Share

Redefine
Redefine
Penulis: Agnes Wiranda

Prolog

"Tak ada yang mengira, di sudut jalan itu, sesimpul senyummu mengubah duniaku dalam sekejap dan mungkin selamanya."

                                                                    ***

     Semburat jingga khas senja menelusup melalui celah-celah gorden yang terbuka. Rolland menatap refleksi yang terpantul di kaca jendela, dengan latar lengangnya kota Bandar Seri Begawan. Rambut hitam yang acak-acakan−senada dengan lingkaran hitam samar di bawah matanya, menandakan selama beberapa hari ini ia sulit tidur. Ia sendirian. Begitu sekarat, dan tak berguna.

"Kamu baik-baik aja, Lan?" 

Suara serak cewek kembali terdengar di speaker ponselnya, membuat Rolland berpikir kalau mungkin saja hati cewek itu juga sama hancur seperti miliknya sekarang. Atau bahkan, lebih parah dari rasa sakit yang ia alami sekarang.

"Kamu tahu," kata Rolland, berusaha menstabilkan emosinya. Ia menghirup oksigen dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Tuhan bisa aja bikin aku enggak bangun lagi besok pagi."

"Sesuai harapan kamu saat kita bertengkar?"

"Gimana kalau itu bener?" sungut Rolland, rahangnya mengeras. "Gimana kalau aku pergi sebelum aku sempat liat kamu untuk yang terakhir kalinya?"

"Kamu nggak akan pergi kemana-mana, Rolland," ujar cewek itu. "Nggak buat sekarang."

"Then stay!" kata Rolland setengah berteriak dan menggenggam erat ponselnya. Mungkin sedikit saja ia menambah kekuatan, ponsel itu akan remuk dalam genggamannya.

"Apa kamu segitu bencinya sama aku, sampai-sampai kamu ninggalin aku disaat aku butuhin kamu?"

"People do care, Rolland. Just not the specific ones you want." 

Ucapan cewek itu barusan semakin membuat Rolland tertohok. Namun, ia masih tak ingin memercayai apa pun yang ada di pikirannya sekarang.

"Are you saying that you don't care about me anymore?" Rolland menunggu sepersekian detik dalam hening yang canggung hanya untuk mendengar cewek itu tertawa. Bukan jenis tawa ceria yang biasa ia dengar, melainkan suara tawa yang terdengar begitu putus asa.

"Apa aku masih jadi seseorang yang penting buat kamu?" terdengar cewek itu menghela napas panjang, "Lalu, gimana sama cewek itu?"

"She's just a friend!" bentak Rolland. Ia sudah tidak bisa membendung emosinya, suaranya gemetar menahan isak. "You're the only one who matters." Rolland kembali menanti jawaban, tapi cewek itu tidak menyahut lagi.

"Please ... stay with me." Rolland meremas rambutnya dengan kasar seiring dengan jatuhnya bulir-bulir kepedihan. "Just ... don't go."

"Sorry, Lan. Tapi mungkin, sejak awal kita memang nggak ditakdirkan untuk bersama."

Selanjutnya, yang terdengar hanya bunyi tutt yang panjang. Menandakan kalau cewek di ujung udara telah memutuskan sambungan teleponnya. Rolland mengusap air mata yang membasahi pipi dengan kasar, meski akhirnya basah lagi karena air matanya tak kunjung berhenti mengalir.

"Kisah kita belum berakhir, Metta."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status