Home / Romansa / Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin / Menjadi selingkuhan mantan suami

Share

Menjadi selingkuhan mantan suami

Author: Liya Mardina
last update Last Updated: 2024-02-27 20:47:11

Setelah mengetik seluruh biodata lengkap milik sang Atasan, terbesit pikiran jahat yang mulai menguasai kepala Lara. "Bagaimana jika seluruh dunia tahu kebusukanmu selama ini, Mas? Aku sungguh penasaran, bagaimana reaksi orang-orang di sekitarmu," gumam Lara menyeringai.

Dengan tangan gemetaran menahan gejolak amarah yang menyesakkan dada, Lara kembali melanjutkan tulisannya. Namun alih-alih menulis tanya jawab yang terekam selama sesi wawancara, Lara justru menyelipkan kebusukan sang suami dalam artikel tersebut.

Setelah menjadikan tulisannya sebagai file dokumen , Lara gegas menghubungi nomor ponsel Prasetya.

"Halo," sapa suara berat dari seberang telepon.

"Selamat malam, Pak Prasetya. Saya Lea Faranisa, Sekretaris Pak Abian Mahendra. Saya sudah selesaikan tulisan saya, apakah saya bisa langsung kirimkan filenya sekarang? Barangkali Anda ingin mengeceknya terlebih dahulu sebelum diterbitkan."

"Ah, iya-iya, bisa kirimkan langsung ke nomor ini. Tidak perlu pengecekan lagi. Sekelas Sekretaris Nirvana Wastu Pratama, kinerjanya tentu tak dapat diragukan."

'Bagus. Sesuai harapanku' batin Lara menyeringai tipis.

"Anda terlalu menyanjung. Kalau begitu saya akan kirim filenya sekarang." Lara tersenyum puas.

"Tu-tunggu! Jangan tutup teleponnya dulu. Bagaimana dengan rencana makan kita? Sudah kamu pertimbangkan?"

Lara diam sejenak guna berpikir. "Cafe Hallyu, besok sepulang kerja," pungkas Lara sebelum memutus sambungan telepon. Biarlah terkesan tidak sopan. Prasetya adalah seorang bajingan yang tak pantas mendapatkan sopan santun darinya.

Terlalu lelah bekerja hingga larut malam membuat Lara tanpa sadar terhanyut ke dalam alam mimpi.

Hingga pada keesokan harinya.

Byur!

"Akh! Hujan! Hujan! Atapnya bocor!" Lara gelagapan tatkala sebotol air mengguyur wajahnya.

Lara terkesiap, mendapati Abian yang tengah berdiri di hadapannya. Wajah garangnya menatap tajam tanpa berkedip. Berdiri tegak dengan satu tangan bersarang di saku celana, sedangkan tangan lainnya memegangi botol kosong.

"Jangan tidur di jam kerja!" terangnya tanpa merasa bersalah. Melengos pergi dan kembali duduk di kursi kerjanya.

Wajah datar tanpa ekspresi kembali Lara dapati dari atasannya itu. Sungguh suguhan pagi yang menjengkelkan.

'Aku menyelesaikan tulisanku sampai jam sebelas malam! Bahkan aku tak ingat pulang. Dasar Psikopat!' umpat Lara dalam hati.

Di tengah-tengah kedongkolannya, Lara gegas pergi ke kamar mandi guna mencuci wajah. Tak ia hiraukan tatapan penuh tanya dari beberapa karyawan yang dilewatinya.

Lara menyalakan keran air pada wastafel dan mengguyur wajahnya dengan air dingin beberapa kali.

Namun sinar yang sekilas muncul di leher, yang terlihat dari pantulan bayangannya di cermin, membuat Lara terdiam mematung.

"Apa hanya perasaanku saja? Sepertinya liontin bunga ini tadi bersinar," gumam Lara lirih seraya memperhatikan liontin bunga berkelopak merah jambu yang menggantung di lehernya dari pantulan cermin.

"Sepertinya memang hanya perasaanku saja," pungkas Lara tatkala tak mendapati kembali sinar terang pada kalungnya. Lantas wanita itu kembali ke ruang kerjanya.

"Mama mencarimu semalam. Bilang padanya jika kamu pulang ke rumah karena rindu orang tuamu. Aku tidak ingin kena marah karena menyuruhmu lembur," ujar Abian sesaat setelah Lara kembali duduk di kursinya. Namun pria itu tak sedikit pun mengalihkan pandangan matanya dari berkas di tangannya.

"Baik," jawab Lara singkat.

Abian tertegun, dan kembali merasa jangal dengan sikap sang istri yang baru ia nikahi beberapa hari yang lalu.

Lea adalah seorang wanita manja yang tak pernah bekerja. Hidupnya selalu terjamin dengan kemewahan sejak kecil, itulah salah satu alasan wanita itu memiliki sifat perfeksionis dan gila kebersihan. Bahkan ia selalu membantah dan tak jarang berdebat dengan Abian hanya karena hal-hal kecil.

Namun belakangan ini sifatnya sungguh berbanding terbalik. Bahkan wanita itu tak segan mengiyakan perintah yang ia berikan untuknya dengan mudah.

Namun di balik kejanggalan-kejanggalan itu, Abian masih berpegang teguh pada prinsipnya, yakni diam dan tak peduli.

Waktu berlalu begitu cepat. Hingga denting jam telah menunjukkan pukul lima sore.

"Kenapa diam saja di sana? Cepat masuk! Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggumu," sungut Abian dari kemudi mobilnya. Menatap sengit pada Lara yang masih berdiri mematung di trotoar jalan, seolah tengah menunggu seseorang.

"Pak Abian pulang saja duluan. Saya ada janji dengan seseorang."

Abian terdiam sembari mencengkeram erat kemudi mobilnya. 'Seseorang? Kenapa gelagatnya mencurigakan?'

Abian terus memperhatikan kegelisahan dari raut wajah sang istri dari kejauhan.

'Akh! Aku ini kenapa?! Biarkan saja dia membuat janji dengan orang lain, apa urusannya denganku?' geram Abian dalam hati. Lantas pria itu segera memacu mobilnya meninggalkan halaman perusahaan tanpa berpamitan.

Tak berselang lama, sebuah mobil berwarna hitam nampak berhenti di depan Lara.

Perlahan kaca mobil bergerak turun. Seorang pria paruh baya pengemudi taksi itu menyembulkan kepalanya dari celah kaca yang terbuka. "Mbak Lea Faranisa?" tanya pria itu seraya menatap layar ponsel.

"Benar," jawab Lara membenarkan, sebelum beranjak menaiki mobil.

Semenjak kecelakaan yang terjadi hari itu, menaiki motor seakan menjadi trauma tersendiri untuk Lara. Sebab itu ia lebih memilih untuk menaiki taksi online hari ini.

Taksi itu melaju membelah kebisingan kota. Mengantar Lara ke cafe hallyu, tempat di mana dirinya akan kembali bertemu dengan Prasetya sebagai orang lain.

Setelah turun dari dalam mobil, Lara gegas memasuki pintu cafe.

Dari kejauhan nampak seorang pria mengangkat tangan, seolah menunjukkan kehadirannya pada Lara seraya tersenyum lebar.

Gegas Lara berjalan cepat menghampiri.

"Maaf, aku terlambat," ucap Lara menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Prasetya dalam satu meja.

"Tidak, aku juga baru datang, kok. Mau pesan makanan dulu?"

"Boleh."

Prasetya mengangkat satu tangan guna memanggil pelayan cafe.

Tak lama, seorang wanita datang menghampiri meja mereka.

"Mau pesan apa?" Prasetya menunjukkan buku menu pada Lara.

"Terserah, tapi jangan yang pedas. Aku tidak bisa makan pedas."

Prasetya tertegun sejenak.

"Kenapa?" tanya Lara ketika menyadari ekspresi wajah Prasetya yang tak biasa.

"Ah, ti-tidak apa-apa. Kamu hanya mengingatkanku pada seseorang," ucap Prasetya tergagap.

Lara baru sadar, jika tanpa sengaja ia mengatakan hal yang tak bisa ia lakukan di kehidupan sebelumnya. "Bukankah itu hal yang wajar untuk seseorang yang memiliki masalah lambung?" jawabnya berusaha bersikap tenang. Ia tak ingin menunjukkan kepanikan di depan Prasetya.

"I-iya, kalau begitu pesan yang ini saja."

Setelah selesai memesan makanan, pelayan cafe berlalu pergi meninggalkan meja.

"Bagaimana tulisanku? Apakah bagus?" Lara berbasa-basi guna mengetahui perkembangan berita yang ia tulis.

"Malam ini akan diterbitkan. Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu?"

"Silakan."

"Apakah kamu sudah menikah? Atau saat ini sudah memiliki pacar?"

Lara terdiam. Kedua tangannya diam-diam mencengkeram kuat ujung roknya di bawah meja.

"Aku sudah menikah. Tapi hubunganku dengan Suamiku sangat buruk," jawab Lara menyelipkan maksud lain.

"Begitukah? Kenapa kita bernasib sama? Aku pun begitu. Tak ada kata harmonis dalam rumah tangga kami." Prasetya memasang wajah tak berdaya.

"Sayang sekali, kita tak bertemu di waktu yang tepat."

Prasetya tertegun. Kalimat ambigu yang ia dengar membuat degup jantungnya terasa berpacu kencang.

"Apakah kamu juga berpikir begitu? Apakah kamu juga tertarik denganku?" tanya Prasetya dengan antusias tinggi.

Namun Lara hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

Pria yang tengah duduk di hadapan Lara terlihat salah tingkah. Wajahnya terlihat sumringah. Sungguh pemandangan yang menjijikkan untuk Lara.

"Ba-bagaimana jika ... kita menjalin hubungan secara diam-diam? Aku sungguh ingin mengenalmu lebih jauh." Prasetya diam-diam mendekatkan tangannya dan menggenggam erat tangan Lara.

Lara gegas menarik tangannya kasar. Diam-diam mengelap tangannya dengan tisu basah di bawah meja. Kontak fisik ini sungguh menjijikkan.

"Boleh saja, tapi jangan terlalu mencolok. Aku tidak ingin menambah konflik dalam rumah tanggaku sekarang," terang Lara berkilah.

"Oke."

'Kamu menaruh duri dalam rumah tangga kita dulu, Mas. Sekarang akulah duri dalam rumah tanggamu. Aku pastikan, kamu akan hancur bersama orang-orang terkasihmu'

Keesokan harinya.

Kantor Alpha News.

Plak!

Prasetya yang baru datang dan duduk di kursi kerjanya, dikejutkan dengan tumpukan kertas yang menimpa wajahnya kasar dari tangan sang atasan atau ayah mertuanya saat ini.

"Jelaskan! Berita macam apa ini?! Huh?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh hari

    Lara menundukkan kepala, matanya sayu. Sorot sendu itu memantulkan kepedihan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bibirnya bergerak pelan, seolah takut suaranya terdengar oleh siapa pun.“Banyak hal yang ingin aku tanyakan tentang kesempatan hidupku yang sekarang. Tapi aku pun tidak tahu harus bertanya pada siapa. Sungguh malang nasibku,” gumamnya lirih, seakan berbicara hanya kepada bayangannya sendiri.Raut wajahnya mengeras sejenak, lalu melembut ketika ingatannya menyeret kembali sosok seorang kakek yang pernah ia temui di dalam bus. Kenangan itu begitu jelas—kakek itu duduk di bangku belakang, memandang keluar jendela dengan mata yang separuh tertutup, lalu menoleh padanya sambil menutup satu matanya dengan telapak tangan."Jika ingin melihat orang yang bernasib sama sepertimu, lakukan ini," begitu katanya, suaranya serak namun penuh misteri.Lara menarik napas dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang tanpa sebab berdegup cepat. Ia merapatkan duduknya, memperbaiki pos

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh kelopak

    Lara meremas erat selimut yang menutupi kakinya. Amarah di dadanya menggelora, menghanguskan sisa-sisa kesabaran. ‘Aku benar-benar tidak mengerti apa isi otak pria ini. Sebelumnya aku sudah menjelaskan dengan sangat jelas, tapi masih saja menyebut Mas Prasetya sebagai selingkuhanku…’ batinnya penuh kekesalan.Kris, setelah mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya, akhirnya melangkah mendekat. “Nyonya, saya akan pergi mendampingi Pak Abian menghadiri rapat perusahaan. Dokter bilang tubuh Anda masih terlalu lemah. Saya akan menjemput Anda setelah rapat selesai,” ucapnya dengan nada hormat, membungkukkan badan sedikit sebelum berbalik pergi, mengikuti Abian yang sudah lebih dulu menghilang di balik pintu.Lara tidak menjawab. Ia hanya duduk diam, hatinya berkecamuk. Ada kebingungan, ada kemarahan, ada kekecewaan yang bercampur jadi satu. Perubahan sikap Abian yang tiba-tiba kembali dingin padanya menusuk seperti es di tengah musim panas. Ia marah karena Abian begitu tertutup soal masala

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Batas kesabaran

    “Abian!” teriak Lara dengan nada panik. Tubuhnya terlonjak bangun, duduk di atas ranjang rumah sakit dengan napas terengah.‘Mimpi?’ batinnya lega. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan degup jantungnya yang memburu. Tarikan napasnya panjang dan berat, lalu ia embuskan perlahan. Namun, ketika kelopak matanya kembali terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang hanya menatapnya datar — pria yang baru saja ia panggil dalam mimpi itu.Lara mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seorang pria berjas putih berdiri di dekat ranjangnya, menatapnya dengan raut heran. Di sisi lain, Kris — dengan perban membalut kepalanya — memandangnya penuh kepanikan.Tiba-tiba, rasa nyeri menusuk hebat di kepalanya. “Akh…” keluhnya lirih. Tangannya terangkat memegangi kepala yang telah dililit perban. Tubuhnya goyah, membuat seorang perawat segera membantunya kembali berbaring.Kris, yang melihat istri atasannya sudah sadar, tergesa mendekat. “Nyonya, syukurlah Anda sudah sadar. Pak Abi

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Ingatan masa lalu

    Sejak beberapa kali ketahuan mengirimkan makanan saat jam makan siang untuk Lara, gosip pun mulai beredar di seluruh sudut kantor. Hampir semua karyawan menyimpulkan bahwa Kris menaruh hati pada Lara. Desas-desus itu terus beredar, dibumbui tawa kecil dan lirikan jahil setiap kali keduanya terlihat bersama.Lara, pada awalnya, tidak begitu peduli. Menjadi bahan ejekan rekan-rekan kantor bukanlah hal baru baginya. Namun, kali ini berbeda. Kris—pria yang sebenarnya hanya berniat baik kepadanya—ikut terseret dalam pusaran gosip itu. Membayangkan nama baik Kris tercoreng oleh candaan rekan kerja, membuat Lara sedikit khawatir.Sejak kabar miring itu merebak, Lara mulai menghindar. Setiap kali Kris datang dengan sebungkus makanan, ia selalu punya alasan untuk menolak: entah mengaku sudah makan, pura-pura sibuk, atau bahkan sengaja tidak berada di tempat.Lara menarik napas lega. 'Ternyata begitu? Aku hampir mengira gosip-gosip di perusahaan itu benar' Namun, pikirannya belum tenang sepenuh

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Kebingungan Lara

    Kris menatapnya lekat-lekat, lalu mengangguk singkat. “Ah, begitu rupanya. Apa Pak Abian tahu tentang ini?”Sejenak Lara terdiam, menghela napas sebelum menggeleng. “Tidak. Dia belum kembali,” jawabnya, sekali lagi memutar kebenaran.“Pasti masih mengantre di sana…” gumam Kris, nyaris tidak terdengar.“Apa?” Lara mengerutkan kening.Kris tersenyum canggung. “Em… anu. Tadi, pulang dari restoran setelah bertemu klien luar negeri, Pak Abian mampir ingin membeli sate dan iga bakar di warung Pak Slamet.”Wajah Lara tetap datar, membuat Kris mengira ia tidak mengenal tempat itu. “Anda tahu? Yang di samping pom bensin itu, loh. Antriannya mengalahkan kendaraan yang mengantre bensin bersubsidi,” guraunya sambil terkekeh. Namun tawanya meredup ketika Lara hanya diam, tak menanggapi.“Kalau begitu, biar saya antar Anda ke rumah sakit. Ayo!” Kris melangkah cepat, namun baru beberapa langkah, ia menoleh dan mendapati Lara masih berdiri diam di tempat.“Nyonya, ada apa? Kepala Anda pusing? Sakit s

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Hamburger untuk hadiah ulang tahun

    Lara menunduk, jemarinya yang gemetar menggenggam telapak tangan yang berlumuran darah. Kulitnya perih, tertusuk pecahan kaca yang masih menempel tipis di sana. Namun rasa nyeri itu terasa begitu kecil dibandingkan dengan perih yang kini menghantam hatinya.Rasa sakit pada pelipisnya yang juga berdarah hanyalah luka luar—yang bisa sembuh dengan waktu. Luka di hatinya jauh lebih dalam, mengendap bersama rasa kecewa yang membakar. Ia menggigit bibir, berusaha menahan gejolak emosi yang meluap. Namun tetap saja, air matanya jatuh, mengalir pelan, membasahi pipinya.Bukan hanya sakit hati, ada juga rasa penasaran yang mencengkeram pikirannya. Mengapa foto itu begitu berarti bagi Abian? Mengapa ia menjaganya sedemikian rupa, bahkan rela melukai dirinya sendiri untuk melindunginya? Pertanyaan itu berputar di kepalanya, namun jawaban tetap terkunci rapat di balik sikap dingin sang suami.Tanpa sepatah kata pun, Lara melangkah pergi. Tumitnya menapak lantai dengan bunyi yang tegas, namun lang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status