kakak sendiri, apa Kakak bisa memberikan keutuhan rumah tangga layaknya keluarga pada umumnya? Kakak kan mandul,” ejek Mega dengan angkuh.

Aliran darah Inda kini semakin mendidih. Tak menerima ia dihina mandul oleh wanita yang merusak rumah tangganya. Inda menjambak rambut Mega secara kasar.

“Aw! Aw! Lepasin aku dasar mandul!” rintih Mega kesakitan.

“Tutup mulutmu! Banyak pria di luar sana, tapi hobinya malah rebut suami orang! Kalau bukan karena kehamilanmu, Mas Dihan belum tentu akan sebaik itu kepadamu!”

“Apa katamu?!” Mega ikut menarik rambut Inda tak kalah kencang membuat langkah Inda tidak seimbang sehingga foto pernikahan di tangannya terjatuh pecah di lantai.

Prang!

Mega sontak melepas jambakan di rambut Inda dan mengalih pada kepingan pecahan kaca di bawah kakinya. Wanita itu sengaja menekan tangannya ke arah pecahan kaca, sehingga darah muncul dari telapak tangannya.

Tepat saat itu, Dihan datang. Maniknya membulat, terkejut dengan apa yang dia saksikan. Istri kedua dengan telapak tangannya yang berdarah, dan istri pertama yang menatapnya dengan tatapan benci.

"Apa-apaan kamu, Inda?!"

🌺🌺🌺

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status