Share

Meminta penjelasan

Author: Liya Mardina
last update Last Updated: 2024-03-01 08:22:09

Suasana huruk pikuk di dalam kantor seketika hening. Seluruh pasang mata nampak mengamati ke arah satu titik.

Prasetya menatap wajah sengit sang atasan dengan kertas yang bercecer di bawah tubuhnya secara bergantian. Tanda tanya besar seketika terlintas dalam benak pria itu.

Perlahan, Prasetya ambil beberapa lembar kertas dan mulai membacanya dengan seksama.

Betapa terkejutnya ia, mendapati tulisan yang menunjukkan kebusukannya dan sang istri. "A-apa ini?"

"Seharusnya aku yang tanya begitu padamu!" Atasan Prasetya kembali mengambil beberapa lembar kertas dan melemparnya kasar sebagai tanda kekesalan.

"Karena tulisanmu ini, saham perusahaan anjlok! Secara tidak langsung kamu mengatakan pada dunia, jika Alpha News memiliki hutang yang dilunasi dengan cara merampas harta milik pekerjanya! Lebih parahnya kamu tulis jika harta itu hasil rampasan dari Putri pemilik yang merayu karyawan kaya!" terang sang atasan dengan intonasi yang semakin meningkat.

"Ta-tapi saya--"

"Cukup! Sekarang kamu hapus berita yang sudah terlanjur tersebar ini dan lakukan wawancara ulang, saya akan menunjuk seorang juru kamera untuk merekam gambar. Kita tayangkan hasil sesi wawancaranya di stasiun televisi swasta. Jika setelah berita itu tayang dan saham perusahaan tak kunjung naik, kamu saya pecat!" tegas sang atasan dengan ancaman. Sebelum berlalu pergi dengan dengusan kesal mengiringi langkah kakinya.

Prasetya diam mematung memikirkan segala kebingungannya.

Meski namanya dan nama putri pemilik perusahaan hanya ditulis dengan inisial, namun tulisan itu menulis secara rinci bagaimana cara Prasetya menjual rumah dan sengaja menabrak mantan istrinya hingga meninggal dunia. Hingga berakhir melunasi hutang perusahaan sang mertua.

"Bagaimana bisa Sekretaris perusahaan Nirvana Wastu Pratama mengetahui semua ini?" gumam Prasetya dengan pikiran berkecamuk.

Prasetya gegas bangkit dan berlari cepat meninggalkan ruangan. "Aku harus menanyakannya secara langsung!"

Setelah hampir setengah jam dalam perjalanan, pada akhirnya mobil Prasetya berhenti di depan gedung tinggi perusahaan.

Pria dengan rambut ikal itu gegas memasuki pintu perusahaan, namun langkahnya berhasil dihentikan oleh beberapa security yang saat itu tengah bertugas menjaga di depan pintu. "Maaf, Pak. Ada yang bisa kami bantu?"

"Saya ingin bertemu dengan Lea Faranisa--Sekretaris perusahaan ini."

"Apakah Anda sudah membuat janji temu terlebih dahulu?"

Prasetya terdiam dengan mata memicing. Aneh jika dirinya harus membuat janji temu dengan seorang sekretaris.

"Saya ingin bertemu dengan Sekretaris, bukan Presiden direktur," jelas Prasetya lugas.

"Itu peraturan lama, Pak. Sekarang aturannya begitu, sebab Sekretaris perusahaan saat ini adalah Istri pemilik perusahaan," terang security.

Prasetya tertegun. Tenggorokannya terasa tercekat hingga tak mampu mengeluarkan suara. 'Ja-jadi Lea adalah istri Abian Mahendra?'

"Pak," panggil security, setelah lama tak mendapatkan respon dari Prasetya.

"I-iya. Kalau begitu saya permisi," pungkas Prasetya tergagap sebelum berlalu pergi.

Prasetya buru-buru memasuki mobilnya dan segera menghubungi nomor Lea.

"Halo," sapa seorang wanita dari seberang telepon.

"Aku ada di halaman perusahaan, tolong temui aku sebentar. Aku di dalam sedan hitam, pojok paling kiri."

Tak ada jawaban, sebelum dengungan sambungan telepon terputus terdengar.

Prasetya menatap bingung ke arah layar ponselnya, dan memutuskan untuk menunggu sejenak. Barang kali Lea merasa tak nyaman untuk menjawab, sebab sang suami yang berada dalam satu ruangan dengannya. Prasetya tak ingin menaruh prasangka buruk.

Benar saja, hanya selang beberapa menit, seorang wanita cantik dengan rambut digelung asal nampak berlari kecil menghampiri mobil.

Tok! Tok!

Kaca mobil diketuk beberapa kali, sebelum Prasetya membuka pintu dan mempersilakan wanita itu untuk masuk.

"Ada apa?" tanya Lara sembari menutup kembali pintu mobil.

"Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu." Prasetya menatap penuh selidik ke arah wanita yang baru menjadi kekasihnya kemarin malam.

"Bicaralah cepat, aku tidak punya banyak waktu." Mata Lara menatap ke arah lain, guna menghindari kontak mata diantara mereka.

"Bagaimana kamu bisa mengetahui tentang hutang perusahaan Alpha News dan caraku melunasinya?"

Tubuh Lara tiba-tiba membeku. Bagaimana cara menjelaskan situasi ini? Sementara dirinya belum mengetahui jawaban atas pertanyaan itu. Mungkin benar, tindakannya hari itu terlalu gegabah.

"A-apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Lara berpura-pura memasang wajah bingung.

"Artikel yang kamu tulis. Selain biodata Abian Mahendra, kamu juga menulis yang lain. Dan itu menyangkut nama perusahaan tempatku bekerja saat ini," terang Prasetya masih dengan intonasi rendah. Nampaknya pria itu tak ingin dirinya memberi kesan buruk di mata Lea.

"Itu tidak mungkin. Aku sudah membacanya ulang sebelum diserahkan padamu, kok," bantah Lara berbohong.

"Bacalah sendiri." Prasetya memberikan selembar kertas yang ia bawa dari perusahaan hari ini.

Lara gegas mengambil kertas itu dan berpura-pura membacanya dengan seksama. Bahkan reaksi terkejutnya tak nampak seperti dibuat-buat.

"Ba-bagaimana mungkin ini terjadi? Apakah ada seseorang yang mengubah tulisanku?" Lara membulatkan mata seolah tak percaya.

"Siapa yang ada di sekitarmu selama kamu menulis artikel ini?"

"Tidak ada. Aku lembur di kantor sendirian hingga jam sebelas malam. Aku sangat lelah dan mengantuk sampai ketiduran dan tak ingat pulang. Mungkinkah karena terlalu kecapean aku jadi menulis sambil melantur?" Lara memasang wajah tak berdaya di hadapan Prasetya guna mencari simpati.

Lantas Prasetya memijat pelipisnya seraya berdesis pelan. "Iya, bisa saja itu terjadi."

Meski masih menyisahkan kebingungan mendalam sebab kejadian yang tertulis dalam artikel begitu rinci, namun Prasetya tak ingin memperpanjang masalah yang akan mengakibatkan hubungan yang baru dibangunnya itu retak.

Kapan lagi dirinya bisa mendapatkan kekasih cantik bak seorang bidadari seperti Lea? Hal itu secara tidak langsung membuat Prasetya merasa hebat karena bisa meluluhkan hati Lea hanya selang sehari setelah pertemuan pertama mereka.

"Apa kamu marah padaku?" Lagi-lagi Lara memasang wajah tak berdaya, yang membuat Prasetya tak tega untuk memarahinya.

"Tidak, aku hanya ingin mendengar penjelasanmu saja." Prasetya mengusap lembut puncak kepala sang kekasih seraya tersenyum lembut.

'Cepat lepaskan tanganmu! Itu menjijikkan!' teriak Lara dalam hati. Secara tidak sadar sentuhan itu membuat perutnya terasa mual.

"Terima kasih, kalau begitu aku akan kembali bekerja," pungkas Lara sebelum hendak beranjak. Ia tak ingin memuntahkan isi perutnya di dalam mobil ini. Namun Prasetya berhasil menghentikannya dengan menarik lengan kekasihnya itu.

Lara kembali jatuh terduduk di bangku yang terletak di samping kemudi mobil.

"Satu hal lagi. Benarkah Abian Mahendra adalah Suamimu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh hari

    Lara menundukkan kepala, matanya sayu. Sorot sendu itu memantulkan kepedihan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bibirnya bergerak pelan, seolah takut suaranya terdengar oleh siapa pun.“Banyak hal yang ingin aku tanyakan tentang kesempatan hidupku yang sekarang. Tapi aku pun tidak tahu harus bertanya pada siapa. Sungguh malang nasibku,” gumamnya lirih, seakan berbicara hanya kepada bayangannya sendiri.Raut wajahnya mengeras sejenak, lalu melembut ketika ingatannya menyeret kembali sosok seorang kakek yang pernah ia temui di dalam bus. Kenangan itu begitu jelas—kakek itu duduk di bangku belakang, memandang keluar jendela dengan mata yang separuh tertutup, lalu menoleh padanya sambil menutup satu matanya dengan telapak tangan."Jika ingin melihat orang yang bernasib sama sepertimu, lakukan ini," begitu katanya, suaranya serak namun penuh misteri.Lara menarik napas dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang tanpa sebab berdegup cepat. Ia merapatkan duduknya, memperbaiki pos

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Sepuluh kelopak

    Lara meremas erat selimut yang menutupi kakinya. Amarah di dadanya menggelora, menghanguskan sisa-sisa kesabaran. ‘Aku benar-benar tidak mengerti apa isi otak pria ini. Sebelumnya aku sudah menjelaskan dengan sangat jelas, tapi masih saja menyebut Mas Prasetya sebagai selingkuhanku…’ batinnya penuh kekesalan.Kris, setelah mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya, akhirnya melangkah mendekat. “Nyonya, saya akan pergi mendampingi Pak Abian menghadiri rapat perusahaan. Dokter bilang tubuh Anda masih terlalu lemah. Saya akan menjemput Anda setelah rapat selesai,” ucapnya dengan nada hormat, membungkukkan badan sedikit sebelum berbalik pergi, mengikuti Abian yang sudah lebih dulu menghilang di balik pintu.Lara tidak menjawab. Ia hanya duduk diam, hatinya berkecamuk. Ada kebingungan, ada kemarahan, ada kekecewaan yang bercampur jadi satu. Perubahan sikap Abian yang tiba-tiba kembali dingin padanya menusuk seperti es di tengah musim panas. Ia marah karena Abian begitu tertutup soal masala

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Batas kesabaran

    “Abian!” teriak Lara dengan nada panik. Tubuhnya terlonjak bangun, duduk di atas ranjang rumah sakit dengan napas terengah.‘Mimpi?’ batinnya lega. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan degup jantungnya yang memburu. Tarikan napasnya panjang dan berat, lalu ia embuskan perlahan. Namun, ketika kelopak matanya kembali terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang hanya menatapnya datar — pria yang baru saja ia panggil dalam mimpi itu.Lara mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seorang pria berjas putih berdiri di dekat ranjangnya, menatapnya dengan raut heran. Di sisi lain, Kris — dengan perban membalut kepalanya — memandangnya penuh kepanikan.Tiba-tiba, rasa nyeri menusuk hebat di kepalanya. “Akh…” keluhnya lirih. Tangannya terangkat memegangi kepala yang telah dililit perban. Tubuhnya goyah, membuat seorang perawat segera membantunya kembali berbaring.Kris, yang melihat istri atasannya sudah sadar, tergesa mendekat. “Nyonya, syukurlah Anda sudah sadar. Pak Abi

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Ingatan masa lalu

    Sejak beberapa kali ketahuan mengirimkan makanan saat jam makan siang untuk Lara, gosip pun mulai beredar di seluruh sudut kantor. Hampir semua karyawan menyimpulkan bahwa Kris menaruh hati pada Lara. Desas-desus itu terus beredar, dibumbui tawa kecil dan lirikan jahil setiap kali keduanya terlihat bersama.Lara, pada awalnya, tidak begitu peduli. Menjadi bahan ejekan rekan-rekan kantor bukanlah hal baru baginya. Namun, kali ini berbeda. Kris—pria yang sebenarnya hanya berniat baik kepadanya—ikut terseret dalam pusaran gosip itu. Membayangkan nama baik Kris tercoreng oleh candaan rekan kerja, membuat Lara sedikit khawatir.Sejak kabar miring itu merebak, Lara mulai menghindar. Setiap kali Kris datang dengan sebungkus makanan, ia selalu punya alasan untuk menolak: entah mengaku sudah makan, pura-pura sibuk, atau bahkan sengaja tidak berada di tempat.Lara menarik napas lega. 'Ternyata begitu? Aku hampir mengira gosip-gosip di perusahaan itu benar' Namun, pikirannya belum tenang sepenuh

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Kebingungan Lara

    Kris menatapnya lekat-lekat, lalu mengangguk singkat. “Ah, begitu rupanya. Apa Pak Abian tahu tentang ini?”Sejenak Lara terdiam, menghela napas sebelum menggeleng. “Tidak. Dia belum kembali,” jawabnya, sekali lagi memutar kebenaran.“Pasti masih mengantre di sana…” gumam Kris, nyaris tidak terdengar.“Apa?” Lara mengerutkan kening.Kris tersenyum canggung. “Em… anu. Tadi, pulang dari restoran setelah bertemu klien luar negeri, Pak Abian mampir ingin membeli sate dan iga bakar di warung Pak Slamet.”Wajah Lara tetap datar, membuat Kris mengira ia tidak mengenal tempat itu. “Anda tahu? Yang di samping pom bensin itu, loh. Antriannya mengalahkan kendaraan yang mengantre bensin bersubsidi,” guraunya sambil terkekeh. Namun tawanya meredup ketika Lara hanya diam, tak menanggapi.“Kalau begitu, biar saya antar Anda ke rumah sakit. Ayo!” Kris melangkah cepat, namun baru beberapa langkah, ia menoleh dan mendapati Lara masih berdiri diam di tempat.“Nyonya, ada apa? Kepala Anda pusing? Sakit s

  • Reinkarnasi Menjadi Istri Presdir Dingin   Hamburger untuk hadiah ulang tahun

    Lara menunduk, jemarinya yang gemetar menggenggam telapak tangan yang berlumuran darah. Kulitnya perih, tertusuk pecahan kaca yang masih menempel tipis di sana. Namun rasa nyeri itu terasa begitu kecil dibandingkan dengan perih yang kini menghantam hatinya.Rasa sakit pada pelipisnya yang juga berdarah hanyalah luka luar—yang bisa sembuh dengan waktu. Luka di hatinya jauh lebih dalam, mengendap bersama rasa kecewa yang membakar. Ia menggigit bibir, berusaha menahan gejolak emosi yang meluap. Namun tetap saja, air matanya jatuh, mengalir pelan, membasahi pipinya.Bukan hanya sakit hati, ada juga rasa penasaran yang mencengkeram pikirannya. Mengapa foto itu begitu berarti bagi Abian? Mengapa ia menjaganya sedemikian rupa, bahkan rela melukai dirinya sendiri untuk melindunginya? Pertanyaan itu berputar di kepalanya, namun jawaban tetap terkunci rapat di balik sikap dingin sang suami.Tanpa sepatah kata pun, Lara melangkah pergi. Tumitnya menapak lantai dengan bunyi yang tegas, namun lang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status