Share

bab 9

Sarapan sudah datang, Liam juga sudah selesai mandi dan sudah berpakaian lengkap, saat ini putra raga itu sedang berbaring santai di ranjangnya sambil melihat tayangan kartun yang ada di televisi hotel.

Liam tidak mau sarapan sendiri, padahal makanan sudah datang sejak 15menit yang lalu, sekarang ia sedang menunggu maminya yang sedang mengambil pakaian ganti ayahnya yang berada di mobil.

Tadi setelah Liam selesai mandi Raga berteriak memanggil Raya untuk mengambil pakaian ganti yang ada di bagasi mobil, Raya tidak tahu jika Raga membawa baju ganti makanya semalam ia hanya membawa baju ganti milik Liam saja.

Menunggu 10 menit akhirnya pintu terbuka menampakkan mami nya yang sedang membawa paper bag yang pasti berisi pakaian ayahnya.

"Kok belum sarapan sih nak, udah mami siapin lho itu di piring, keburu dingin nanti!" Liam hanya bergumam tak jelas matanya masih fokus pada televisi.

"Kak ini bajunya aku taruh meja kamar mandi cepetan di ambil!"

Bukannya tak mau mengantarkan sampai dalam, tapikan itu tak boleh dan mereka sudah bukan mahram lagi begitulah pikiran Raya.

"Ayo sini cepetan makan, udah dingin ini nasinya lauknya udak mami campur sekalian ini, nggak enak kalo nggak langsung di makan!"

'Bentar mam, tunggu ayah dulu!"

Liam tetap tak beranjak dari tempatnya, hal itu membuat Raya sedikit geram dengan tingkah putranya.

"Mami marah ya kalo Liam nggak nurut gini! tadi yang minta di siapin makan duluan siapa?"

kreek

Raga keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian yang di bawa Raya tadi, mendengar nada bicara Raya yang sedikit tinggi membuatnya berpikir pasti anaknya telah membuat kesal maminya.

"Kenapa lagi?"

"Anak kamu, tadi minta makan duluan udah aku siapin juga, sekarang makanannya malah di anggurin nggak dimakan, udah aku campur sekalian sama lauknya lagi, kan nggak kalo udah dingin gini kak!"

"Udah biar aku aja yang makan, Liam sini sarapan dulu nak!"

"Kakak jangan belain ya, makin seenaknya itu anak kamu, Liam sini kamu! kamu jangan bikin mami marah pagi-pagi di tempat orang ya!"

Raya bangkit berniat meng hampiri Liam namun baru dua langkah Liam sudah berlari dan duduk lesehan di samping ayahnya. Raya tak habis pikir dengan kelakuan ayah dan anak ini sepagian ini sudah membuatnya sedikit naik darah.

"Liam kamu ambil sendiri siapin sendiri yang mau kamu makan, ingat harus di habiskan, belajar komitmen sama diri sendiri!"

Liam dengan tampang cemberut mengambil piring dan memulai menyiapkan makan untuk dirinya sendiri.

Raya tersenyum mendengar ucapan Raga, Liam memang anak satu-satunya mereka tapi selalu memaklumi sikap yang membuat orang lain jengkel sama saja membuat Liam menjadi anak yang semaunya dan Raya tak ingin itu terjadi.

Raga pun bisa saja membela Liam mengingat hal ini bukan masalah besar tapi melihat raut mantan istrinya yang terlihat sudah menahan amarah sejak tadi membuat nyalinya ciut, takut Raya juga kesal padanya dan pula ia tak ingin merusak suasana sarapan mereka pagi ini.

"Sambelnya pedes nggak yah?"

"Ya pedes dong, namanya juga sambel, kenapa kamu mau coba?"

" Pengen sih tapi nggak jadi deh, takut!"

"Ya kalo nggak di coba gimana bisa nggak takut lagi, nih cobain punya mami sambelnya dikit nasi sama sosisnya yang banyak!"

Raya menyodorkan sendoknya pada Liam, awalnya Liam ragu-ragu tapi melihat kedua orang tuanya yang terlihat meyakinkan akhirnya ia membuka mulutnya dan menerima suapan Raya.

"Gimana pedes nggak?" Raga bertanya pada Liam

"Enggak tapi ada pedesnya dikit!"

"Nih ayah ambilin sambalnya dikit kamu atur sendiri makannya gimana!" Raga menyedokan seujung sambal di sendoknya lalu meletakkan di piring Liam.

"Jangan banyak-banyak ambilnya, samain kayak punya mami tadi aja !"

Liam mencoba sendiri seperti yang maminya berikan tadi, tapi karna tak bisa mengatur porsi akhirnya ia kepedasan.

"Huh ...pedes!! minum!"

Raga segera memberikan segelas air pada putranya sambil tersenyum melihat tingkat Liam, sudah sebesar ini tapi tak mampu makan pedas.

Kembali asyik menikmati sarapan setelah drama kepedasan Liam membuat mereka terkejut mendengar ponsel milik Raga yang sedang di charger berbunyi, ada panggilan telepon masuk.

Raga bangkit dan langsung mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat nama kontak pemanggilnya.

"Ya halo!''

"Iya lagi ada kepentingan sedikit sama keluarga,kenapa ya bu?"

"Tapi bukannya sudah di wakilkan sama bapak saya kan?"

"Foto apa? oh iya itu memang saya yang kirim"

Mendengar kata foto membuat Raya menegang, ia takut ketahuan Raga jika ia yang mengirim gambar pada nenek lampir itu, Raya menebak pasto yang menelpon Raga si nenek lampir.

" Maaf bu mengenai gambar tadi saya rasa satu hal yang tidak perlu di sangkut pautkan dengan pekerjaan, lagipula pesan dari anda juga bukan yang menyangkut pekerjaan saya, saya minta maaf jika anda sakit hati atau tersinggung dengan pesan tadi, tapi lain kali jika anda merasa mudah tersinggung lebih baik jauhi hal-hal yang menyebabkan kesehatan hati anda terganggu sebelum terlambat!"

"Kita dari divisi yang berbeda bu! jikapun bisa kita berduskusi atau membahas tentang pekerjaan tapi topik yang di bahas akan sangat melenceng dari pekerjaan kita sehari-hari, lagipula di banding saya anda dapat meminta masukan dari atasan anda langsung!"

"Udah deh bu urusan saya sama keluarga saya itu bukan urusan bu Gendis, jadi saya mohon berhenti mencampuri urusan pribadi masing-masing!"

Raga meninggikan suaranya karna merasa jengah dengan si penelpon yang tak kunjung mengakhiri obrolannya.

"Apa anda tahu jika telpon anda sekarang menganggu aktivitas sarapan keluarga saya dan saya amat merasa obrolan kita sekarang sangat tidak penting ini!" Raga mematikan telponnya lalu menghapiri Raya dan Liam.

"Ayah telponan sama siapa?"

"Temen kerja ayah sama mami" bukan Raga yang menjawab tapi Raya yang menjawab pertanyaan Liam.

"Tambah lagi nasinya!" Raga menyerahkan piringnya pada Raya.

"wah ayah nambah lagi makannya, pasti ayah lapar lagi ya soalnya habis marah-marah, makanya Liam nggak pernah marah dan ngambek sama mami kalo pas Liam di marahin soalnya Liam nggak mau cepat lapar, kalo kebanyakan makan kan nanti Liam nggak bisa di posisi striker dong pas main bola!"

"Liam jangan ngomong terus, biarin ayah makan dulu!"

Raga menatap Raya dengan pandangan curiga, namun ia merasa tak berhak marah atau menghakimi Raya. Ia yang lebih kenal Raya dibanding orang lain, tak mungkin Raya melakukan itu jika tak ada yang memancing masalah lebih dulu. terlebih ia tahu jika bu Gendis tak pernah suka dengan Raya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status