Suasana huruk pikuk di dalam kantor seketika hening. Seluruh pasang mata nampak mengamati ke arah satu titik.
Prasetya menatap wajah sengit sang atasan dengan kertas yang bercecer di bawah tubuhnya secara bergantian. Tanda tanya besar seketika terlintas dalam benak pria itu.Perlahan, Prasetya ambil beberapa lembar kertas dan mulai membacanya dengan seksama.Betapa terkejutnya ia, mendapati tulisan yang menunjukkan kebusukannya dan sang istri. "A-apa ini?""Seharusnya aku yang tanya begitu padamu!" Atasan Prasetya kembali mengambil beberapa lembar kertas dan melemparnya kasar sebagai tanda kekesalan."Karena tulisanmu ini, saham perusahaan anjlok! Secara tidak langsung kamu mengatakan pada dunia, jika Alpha News memiliki hutang yang dilunasi dengan cara merampas harta milik pekerjanya! Lebih parahnya kamu tulis jika harta itu hasil rampasan dari Putri pemilik yang merayu karyawan kaya!" terang sang atasan dengan intonasi yang semakin meningkat."Ta-tapi saya--""Cukup! Sekarang kamu hapus berita yang sudah terlanjur tersebar ini dan lakukan wawancara ulang, saya akan menunjuk seorang juru kamera untuk merekam gambar. Kita tayangkan hasil sesi wawancaranya di stasiun televisi swasta. Jika setelah berita itu tayang dan saham perusahaan tak kunjung naik, kamu saya pecat!" tegas sang atasan dengan ancaman. Sebelum berlalu pergi dengan dengusan kesal mengiringi langkah kakinya.Prasetya diam mematung memikirkan segala kebingungannya.Meski namanya dan nama putri pemilik perusahaan hanya ditulis dengan inisial, namun tulisan itu menulis secara rinci bagaimana cara Prasetya menjual rumah dan sengaja menabrak mantan istrinya hingga meninggal dunia. Hingga berakhir melunasi hutang perusahaan sang mertua."Bagaimana bisa Sekretaris perusahaan Nirvana Wastu Pratama mengetahui semua ini?" gumam Prasetya dengan pikiran berkecamuk.Prasetya gegas bangkit dan berlari cepat meninggalkan ruangan. "Aku harus menanyakannya secara langsung!"Setelah hampir setengah jam dalam perjalanan, pada akhirnya mobil Prasetya berhenti di depan gedung tinggi perusahaan.Pria dengan rambut ikal itu gegas memasuki pintu perusahaan, namun langkahnya berhasil dihentikan oleh beberapa security yang saat itu tengah bertugas menjaga di depan pintu. "Maaf, Pak. Ada yang bisa kami bantu?""Saya ingin bertemu dengan Lea Faranisa--Sekretaris perusahaan ini.""Apakah Anda sudah membuat janji temu terlebih dahulu?"Prasetya terdiam dengan mata memicing. Aneh jika dirinya harus membuat janji temu dengan seorang sekretaris."Saya ingin bertemu dengan Sekretaris, bukan Presiden direktur," jelas Prasetya lugas."Itu peraturan lama, Pak. Sekarang aturannya begitu, sebab Sekretaris perusahaan saat ini adalah Istri pemilik perusahaan," terang security.Prasetya tertegun. Tenggorokannya terasa tercekat hingga tak mampu mengeluarkan suara. 'Ja-jadi Lea adalah istri Abian Mahendra?'"Pak," panggil security, setelah lama tak mendapatkan respon dari Prasetya."I-iya. Kalau begitu saya permisi," pungkas Prasetya tergagap sebelum berlalu pergi.Prasetya buru-buru memasuki mobilnya dan segera menghubungi nomor Lea."Halo," sapa seorang wanita dari seberang telepon."Aku ada di halaman perusahaan, tolong temui aku sebentar. Aku di dalam sedan hitam, pojok paling kiri."Tak ada jawaban, sebelum dengungan sambungan telepon terputus terdengar.Prasetya menatap bingung ke arah layar ponselnya, dan memutuskan untuk menunggu sejenak. Barang kali Lea merasa tak nyaman untuk menjawab, sebab sang suami yang berada dalam satu ruangan dengannya. Prasetya tak ingin menaruh prasangka buruk.Benar saja, hanya selang beberapa menit, seorang wanita cantik dengan rambut digelung asal nampak berlari kecil menghampiri mobil.Tok! Tok!Kaca mobil diketuk beberapa kali, sebelum Prasetya membuka pintu dan mempersilakan wanita itu untuk masuk."Ada apa?" tanya Lara sembari menutup kembali pintu mobil."Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu." Prasetya menatap penuh selidik ke arah wanita yang baru menjadi kekasihnya kemarin malam."Bicaralah cepat, aku tidak punya banyak waktu." Mata Lara menatap ke arah lain, guna menghindari kontak mata diantara mereka."Bagaimana kamu bisa mengetahui tentang hutang perusahaan Alpha News dan caraku melunasinya?"Tubuh Lara tiba-tiba membeku. Bagaimana cara menjelaskan situasi ini? Sementara dirinya belum mengetahui jawaban atas pertanyaan itu. Mungkin benar, tindakannya hari itu terlalu gegabah."A-apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Lara berpura-pura memasang wajah bingung."Artikel yang kamu tulis. Selain biodata Abian Mahendra, kamu juga menulis yang lain. Dan itu menyangkut nama perusahaan tempatku bekerja saat ini," terang Prasetya masih dengan intonasi rendah. Nampaknya pria itu tak ingin dirinya memberi kesan buruk di mata Lea."Itu tidak mungkin. Aku sudah membacanya ulang sebelum diserahkan padamu, kok," bantah Lara berbohong."Bacalah sendiri." Prasetya memberikan selembar kertas yang ia bawa dari perusahaan hari ini.Lara gegas mengambil kertas itu dan berpura-pura membacanya dengan seksama. Bahkan reaksi terkejutnya tak nampak seperti dibuat-buat."Ba-bagaimana mungkin ini terjadi? Apakah ada seseorang yang mengubah tulisanku?" Lara membulatkan mata seolah tak percaya."Siapa yang ada di sekitarmu selama kamu menulis artikel ini?""Tidak ada. Aku lembur di kantor sendirian hingga jam sebelas malam. Aku sangat lelah dan mengantuk sampai ketiduran dan tak ingat pulang. Mungkinkah karena terlalu kecapean aku jadi menulis sambil melantur?" Lara memasang wajah tak berdaya di hadapan Prasetya guna mencari simpati.Lantas Prasetya memijat pelipisnya seraya berdesis pelan. "Iya, bisa saja itu terjadi."Meski masih menyisahkan kebingungan mendalam sebab kejadian yang tertulis dalam artikel begitu rinci, namun Prasetya tak ingin memperpanjang masalah yang akan mengakibatkan hubungan yang baru dibangunnya itu retak.Kapan lagi dirinya bisa mendapatkan kekasih cantik bak seorang bidadari seperti Lea? Hal itu secara tidak langsung membuat Prasetya merasa hebat karena bisa meluluhkan hati Lea hanya selang sehari setelah pertemuan pertama mereka."Apa kamu marah padaku?" Lagi-lagi Lara memasang wajah tak berdaya, yang membuat Prasetya tak tega untuk memarahinya."Tidak, aku hanya ingin mendengar penjelasanmu saja." Prasetya mengusap lembut puncak kepala sang kekasih seraya tersenyum lembut.'Cepat lepaskan tanganmu! Itu menjijikkan!' teriak Lara dalam hati. Secara tidak sadar sentuhan itu membuat perutnya terasa mual."Terima kasih, kalau begitu aku akan kembali bekerja," pungkas Lara sebelum hendak beranjak. Ia tak ingin memuntahkan isi perutnya di dalam mobil ini. Namun Prasetya berhasil menghentikannya dengan menarik lengan kekasihnya itu.Lara kembali jatuh terduduk di bangku yang terletak di samping kemudi mobil."Satu hal lagi. Benarkah Abian Mahendra adalah Suamimu?""Pak, Nyonya masuk ke sebuah ruangan bersama wartawan itu." Kris yang bisa melihat dengan jelas dari balik kaca kemudi melapor pada atasannya, sontak Abian segera menepis tubuh Kris karena menutupi pandangannya, dan mendekatkan wajahnya ke arah jendela.Kris terkejut hingga terjepit di antara Abian dan senderan kursi kemudi, namun dia tidak bisa protes atau pun menunjukkan reaksi yang menonjol, sebab tak ingin menjadi sasaran kemarahan atasannya. Akhirnya, Kris hanya diam, bahkan untuk bernapas saja dia berusaha sepelan mungkin."Tck! Wanita itu!" decak Abian hampir tak terdengar, kedua tangannya mengepal erat menahan rasa geram.Setelah itu, Abian buru-buru mengambil ponselnya dan berinisiatif menelpon istrinya, dia ingin melihat apakah istrinya akan berkata jujur atau malah berbohong padanya.Setelah berdengung beberapa kali, akhirnya Lara mengangkat teleponnya, namun Abian hanya mendapati keheningan dari sana.Abian mengatur napasnya berulang kali, dia mencoba menahan diri dan bers
"Apa?" Prasetya tertegun dengan mata melebar, dia hampir tidak percaya dengan apa yang baru keluar dari mulut kekasihnya itu."Aku tidak memaksamu, hanya saja ... jika aku membawa mobil dengan nama orang lain, mungkin keluargaku, atau bahkan suamiku akan curiga," timpal Lara berkilah. Sejak kematiannya hari itu, Lara menjadi seorang wanita yang pandai bersilat lidah, bahkan dia sendiri pun hampir tidak mengenali dirinya sendiri."Memang ada benarnya." Prasetya terdiam sambil berpikir. 'Jika aku membeli mobil atas nama Lea, bagaimana aku menjelaskan tagihan kartu kredit yang akan datang pada Medina?'Di detik berikutnya, Prasetya dikejutkan dengan kedatangan pemilik showroom yang hendak melayaninya secara eksklusif."Pak Ronald." Prasetya buru-buru menjabat tangan pria paruh baya yang tengah tersenyum ramah ke arahnya, setelan jas hitam yang dia kenakan menunjukkan statusnya yang bukanlah orang biasa."Apakah Anda sudah memilih model yang Anda sukai, Pak Pras?" tanyanya."Belum, pacar
Mobil sedan tua itu mulai meninggalkan halaman parkir restoran, Abian dan Kris bergegas mengikuti dari belakang."Pak, saya tahu ini urusan pribadi Anda, saya juga tahu jika sebenarnya saya tidak berhak untuk ikut campur, tapi saya sudah ikut terjebak dalam situasi ini. Bisakah Anda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" Dalam kebingungan itu, Kris berusaha berkonsentrasi pada jalan raya dan mobil sedan Prasetya yang melaju semakin cepat.Dalam situasi tegang itu Abian terdiam sejenak. "Singkatnya, Lea menanggapi ajakan makan wartawan itu dengan serius, mungkinkah Lea memiliki perasaan padanya?" Abian menatap Kris dengan wajah penasaran seakan menunggu jawaban.Kris tercengang, hingga kemudi mobil yang sedang dia pegang hampir memutar 60 derajat dari posisi semula. Beruntungnya, Kris dapat dengan cepat mengendalikan kemudi dan menyelamatkan dua nyawa yang hampir melayang.Plak!Abian menepuk keras bagian kepala belakang asistennya, sembari mendengus kesal. "Apa kau sudah gila?! Kit
Plak!Lara menepis kasar kedua lengan kekar yang hendak merengkuhnya."Jaga tingkah lakumu! Di sini banyak orang," bisik Lara memperingati dengan tatapan sengit.Namun alih-alih merasa bersalah, pria yang akrab disapa Prasetya itu hanya tersenyum tipis tanpa rasa malu.Abian melonggarkan simpul dasinya kasar. Berusaha menghilangkan sesaknya dada akibat pemandangan yang membuatnya kepanasan itu.Ternyata ajakan makan sebagai rasa terima kasih yang pernah jurnalis itu ucapkan ditanggapi sungguh-sungguh oleh sang istri.Sempat terbesit rasa bingung. Apa sebenarnya yang terlihat lebih baik dari wartawan itu jika dibandingkan dengan Abian? Mungkinkah selera sang istri sungguh rendahan?Melihat dua pasangan sejoli yang tengah berjalan memasuki cafe, membuat Abian memutuskan menghubungi sang asisten dengan ponselnya."Kris, sekarang temui aku di Cafe Hallyu. Bawa topi dan masker hitam. Aku menunggumu di parkiran," pungkas Abian sebelum memutus sambungan telepon tanpa menunggu jawaban.Hampir
Dengan cepat, Abian menyuapkan satu sendok sup ayam buatan Lara ke dalam mulutnya.Sup ayam adalah satu-satunya makanan berkuah favorit Abian. Ia tak tahu dari mana sang istri mengetahui makanan kesukaannya. Mungkinkah sang ibu yang memberitahunya sebelum ini?Daging ayam yang lembut berpadu dengan kuah kental itu terasa menyatu dalam mulut. Memberikan sensasi rasa yang berbeda pada lidah. Sebuah kenikmatan yang belum pernah Abian rasakan dalam setiap makanan yang pernah ia nikmati selama ini.Setelah suapan pertamanya, tanpa sadar tangan Abian terus menyuap tanpa henti. Ia bahkan hampir tak percaya jika hidangan ini dibuat oleh tangan seorang putri bangsawan manja yang bahkan tak pernah menginjakkan kaki di dapur sekali pun.Penyesalan seakan mulai menghantam. Rasanya ia telah menyia-nyiakan makanan enak selama ini dengan mengabaikan bahkan membuangnya ke tempat sampah."Pak, makannya pelan-pelan. Di dapur masih ada semangkuk lagi jika Anda masih mau." Ucapan Lara seakan menyadarkan
Lara membeku dengan mata melebar. Dia tak percaya jika Abian berani mengatakan hal itu di depannya.Akhirnya, Lara pasrah. Membiarkan Abian bertingkah sesukanya, termasuk mengompres perutnya hingga rasa nyeri perlahan mereda."Apa sudah mendingan?" Abian bertanya sebelum mengambil handuk yang sudah beberapa kali ia basahi dengan air hangat di atas perut sang istri.Namun Lara hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, lantas kembali menunduk. Sekedar menatap wajah Abian pun ia terlalu malu.Abian tersenyum tipis, pertanda mengerti, sebelum bangkit dan beranjak pergi membawa baskom dan handuk basah di tangannya.****Keesokan harinya.Bunyi denting peralatan dapur terdengar saling beradu. Dimainkan dengan lihai oleh kedua tangan pemiliknya.Para pelayan hanya mampu menyaksikan dengan rasa was-was dari kejauhan. Mengingat peringatan yang diberikan majikannya kemarin, jika sang nona muda dilarang menginjakkan kaki di dapur. Namun sang nona muda seakan tak menggubris larangan mereka. Sementa