Alano menyentuh kening Elrissa, memastikan apakah wanita itu baik-baik saja. Setiap sentuhan yang dilakukan oleh jemari tangannya begitu lembut.
Dia bertanya, "kamu beneran hilang ingatan? Kamu serius nggak ingat aku? Tapi, nggak ada yang sakit 'kan? Mana yang kebentur? Mungkin kepala kamu?"Perhatian pria misterius ini membuat Elrissa tertegun sesaat. Dia meneguk ludah, lalu menjawab dengan sedikit tersendat-sendat, "eh, nggak, nggak sih, ta-tapi hidung sama dada sakit.""Yaudah kita balik ke villa dulu aja, terus kamu ganti baju, kamu basah semua ini, nanti kamu sakit.""Villa? bukannya ini hutan? Mana ada Villa? Lagian, kenapa aku ada di hutan?""Kita lagi liburan, ada bangunan Villa dekat sini. Nanti istirahat aja di sana, ya?" rayu Alano dengan suara yang kian lembut, rayuan yang membius."Eh ... aku..." Elrissa masih waspada. Dia tidak mungkin pergi begitu saja dengan orang yang tak dikenal. "Tapi ... aku nggak ...“"Sayang, kamu beneran nakutin aku, loh. Kamu nggak percaya sama aku? Kamu waspada sama aku? Aku Alano, aku beneran suami kamu."Tak ada jawaban.Alano menuding jari manis Elrissa. "Itu lihat jari kamu— itu cincin pernikahan kita." Usai berkata demikian, dia juga memperlihatkan miliknya. "Kita sudah nikah, sebulan yang lalu."Elrissa melihat cincin di jari manisnya, lalu memandangi Alano kembali. "Sebulan?”"Iya."“Aku—”"Masa iya aku ini orang random yang mendadak ada di sini sama kamu? Cuma kita doang ada di sini."Perkataannya memang masuk akal. Elrissa berusaha menenangkan diri.Ekspresi wajah Alano makin cemas. Dia terus merayu, "kamu beneran terbentur kayaknya, jadi kamu mungkin gegar otak ringan. Udah kita balik ke villa, kamu istirahat, jangan banyak mikir."Tak ada jawaban."Rissa?"Masih tak ada jawaban.Alano resah dengan tingkah Elrissa yang terlalu waspada. Otot pelipisnya agak tegang— terlihat seperti kesal. Tetapi, dia terus merayu, "aku nggak bawa apa-apa jadi nggak bisa nunjukkin buku nikah kita. Tapi, aku nggak bohong, aku emang suami kamu, bukan orang jahat random yang tiba-tiba muncul di depan kamu. Aku sedih ngeliat kamu hilang ingatan begini, tapi yang penting kamu selamat."Tetap tak ada jawaban."Lagian emangnya kamu mau diam aja di sini? Sendirian? Ini udah sore, bentar lagi malam loh, Sayang. Tolong percaya sama aku, kita balik ke Villa dulu, oke?“Elrissa mengangguk. Tubuhnya mengggil kedinginan, dada masih sakit, kepala pun mulai terasa berat. Tak ada pilihan lain selain menerima tawaran pria asing yang mengaku suami ini.“Kamu pasti syok, jadi aku gendong aja.” Tanpa menunggu jawaban, Alano tiba-tiba menggendong tubuh wanita itu dengan gaya ala pengantin baru.Napas Elrissa tertahan, agak panik sekaligus malu. "A-Apa?! Ngapain kamu gendong aku segala? Nggak usah, aku masih bisa jalan.""Nggak, kamu pasti masih lemas, udah jangan banyak protes. Kamu itu habis tenggelam."Tak ada jawaban."Aku nggak ngira bakalan begini. Kalau aja aku ngawasin kamu, kamu nggak tenggelam begini. Aku bisa gila kalau kamu kenapa-napa. Maafin aku, Sayang."Senyuman itu, perkataan lembut itu, semuanya terasa bak obat bius. Elrissa kian terbuai. Iya, terlebih saat Alano berulang kali memanggilnya 'Sayang'.Untuk mengurangi perasaan malu, dia berpaling wajah ke depan, kemudian bertanya hal lain, "Mmm, ini kita beneran mau ke Villa? beneran ada villa di sini? Ini pulau mana, sih?""Pulau kecil, masih sekitaran Bali. Ada Villa di sini, lumayan gede ... villa pribadi kita, sejenis villa hideout, konsepnya emang di tengah hutan kayak gini. Tapi, nggak usah khawatir, ini pulaunya udah aman kok, nggak ada binatang buasnya.""Villa pribadi?""Iya, villa kita. Ini hadiahku untuk pernikahan kita."Elrissa terdiam mengamati sosok Alano. Aura pria itu sangat bagus, kuat, dan dominan. Sudah jelas kalau ia bukan orang sembarangan. Selain itu, kalau dia sampai memiliki Villa pribadi, apa ini artinya dia kaya raya?Aroma campuran keringat, debu dan air laut tercium dari tubuh pria ini. Sebagai wanita tulen, Elrissa tentu tergoda. Namun, dia sungguh tak merasa dekat dengan aromanya.Dia tidak mengerti kenapa tak mengingat apapun tentang sang suami, sementara ingatan tentang diri sendiri dan teman-temannnya masih aman.Menikah sebulan yang lalu? Berapa lama mereka saling kenal sebelum menikah? Beberapa bulan? Apa ini berarti ingatannya hilang beberapa bulan ke belakang?Bagaimana dia dan Alano bertemu? Kapan mereka berkencan? Bagaimana kehidupan pacaran mereka? Apa mereka benar-benar pasangan?Kepala wanita itu seakan ingin pecah. Dia tak tahu ini tanggal berapa, hari apa, atau apa yang dilakukan kemarin.Gegar otak?Untuk sementara, penjelasan Alano sangat masuk akal. Mungkin kepalanya terbentur sesuatu saat tenggelam tadi."Sayang, kamu kenapa? Kok kayaknya diam banget? Kepala kamu sakit? Udah jangan mikir apa-apa dulu, nanti pasti ingat lagi, kok." Perkataan Alano membuyarkan pemikiran Elrissa.Meski firasatnya tak enak, tapi Elrissa tidak mau berpikiran buruk dulu. Dia hanya ingin istirahat."Nggak apa-apa," sahutnya lirih.***Sebagaimana Villa "hideout", villa yang dituju oleh Alano dan Elrissa berkonsep alami. Bangunannya terletak di antara pepohonan rimbun. Hunian tersebut cukup luas, besar, tinggi, kokoh. Dari mulai atap, tembok, jendela, pintu hingga anak tangga-- didominasi oleh kayu.Ada balkon di atas yang pagar pembatasnya dipenuhi oleh mawar putih rambat. Semua itu menambah kesan natural sekaligus estetik.Suara-suara nyanyian burung, kepakan sayap-sayap mereka terdengar di angkasa.Hati Elrissa damai memandangi para binatang itu berterbangan di langit siang ini. Sebuah senyuman terlihat mengembang di bibir."Kita sampai, Sayang," kata Alano ikut tersenyum melihat Elrissa.Elrissa tersadar. "Eh, mmm ... turunin aku, aku nggak apa, kok. Nanti kamu kecapekan gendong aku terus.""Nggak mungkin, dong. Kamu itu enteng banget. Aku sanggup gendong kamu seharian."Pipi Elrissa memerah. Dia masih tidak mengenali pria ini, tapi pesonanya sulit sekali ditolak dan ucapan manisnya juga sulit dibantah.Alano b
Usai membersihkan diri, Elrissa keluar dari kamar mandi. Kini, tubuhnya telah terbalut dress kasual selutut berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Dia melihat Alano duduk di pinggiran ranjang sambil memainkan ponsel.Menyadari keberadaan Elrissa, Alano mengantongi ponselnya di celananya lagi, kemudian bertanya, "Sayang— udah selesai? Kamu nggak apa?""Nggak apa." Elrissa mendekat ke ranjang. Dia penasaran akan sesuatu. "Ngomong-ngomong mana HP-ku?""Kayaknya jatuh ke laut, aku nggak nemuin HP kamu waktu nyelamatin kamu, di tepi pantai juga nggak ada.""Aku main air sambil bawa HP?""Mana kutahu.""Aku juga agak penasaran—" Elrissa menatap pria yang mengaku suaminya itu dengan serius. "—kamu bilang aku main air, renang mungkin 'kan? Tapi kenapa aku pakai baju blus sama rok sebelumnya? Kan nggak masuk akal. HP-ku juga nggak ada.""Kamu mau bilang kalau aku bohong sama kamu? Kamu mau bilang kalau penjelasanku nggak masuk akal?""Aku loh nggak bilang kamu bohong.""Tapi cara ngomong kamu
Tidur Elrissa malam ini tidak terlalu pulas. Dia bermimpi kejadian yang dirasakannya terlalu nyata. Mimpi itu semacam pecahan ingatan yang kembali padanya.Dia berada di dalam sebuah kapal pesiar, menghadiri sebuah acara dengan teman-temannya. Kemudian, ingatannya kabur, digantikan dengan perasaan berat di dada, paru-paru sulit bernapas.Alhasil, dia terbangun dengan dada berdebar. Dia bergumam, "cuma mimpi? Kayaknya enggak, tapi kapan ya itu kejadian?Matanya mengerjap-ngerjap, mencoba melihat suasana kamar yang gelap ini.Lampu utama mati, wajar disini sangat gelap, tapi ada sedikit cahaya dari lampu meja nakas.Baru akan bergerak, Elrissa sadar ada tangan yang merangkul perutnya, dan itu adalah milik Alano.Sekujur otot di tubuhnya mendadak tegang, wajah memerah bak kulit udang rebus. Bukankah harusnya dia tidur sendirian, kapan pria ini datang?Yang membuatnya makin gelisah adalah Alano memiliki kebiasaan tidur telanjang bulat. Kehangatan yang dia rasakan bukan hanya dari selimut
"Bagaimana kalau kita ciuman? Mungkin dengan begini ingatanmu bisa langsung kembali?"Saran dari Alano tersebut sontak membuat muka Elrissa makin memerah. Dia tidak bisa menebak perkataannya serius atau tidak karena pria itu masih menahan tawa."Jangan nakal kamu, kamu bilang nggak bakalan ngapa-ngapain dulu, aku beneran belum ingat kamu, loh. Kamu harusnya jangan godain aku terus," katanya kemudian."Emangnya kenapa kalau aku godain kamu? Masa aku nggak boleh godain istri sendiri?""Kamu nggak takut aku nggak ingat kamu lagi? Perasaan cintaku sama kamu mungkin—""Nggak," sela Alano cepat meraba belakang leher Elrissa, lalu menariknya agar berdekatan. Saat wajah mereka hanya berjarak sejengkal, barulah dia berbisik, "mau hilang ingatan atau enggak, aku nggak bakalan takut karena kamu pasti akan cinta sama aku pada akhirnya."Napas Elrissa tertahan. Dia bisa merasakan hembusan napas Alano menerpa kulit pipinya. Sensasi ini begitu mendebarkan.Alano mengelus-elus tengkuk Elrissa, tahu i
Pupil mata hitam Alano telah terselimuti oleh amarah dan kecemburuan. Dia tidak terima mendengar Elrissa menyebut nama pria lain saat mereka tengah bersama.Agak keras, dia bertanya, "siapa yang kamu sebut barusan? Jawab, siapa itu Daniel?!"Elrissa tegang. "Aku udah bilang aku nggak tahu, aku nggak ingat, aku nggak tau itu siapa. Keluar dari mulutku gitu aja.""Rissa..." Alano masih dikuasai cemburu. Aura di sekitarnya kini sangat mengintimidasi. Selain itu, tatapan matanya tampak panik sekaligus takut. "Rissa, kamu nggak bohong 'kan? Jangan manfaatin hilang ingatan kamu buat bohong sama aku! Tolong jujur sama aku!""Aku beneran nggak tahu. Aku nggak ingat, siapa itu Daniel? Beneran nggak ingat ...""Jangan-jangan kamu selingkuh dariku sebelum kita kemari? Sama orang yang namanya Daniel ini— makanya kamu nyebut nama dia saat aku cium kamu?” Entah mengapa, Elrissa begitu takut melihat ekspresi wajah yang berubah drastis itu. Dari yang tadinya sangat lembut, menjadi monster.Tapi, dia
Alano datang kembali ke dalam kamar tidur dengan membawa laptop. Dia duduk di tepian ranjang, tepat di sebelah Elrissa yang duduk bersandar pada tumpukan bantal.Pria itu memperlihatkan satu folder berisi file foto serta video tentang dirinya dan Elrissa. Ada ribuan foto yang diambil sejak mereka berpacaran.Semua foto yang terlihat tampak romantis, Elrissa tahu itu wajahnya, tapi seperti itu bukan dia. Kebanyakan spot foto diambil dari tempat mewah. Sebagai wanita kelas menengah, dia merasa ini bagaikan halusinasi.Dia menikahi seorang pria kaya raya, berkencan di tempat mewah, lalu menikah?Iya, ini terdengar seperti mimpi."Kita berkenalan sekitar setengah tahunan, lalu sejak empat bulanan yang lalu, kita pacaran, terus aku langsung lamar kamu,“ kata Alano membuka obrolan."Aku langsung nerima kamu?”"Iya. Kenapa?“"Nggak gitu, apa nggak terlalu cepat pacaran terus nikah?”"Kamu ini aneh banget, buka
Selama beberapa jam berlalu, Elrissa masih sibuk dengan foto-foto yang ada di dalam laptop Alano. Dia berusaha mengingat tentang kejadian beberapa bulan belakangan— tapi belum ada sekeping ingatan yang melintas di kepala. Kenapa semua foto ini terasa asing?Aneh.Sementara itu, Alano sudah keluar dari kamar untuk membuat teh hangat. Sejam kemarin, dia rutin membuatkan teh herbal untuk Elrissa."Sayang, aku buatin teh," ucapnya ketika masuk lagi ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh herbal buatannya. Dia lantas menyuguhkan itu ke Elrissa. "Ini minum dulu, ya?"Elrissa menerima cangkir tersebut, kemudian diminum. Sensasi hangat dari herbal perlahan memenuhi tubuhnya.Alano tersenyum tipis. Dia seperti sangat puas melihat Elrissa meminumnya. "Udah?""Iya." Elrissa memberikan kembali cangkir yang masih tersisa sedikit teh tersebut. "Di luar hujan, ya?""Iya, tapi nggak deras, kok." Alano menaruh cangkir di atas meja nakas, kemudian dia mengambil laptop dari atas pangkuan Elrissa. "U
Alano mendaratkan ciuman di bibir Elrissa dengan penuh gairah. Dia memeluknya erat-erat, membuat wanita itu meleleh dalam pelukannya.Ciuman itu semakin bergairah dan intens, dan mereka terus berciuman satu sama lain seperti orang gila. Saat ciuman akhirnya berhenti, Alano menarik Elrissa lebih dekat ke dirinya, lalu membenamkan wajah di leher wanita itu.Alano mengusap-usap rambut Elrissa dengan jari-jarinya, membuat ia merasa dicintai, didambakan dan dilindungi. Tangannya menjelajahi seluruh tubuh wanita itu, menyentuh setiap inci kulitnya yang halus nan sempurna.Bibirnya yang keras nan dingin mampu membuat Elrissa melayang. Dia tak bisa memikirkan apapun, kecuali terbawa suasana. Perlakuan lembut Alano— sukses membuatnya terlena.Tubuh wanita itu tak berdaya, seolah-olah sudah takluk di tangan Alano, si pria misterius yang mengaku sang suami.Pria itu kini memeluknya lebih erat, masih membenamkan kepala ke lehernya. Dia berbisik di telinganya, "aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku