Share

Citra

Author: Zen_
last update Last Updated: 2025-10-19 18:57:03

“Kau… bisa menggunakan sihir?” tanya Ayah Bima dengan mata masih belum percaya.

Angkara hanya tersenyum kecil, ekspresinya tenang seolah hal itu bukan sesuatu yang istimewa. Ia melambaikan tangannya santai. “Ya... Bisa dibilang mirip seperti itu,” ujarnya ringan. “Anggap saja ini hadiah kecil karena kau telah menjamuku dengan baik malam ini.”

Ia lalu melirik ke arah bocah di sebelahnya. “Hey, Bima. Kemari, ada sesuatu yang ingin kulihat bersamamu.”

Tanpa pikir panjang, Bima langsung menoleh ke orang tuanya dan melambaikan tangan. Senyum semangatnya kembali muncul setelah suasana menegangkan yang barusan mereka lalui. “Aku keluar sebentar ya, Bu, Yah!” serunya sebelum berlari mengikuti Angkara.

Begitu keduanya melangkah keluar dari rumah roti itu, udara malam segera menyambut. Langit dunia bawah tampak muram, bukan hitam seperti langit malam di dunia atas, melainkan abu-abu pekat seperti lapisan asap tebal yang menyelimuti seluruh kota. Cahaya lampu-lampu jalan yang redup hanya menamba
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Keputusan Nekat

    “Dia berani menghadapi raksasa itu? Hah, orang ini benar-benar nekat.” Angkara menghela napas tipis, menghentikan niatnya turun tangan. Ia memilih tetap menghilang di sela keruwetan itu, lebih senang menyaksikan aksi Citra dari jarak aman daripada mencampuri langsung.Raksasa itu segera mengumpulkan tenaga. Kepalan tangannya membesar, dipenuhi aura pekat, ketika ia melepaskan pukulan, gelombang hantaman menyapu udara, membuat debu beterbangan dan lantai bergetar. Namun, Citra di hadapannya tak menunjukkan rasa gentar. Ia meluncur mengelak dengan mudah, lalu melompat gesit menapaki lengan raksasa sebagai pijakan. Dalam sekejap, tinjunya melayangkan pukulan tepat ke dagu raksasa itu.Deng! Kepala raksasa mendongak, darah memercik dari mulutnya. Citra tidak memberi kesempatan pulih, ia menendang dengan keras ke kepala lawan hingga sosok besar itu terjungkal. Para petugas kota yang berada di sekitar menyaksikan kejadian itu dengan mata terbelalak, senjata pamungkas mereka, yang selama i

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Pertempuran

    “Ho… Sepertinya kenanganmu dengan murid lama masih menyimpan luka, ya?” gumam sang nenek pelan, nada suaranya datar seolah menganggap itu bukan hal besar. Ia menarik napas, matanya menatap jauh ke arah Angkara. “Sudah lama aku ingin mengucapkan terima kasih langsung kepadamu. Beratus tahun aku menunggu kesempatan ini, meski kini engkau tidak lagi mengenakan wujud aslimu, dan aku telah menjadi tua…” Ucapan itu disertai sebuah kilau sendu di kelopak matanya; tanpa diduga, satu butir air mata menetes pelan.“Terima kasih…” bisiknya, suaranya nyaris hanyut oleh gema jeruji. Perlahan matanya terpejam. Dari dalam sel, tubuh tua itu memancarkan cahaya kebiruan yang lembut. Sesuatu yang tak kasatmata, bentuk roh, atau bayang jiwa, mengalir keluar dari tubuh nenek dan melayang, melambai-lambai menuju Angkara seperti memberi salam perpisahan.Angkara berdiri terpaku. Adegan itu begitu tiba-tiba, ingatannya yang menyelamatkan bocah perempuan di masa lampau nyaris padam dari benaknya. Meski demi

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Pemberontak

    Franz menatap Citra dengan dahi berkerut, nada suaranya terdengar tegang. “Mengapa mereka bisa terbantai? Bukankah bangsawan itu adalah sekutu utama kita?”Citra menghela napas, bahunya terangkat lesu. “Aku juga belum tahu pasti. Setelah kesepakatan kita dengan pihak bangsawan itu, di mana mereka berjanji mengirim bantuan pasukan dan kita menukar dengan satu penduduk dunia bawah, tiba-tiba saja seluruh keluarganya dibantai oleh seseorang yang disebut praktisi teknik iblis.”Franz terdiam sejenak, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. “Praktisi teknik iblis? Apa itu sebenarnya?” Ia bangkit dari kursinya, menarik beberapa lembar dokumen berdebu dari meja, mencari sesuatu yang mungkin berkaitan dengan istilah itu.Citra menjawab tenang namun jelas, “Di benua timur, para praktisi iblis dikenal sebagai musuh alami para praktisi murni. Mereka tidak mengikuti jalur spiritual yang bersih, melainkan memanfaatkan darah, jiwa, dan penderitaan makhluk hidup untuk memperkuat kekuatan mereka. Dun

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Kelompok Dunia Bawah

    Dua orang petugas itu dengan cepat menarik tongkat sihir mereka dari balik jubah, mengarahkan ujungnya ke arah wanita berambut putih yang berdiri di depan mereka. Dalam sekejap, udara di sekitar tongkat bergetar, dan lingkaran rune bercahaya muncul di tanah. Dari dalam simbol itu, muncul tali-tali menyerupai akar hidup yang menjalar cepat, melilit tubuh wanita tersebut hingga tak dapat bergerak.Citra, wanita berambut putih itu tidak melawan sedikit pun. Ia hanya memandang dingin, membiarkan tubuhnya terikat oleh sihir akar itu.“Akhirnya tertangkap juga, dasar jalang!” seru salah satu petugas dengan nada menghina.Sementara itu, rekan di sebelahnya melangkah mendekat dengan senyum menyeringai. Tatapannya penuh hawa busuk, tangannya bahkan berani mengusik tubuh Citra tanpa rasa malu. “Sayang sekali,” ucapnya rendah, “wanita secantik ini malah menjadi pengkhianat dan pemberontak.”Dari atas atap bangunan yang gelap, Angkara memperhatikan dengan seksama. Tubuhnya tersembunyi di balik k

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Citra

    “Kau… bisa menggunakan sihir?” tanya Ayah Bima dengan mata masih belum percaya.Angkara hanya tersenyum kecil, ekspresinya tenang seolah hal itu bukan sesuatu yang istimewa. Ia melambaikan tangannya santai. “Ya... Bisa dibilang mirip seperti itu,” ujarnya ringan. “Anggap saja ini hadiah kecil karena kau telah menjamuku dengan baik malam ini.”Ia lalu melirik ke arah bocah di sebelahnya. “Hey, Bima. Kemari, ada sesuatu yang ingin kulihat bersamamu.”Tanpa pikir panjang, Bima langsung menoleh ke orang tuanya dan melambaikan tangan. Senyum semangatnya kembali muncul setelah suasana menegangkan yang barusan mereka lalui. “Aku keluar sebentar ya, Bu, Yah!” serunya sebelum berlari mengikuti Angkara.Begitu keduanya melangkah keluar dari rumah roti itu, udara malam segera menyambut. Langit dunia bawah tampak muram, bukan hitam seperti langit malam di dunia atas, melainkan abu-abu pekat seperti lapisan asap tebal yang menyelimuti seluruh kota. Cahaya lampu-lampu jalan yang redup hanya menamba

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Kekacauan Kecil

    Tiga sosok berjubah hitam berdiri di ambang pintu toko yang telah porak-poranda. Dua di antaranya memegang tongkat berukir tua, tampak seperti dibuat dari kayu purba yang menyimpan energi aneh. Tatapan mereka dingin, penuh kesombongan seorang penguasa kecil yang merasa berhak menentukan hidup dan mati orang lain.Ayah Bima menyingkirkan pintu yang menimpa tubuhnya, lalu bergegas mengambil sesuatu dari bawah lemari. Dengan tangan gemetar ia mengangkat sebuah kotak kayu kecil dan menyerahkannya kepada salah satu dari mereka. “Ini pajak yang harus kami bayarkan,” ujarnya pelan, mencoba menahan getar di suaranya.Salah satu petugas kota menerima kotak itu dengan tatapan penuh curiga. Ia membuka penutupnya, melihat isi di dalamnya, lalu tertawa sinis. “Apa? Hanya segini?! Kau pikir ini cukup untuk membayar pajak kota suci?” serunya, nadanya meninggi hingga membuat udara di toko terasa menegang. Tanpa pikir panjang, ia melemparkan kotak itu ke wajah Ayah Bima hingga pria paruh baya itu t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status