Share

02. Gegar Otak?

Alano menyentuh kening Elrissa, memastikan apakah wanita itu baik-baik saja. Setiap sentuhan yang dilakukan oleh jemari tangannya begitu lembut.

Dia bertanya, "kamu beneran hilang ingatan? Kamu serius nggak ingat aku? Tapi, nggak ada yang sakit 'kan? Mana yang kebentur? Mungkin kepala kamu?"

Perhatian pria misterius ini membuat Elrissa tertegun sesaat. Dia meneguk ludah, lalu menjawab dengan sedikit tersendat-sendat, "eh, nggak, nggak sih, ta-tapi hidung sama dada sakit."

"Yaudah kita balik ke villa dulu aja, terus kamu ganti baju, kamu basah semua ini, nanti kamu sakit."

"Villa? bukannya ini hutan? Mana ada Villa? Lagian, kenapa aku ada di hutan?"

"Kita lagi liburan, ada bangunan Villa dekat sini. Nanti istirahat aja di sana, ya?" rayu Alano dengan suara yang kian lembut, rayuan yang membius.

"Eh ... aku..." Elrissa masih waspada. Dia tidak mungkin pergi begitu saja dengan orang yang tak dikenal. "Tapi ... aku nggak ...“

"Sayang, kamu beneran nakutin aku, loh. Kamu nggak percaya sama aku? Kamu waspada sama aku? Aku Alano, aku beneran suami kamu."

Tak ada jawaban.

Alano menuding jari manis Elrissa. "Itu lihat jari kamu— itu cincin pernikahan kita." Usai berkata demikian, dia juga memperlihatkan miliknya. "Kita sudah nikah, sebulan yang lalu."

Elrissa melihat cincin di jari manisnya, lalu memandangi Alano kembali. "Sebulan?”

"Iya."

“Aku—”

"Masa iya aku ini orang random yang mendadak ada di sini sama kamu? Cuma kita doang ada di sini."

Perkataannya memang masuk akal. Elrissa berusaha menenangkan diri.

Ekspresi wajah Alano makin cemas. Dia terus merayu, "kamu beneran terbentur kayaknya, jadi kamu mungkin gegar otak ringan. Udah kita balik ke villa, kamu istirahat, jangan banyak mikir."

Tak ada jawaban.

"Rissa?"

Masih tak ada jawaban.

Alano resah dengan tingkah Elrissa yang terlalu waspada. Otot pelipisnya agak tegang— terlihat seperti kesal. Tetapi, dia terus merayu, "aku nggak bawa apa-apa jadi nggak bisa nunjukkin buku nikah kita. Tapi, aku nggak bohong, aku emang suami kamu, bukan orang jahat random yang tiba-tiba muncul di depan kamu. Aku sedih ngeliat kamu hilang ingatan begini, tapi yang penting kamu selamat."

Tetap tak ada jawaban.

"Lagian emangnya kamu mau diam aja di sini? Sendirian? Ini udah sore, bentar lagi malam loh, Sayang. Tolong percaya sama aku, kita balik ke Villa dulu, oke?“

Elrissa mengangguk. Tubuhnya mengggil kedinginan, dada masih sakit, kepala pun mulai terasa berat. Tak ada pilihan lain selain menerima tawaran pria asing yang mengaku suami ini.

“Kamu pasti syok, jadi aku gendong aja.” Tanpa menunggu jawaban, Alano tiba-tiba menggendong tubuh wanita itu dengan gaya ala pengantin baru.

Napas Elrissa tertahan, agak panik sekaligus malu. "A-Apa?! Ngapain kamu gendong aku segala? Nggak usah, aku masih bisa jalan."

"Nggak, kamu pasti masih lemas, udah jangan banyak protes. Kamu itu habis tenggelam."

Tak ada jawaban.

"Aku nggak ngira bakalan begini. Kalau aja aku ngawasin kamu, kamu nggak tenggelam begini. Aku bisa gila kalau kamu kenapa-napa. Maafin aku, Sayang."

Senyuman itu, perkataan lembut itu, semuanya terasa bak obat bius. Elrissa kian terbuai. Iya, terlebih saat Alano berulang kali memanggilnya 'Sayang'.

Untuk mengurangi perasaan malu, dia berpaling wajah ke depan, kemudian bertanya hal lain, "Mmm, ini kita beneran mau ke Villa? beneran ada villa di sini? Ini pulau mana, sih?"

"Pulau kecil, masih sekitaran Bali. Ada Villa di sini, lumayan gede ... villa pribadi kita, sejenis villa hideout, konsepnya emang di tengah hutan kayak gini. Tapi, nggak usah khawatir, ini pulaunya udah aman kok, nggak ada binatang buasnya."

"Villa pribadi?"

"Iya, villa kita. Ini hadiahku untuk pernikahan kita."

Elrissa terdiam mengamati sosok Alano. Aura pria itu sangat bagus, kuat, dan dominan. Sudah jelas kalau ia bukan orang sembarangan. Selain itu, kalau dia sampai memiliki Villa pribadi, apa ini artinya dia kaya raya?

Aroma campuran keringat, debu dan air laut tercium dari tubuh pria ini. Sebagai wanita tulen, Elrissa tentu tergoda. Namun, dia sungguh tak merasa dekat dengan aromanya.

Dia tidak mengerti kenapa tak mengingat apapun tentang sang suami, sementara ingatan tentang diri sendiri dan teman-temannnya masih aman.

Menikah sebulan yang lalu? Berapa lama mereka saling kenal sebelum menikah? Beberapa bulan? Apa ini berarti ingatannya hilang beberapa bulan ke belakang?

Bagaimana dia dan Alano bertemu? Kapan mereka berkencan? Bagaimana kehidupan pacaran mereka? Apa mereka benar-benar pasangan?

Kepala wanita itu seakan ingin pecah. Dia tak tahu ini tanggal berapa, hari apa, atau apa yang dilakukan kemarin.

Gegar otak?

Untuk sementara, penjelasan Alano sangat masuk akal. Mungkin kepalanya terbentur sesuatu saat tenggelam tadi.

"Sayang, kamu kenapa? Kok kayaknya diam banget? Kepala kamu sakit? Udah jangan mikir apa-apa dulu, nanti pasti ingat lagi, kok." Perkataan Alano membuyarkan pemikiran Elrissa.

Meski firasatnya tak enak, tapi Elrissa tidak mau berpikiran buruk dulu. Dia hanya ingin istirahat.

"Nggak apa-apa," sahutnya lirih.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status