Beranda / Romansa / Relokasi Rasa / 1 Menangkap Basah

Share

Relokasi Rasa
Relokasi Rasa
Penulis: Ans18

1 Menangkap Basah

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-12 19:05:26

“Ck!” Aileen menepis tangan Bara yang berusaha menggenggam tangannya di balik punggung. Matanya mendelik kesal sambil melemparkan kode kepada Bara untuk menjauhinya selagi ada orang lain di sekitar.

“Leen, yang kasus wanprestasi itu udah sampe mana?” tanya Direktur Utama Candra Group yang juga adalah Papa Aileen sendiri.

Aileen bergeser untuk mendekat ke papanya. “Aman, Pak.”

“Dewan komisaris yang lain pasti bakal nanya progress-nya. Udah beneran nyiapin jawaban kan?”

“Saya sudah kerja di sini bertahun-tahun, Pak. Saya tau bagaimana caranya menghadapi dewan komisaris.” Kemampuan Aileen sebagai Direktur Legal di perusahaan memang tidak perlu diragukan lagi. Ia bukan sekadar anak pemegang saham mayoritas yang kemudian diberikan jabatan. Memulai karirnya dari bawah, bahkan fit and proper test pun ia jalani sebelum bisa duduk di kursinya sekarang.

Naren memutar kedua bola matanya kala mendengar jawaban si anak sulung yang selalu menggunakan bahasa formal selama berada di kantor. Ia lalu beralih kepada sosok laki-laki yang menjadi tangan kanannya selama ini. "Bara, nanti kamu yang presentasi tentang persiapan merger Bumi Citra sama Acasa Candra ya.”

Bara berdeham pelan untuk membersihkan tenggorokannya. “Saya, Pak?”

“Iya, saya lagi males presentasi. Bisa kan?”

“Bisa, Pak.” Bara menoleh ke arah Aileen yang berdiri di sebelahnya, berjarak dua langkah di belakang orang paling penting di perusahaan.

Aileen balas tersenyum kepada Bara—si tangan kanan papanya sekaligus kekasih yang disembunyikannya selama empat tahun belakangan.

Ketiganya keluar dari lift saat pintu lift membuka di lantai tiga—tempat diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Sekretaris mereka telah menunggu di dekat ruang rapat dan bergerak lincah untuk mengekor atasan masing-masing.

Belum semua anggota dewan komisaris hadir dalam ruang rapat. Bara yang melihat keadaan itu segera memanfaatkan situasi untuk mengirim chat kepada Aileen yang sebenarnya duduk di sampingnya. Hanya saja, kekasihnya itu memang belum mau membuka hubungan mereka di depan umum, sampai merasa benar-benar yakin bahwa hubungan mereka akan berlanjut ke jenjang pernikahan.

Bara: Leen, kamu marah?

Aileen memeriksa ponselnya yang bergetar, lantas melirik ke arah Bara sebelum mengetik jawabannya.

Aileen: Nggak

Bara: Bohong

Bara: Belakangan ini sikapmu aneh

Aileen: Perasaan kamu aja

Bara menghela napas, terpaksa pasrah karena Aileen memang bukan orang yang bisa dipaksa. Mungkin ia harus mengajak Aileen makan malam romantis agar sikap Aileen melunak kepadanya.

Aileen beralih menatap bahan rapat yang disiapkan sekretarisnya. Ia tidak pernah setengah-setengah dalam bekerja dan dalam melakukan apa pun, termasuk dalam menjalin hubungan dengan Bara.

Baiknya Bara, buruknya Bara, akan ia balas setimpal.

“Maaf, Pak. Ini bahannya ada yang ketinggalan.” Erika berdiri di antara Bara dan Aileen.

Bara berjengit kaget lalu menatap Erika penuh ancaman manakala Erika menumpukan tangan ke atas pahanya. ‘Shit!’ rutuk Bara kesal.

Erika tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya, menggoda iman Bara yang sudah setipis kertas.

Aileen menoleh ke arah mereka berdua dan di saat yang sama, Erika menarik diri, duduk kembali ke kursi di barisan belakang.

Ponsel Aileen kembali bergetar singkat. Dua buah pesan masuk ke ponselnya, dikirim oleh sekretarisnya yang juga dulu merupakan juniornya di kampus, hingga hubungan mereka lebih seperti teman daripada atasan dan bawahan.

Vania: I told you

Vania: Mereka main belakang

Aileen: I told you

Aileen: Kalo lagi meeting FOKUS

Aileen: Notula rapat jangan lupa!

Vania berdecak pelan. Dalam hatinya berjanji untuk mencari bukti agar Aileen tidak terjerat rayuan buaya semacam Bara. Sial, hanya ia yang tahu hubungan mereka, karenanya ia tidak bisa meminta bantuan siapa pun.

***

Mobil yang dikendarai Aileen tiba di pelataran parkir sebuah komplek apartemen. Dia mematut diri sebelum keluar dari mobil, Aileen akan memastikan kalau ia tampil paripurna untuk membuang 'sampah' di hidupnya.

Tiba di lantai tujuh belas, Aileen melangkah pasti menuju unit apartemennya—ok, ralat—lebih tepatnya unit apartemen yang dibeli berdua dengan Bara.

Bukan ia tidak mampu membayar unit apartemen itu, tetapi papanya masih cukup ketat mengawasi keuangannya termasuk aliran dana masuk dan keluar. Pengeluaran di atas satu miliar tentu akan terendus oleh sang papa. Bara yang memahami keadaan Aileen menawarkan untuk membayar setengahnya, apartemen itu bisa mereka jadikan tempat tinggal nantinya jika sudah menikah.

Tangan Aileen sedikit bergetar saat hendak menempelkan key card ke kotak sensor yang berada di pegangan pintu. Akan tetapi, ia harus mengambil sikap karena janji kepada kedua orang tuanya untuk memperkenalkan sang kekasih tinggal hitungan hari.

Setelah satu bulan menahan diri atas kecurigaannya, malam ini, Aileen bertekad untuk menangkap basah mereka.

“Masih lama nggak?” Aileen sudah bersandar di depan credenza—yang terletak di belakang pintu masuk—hampir lima menit sambil melipat tangan di depan dada dan menonton sepasang anak manusia yang tengah bergumul di atas sofa, sama sekali tidak menyadari kehadiran Aileen di sana.

Sosok laki-laki di atas sofa itu yang pertama kali melepas pagutannya dan menoleh kaget ke arah asal suara.

“Leen, aku bisa jelasin.” Karena panik, lelaki itu langsung berdiri setelah sebelumnya mendorong wanita yang tadi ada di pangkuannya. “Dia! Dia yang godain aku.”

Aileen melipat tangannya bukan tanpa alasan. Bisa saja tangannya bertindak brutal dan meraih vas bunga yang ada di atas credenza dilemparkan ke laki-laki tukang selingkuh dan wanita selingkuhannya di depan sana.

Dia melangkah masuk ke area pantri yang berada di ujung unit apartemen dan mengabaikan keduanya yang sedang sibuk membanahi pakaian.

“Leen, kamu lagi pengen minum kopi? Aku bikinin, ya.” Bara hampir mencapai tempat Aileen berdiri di dekat kompor saat Aileen berbalik dan menatapnya datar.

Stop right there, Bar! Aku kasih waktu sampai air ini mendidih untuk kalian keluar dari unit ini, tanpa jejak. Atau … air mendidih ini akan pindah ke selangkangan kalian berdua.”

Bara berhenti melangkah seketika. Namun, ia masih ingin mencoba peruntungannya. “Leen, kamu nggak inget janjimu kalau weekend ini kamu mau ngenalin aku ke orang tuamu sebagai calon suami?”

Aileen menaikkan suhu kompor induksi di belakangnya.

“Leen—”

“Masih punya malu kamu ngomong begitu? Masih punya nyali?”

Tatapan Bara berubah menjadi horor. “Leen, kamu nggak berniat ngelaporin aku ke papa kamu kan?”

“Kenapa? Takut?” tebak Aileen.

Bara hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah. Sebenarnya ia ingin memohon kepada Aileen dan mengenyahkan harga dirinya. Jabatan sebagai Wakil Direktur Utama Candra Group bukanlah jabatan kaleng-kaleng. Jungkir balik ia mendapatkan kepercayaan dari seorang Narendra Rafardhan Candra. Oh, no way! Ia tidak siap memulai karirnya lagi dari nol. Apalagi kalau sampai orang tua Aileen memblokir akses pekerjaan dan jenjang karir untuknya. Tamat sudah riwayatnya.

She’s nothing, Leen.” Bara beranjak ke ruang tamu di mana Erika menunduk dengan gelisah. Dengan gerakan kasar, Bara mendorong sekretarisnya itu untuk keluar. Kalau sampai gara-gara seorang sekretaris, ia kehilangan calon pewaris Candra Group, maka ia adalah lelaki paling bodoh di muka bumi ini.

“Leen, kamu tau kan tabiat laki-laki gimana?” Bara kembali ke pantri dan mendekati Aileen. “Laki-laki bisa ngelakuin hal ‘itu’ tanpa perasaan. Itu bukan apa-apa, Leen. Yang aku cinta kamu.”

Aileen menambah suhu kompor induksi. Setiap Bara mengucapkan sesuatu yang menjijikkan, Aileen akan menaikkan suhu kompor.

“Leen, bisa kita omongin baik-baik kan?”

Done. Emosi Aileen sudah sampai ke ubun-ubun. Air di dalam kettle belum benar-benar mendidih, tetapi sepertinya sudah cukup panas untuk memberikan pelajaran kepada Bara.

Bara menghela napas lega begitu Aileen mematikan kompor. Ia memilih duduk di stool bar untuk mencoba bicara dengan Aileen. Apa yang dikatakannya bukan tanpa alasan, bukankah hasil survei memang membuktikan kalau sebagian besar wanita lebih rela pasangannya ‘jajan’ dengan wanita lain asal tanpa perasaan, dibanding pasangannya saling bertukar pesan dengan wanita lain tetapi disertai perasaan.

Harusnya Bara sadar, Aileen bukanlah bagian dari partisipan survei itu. Aileen adalah Aileen, yang tidak pernah menerima kekalahan. Jelas Aileen tidak bersedia menjadi wanita yang  diduakan.

Tangan Aileen meraih pegangan kettle dan melemparkannya ke meja bar di hadapan Bara. Suara kettle terdengar memekakkan telinga, ditambah dengan suara Bara yang menjerit karena air dengan suhu yang sudah cukup panas—meskipun belum seratus derajat celcius—membasahi bagian depan tubuhnya. Ia mendesis kesal, tetapi merasa bersyukur karena air itu tidak sepanas bayangannya.

“Besok aku transfer satu setengah miliar yang kamu pake buat nambahin beli unit ini. Sekarang pergi! Sebelum benda tajam dan pecah belah di pantri ini kulempar semua ke kamu!”

“Emang dari dulu kamu tuh nggak pernah ngalah, Leen. Selalu mau menang sendiri.”

Aileen adalah salah satu atlet voli di sekolahnya dulu. Tangannya terbiasa bergerak cepat, termasuk seperti sekarang saat ia berhasil meraih satu set pisau dan berniat melemparkannya ke Bara.

Bara yang menyadari tindakan refleks Aileen mengangkat kedua tangannya dan bergegas pergi. Kali ini ia akan mengalah. Setelah Aileen tenang, Bara yakin bisa meluluhkan Aileen lagi.

Helaan napas kasar keluar dari Aileen setelah melihat kepergian Bara. Sayangnya, hatinya belum benar-benar tenang, jantungnya masih berdebar kencang karena emosi. Aileen berjalan ke ruang tamu dan membanting apa saja yang bisa ia banting di sana. Baginya, menjijikkan mengingat bagaimana dua orang itu bergumul di dalam ruang tamunya.

Benda terakhir yang ingin Aileen enyahkan adalah sofa di ruang tamu tersebut. Aileen masih menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya, sampai suara bel pintu membuatnya tersentak.

Berjalan ke pintu depan, Aileen berjanji akan menonjok Bara dengan kekuatan berkali-kali lipat dibanding saat ia melakukan service dalam pertandingan voli, jika Bara yang berada di depan pintu.

“Bisa nggak jangan berisik—” Lelaki di depan pintu kehilangan kata-kata saat melihat sosok wanita yang tentu saja dikenalnya lebih dari dua dekade. “Aileen?”

Aileen memutar kedua bola matanya dengan malas. “Kok kamu di sini?”

“Aku tinggal di sebelah. Kamu berisik banget tau. Lagi apa sih?”

“Bukan urusanmu!” Aileen menutup pintu tanpa salam. Aileen merasa kesal karena harus bertemu dengan laki-laki itu padahal suasana hatinya tengah tidak baik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
PiMary
Hallooo Aileen,I'm here.....Yara Adam dah honeymoon,tinggal ikutan flashback kisah kamu...
goodnovel comment avatar
Nien
Is that guy, Gama? ... barusan namatin Alpha-Naya couple soalnya ...️
goodnovel comment avatar
Gregorius Davids
good sajjjja aaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Relokasi Rasa   75 Epilog

    "Kamu serius?" Gama mengernyitkan kening setelah mendengar permintaan Aileen sore itu. Aileen mengangguk dengan wajah penuh harapnya. "Kenapa tiba-tiba?" Gama masih belum bisa menghilangkan rasa herannya. Meski memang sejak ada seorang putri menggemaskan di tengah-tengah mereka, Aileen jadi lebih lembut dan … hopeless romantic—kalau bisa Gama simpulkan dengan sebuah frasa. Dan Gama tidak pernah keberatan menghujani Aileen dengan keromantisan seperti yang diinginkan Aileen. "Pengen aja, Gam. Nggak mau ya?" Aileen tidak sadar kalau ia memperlihatkan rasa kecewanya karena Gama seakan menolak ajakannya. "Bukan nggak mau. Tapi semuanya pasti udah beda. Nggak bakal sama kayak dulu. Udah puluhan tahun kan." "Ya nggak apa-apa. Sekalian olahraga. Ya?" rengek Aileen. "Jarak segitu mana bisa disebut olahraga, Cinta. Kalau dulu aja kita kuat apalagi sekarang." "Tapi kan—” Aileen langsung terdiam saat Gama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. Ia akhirnya bisa terseny

  • Relokasi Rasa   74 Pernikahan Impian Aileen

    “Kakek juga punya villa di Bandung, ngapain kita nginep di hotel?” Aileen mengerucutkan bibir kala mobil yang dikendarai sopir berhenti di depan sebuah hotel. Ya meskipun ia juga salah satu bisnis di bawah jaringan Candra Group, tetap saja ia lebih nyaman jika menginap di villa kakeknya. “Villanya Kakek lagi direnov kata Mama.” “Hah? Renov? Apanya?” “Cuma dirapi-rapiin aja dikit. Nanti kita ke sana kok, Mama minta tolong aku buat sekalian ngelihat hasilnya. Tapi sekarang kamu mesti istirahat dulu. Villa Kakek masih ke atas lagi kan, sekitar satu jam dari sini. Kita udah empat jam di perjalanan. Aku nggak mau kamu kecapekan, jadi kita mesti istirahat dulu.” “Iya kita lama di perjalanan itu karena kamu berkali-kali nyuruh sopir buat pelan-pelan.” “Kan biar Kakak nggak keguncang-guncang.” Aileen mengernyitkan kening. Kadang ia masih bingung dengan panggilan ‘Kakak’ yang disebut Gama. Pasalnya dari kecil pun ia dipanggil ‘Kakak’ oleh semua anggota keluarganya, termasuk mama dan papan

  • Relokasi Rasa   73 Belajar tentang Kamu

    “Aku mau nikahin Aileen lagi.”Tiga orang di hadapan Gama—Ervin, Yara, dan Kemala—menatap Gama dengan bingung.“Maksudku, aku mau … semacam ngulang acara pernikahanku sama Aileen. Akad nikahnya sih nggak. Cuma perayaannya aja,” terang Aileen saat melihat ketiga orang di hadapannya benar-benar terlihat kebingungan. “Bisa bantu aku? Karena aku maunya ini jadi kejutan buat Aileen, aku nggak bisa nanya langsung dia maunya gimana. Kalian sebagai orang terdekat Aileen, pasti pernah dong denger gimana pernikahan impian Aileen.”“Emangnya itu bakal ngobatin sakit hatinya Kak Aileen?” sindir Ervin terang-terangan.“Mungkin nggak. Tapi aku mau mewujudkan pernikahan impian Aileen.”Gama sudah memikirkannya jauh-jauh hari. Mungkin ia tidak bisa mengobati sakit hati Aileen karena kelakuannya dulu yang menjadikan acara pernikahan mereka sebagai ajang balas dendam kepada mantan kekasihnya. Tapi setidaknya, ia ingin Aileen memiliki kenangan tentang acara pernikahan yang pernah Aileen impikan.“Jadi,

  • Relokasi Rasa   72 Moody

    “Kak Beta, ini adeknya bisa dibawa pergi nggak? Apaan sih? Ngomong aneh-aneh,” gerutu Aileen. “Kamu pikir aku sejahat apa sampe bisa gugurin anakku …, kalau bener aku hamil. Aku bukan dia.”Gama menutup mulutnya, begitu juga dengan Beta yang entah mengapa merasa tersindir, padahal Aileen tidak berniat menyindir siapa pun. Ia hanya mengungkap fakta.“Kayaknya kalian perlu ngobrol. Aku tinggal ya, Gam. Kopermu nanti biar dianter orang ke rumahmu.” Beta lantas beralih ke Aileen. “Selamat ya, Leen. Jangan lupa cek lagi ke dokter.”Aileen hanya bisa mengangguk sambil menatap kepergian kakak iparnya itu. Ia masih malas melihat Gama yang ada di hadapannya, padahal berminggu-minggu sebelumnya ia benar-benar ingin bertemu dengan Gama.“Mau ke dokter sekarang? Kak Beta ada jadwal praktek jam dua. Tapi kalo kamu mau ke dokter lain, coba … biar aku tanya ke stafku di kantor, ada yang udah punya anak kok. Siapa tau dokter kandungannya bagus. Atau … tanya Mama—”“Gam.” Aileen menggeleng. “Jangan bi

  • Relokasi Rasa   71 Memangnya Bisa?

    "Gama!""Hm?"Kemala semakin menggeram kesal mendengar gumaman Gama. Jelas kalau Gama baru saja bangun tidur atau bahkan sekarang pun masih memejamkan mata setengah tidur."Lo tau kan kalo Aileen nggak enak badan? Lo tau kan kalo Aileen muntah-muntah?" sentak Kemala."Hm?""Bangun, Gam! Gue perlu ngomong serius sama lo."Aileen menatap kosong kepada Kemala. Ia sedang mengabaikan kenyataan bahwa Kemala sedang menghubungi suaminya karena ada kemyataan lain yang harus ia hadapi.Gama terkesiap. Ia kini benar-benar dalam mode siaga. "Aileen kenapa, Mal? Lo masih sama dia kan?""Udah gila ya lo? Denger istri lagi begitu bukannya pulang? Nggak mampu beli tiket lo? Apa urusan di sana lebih penting daripada istri lo?""Mal, Aileen kenapa?"Kemala masih berusaha menenangkan diri sambil mengatur napasnya. Di otaknya hanya ada sumpah serapah untuk Gama. Karena itu, ia tidak menjawab apa pun yang ditanyakan Gama. Fokusnya adalah mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di kepalanya."Pulang lo pagi

  • Relokasi Rasa   70 Rindu yang Tak Terucap

    “Kamu mau balik, Kak? Ngapain? Di rumah juga nggak ada orang kan.”“Kangen rumah, Pa,” jawab Aileen sembari ikut duduk di samping papanya dan bergelayut manja di lengan sang Papa.“Kangen rumah apa kangen suami? Belum pulang juga tuh si Gama? Emangnya nggak bisa nyempetin waktunya? Weekend gitu, pulang ke Jakarta sebentar. Cuma Kalimantan loh, bukannya Amerika.”“Masalah di tambang belum selesai, Pa. Kalo dia pulang, malah makin lama di sananya nanti,” jawab Aileen menenangkan sang Papa yang sepertinya mulai kesal.Apa itu artinya Aileen tidak kesal dengan suaminya?Jangan salah! Aileen juga kesal setengah mati karena Gama tidak kunjung pulang setelah satu bulan pergi ke Kalimantan. Kadang ia bahkan curiga kalau Gama memiliki perempuan lain di sana. Namun, sleep call yang mereka lakukan setiap malam tidak menunjukkan hal-hal yang mencurigakan."Ajak Bibi, atau Mbak, atau siapa pun dari sini, Kak. Mama sama Papa nggak tenang kalo kamu sendirian di rumah." Rhea menepuk punggung tangan A

  • Relokasi Rasa   69 Kekecewaan Gama

    “Dari mana lo yakin dia nggak akan balik lagi?” “Yakinlah, at least untuk sementara.” Kemala mengangguk pasti. “Kontraknya lima tahun. Lama ya tanda tangan kontraknya kalo diitung-itung, hampir satu tahun kan ya, setelah kalian depak dia dulu. Tapi sekarang lo bisa lega kan?” Aileen terkekeh. Memang lebih lama dari yang diperkirakannya. Ia dan Gama juga tidak terlalu mengurus kepindahan Arabella atau apa pun yang berkenaan dengan perempuan itu. Namun, pada akhirnya ada kepastian bahwa Arabella akan berkarir di luar untuk sementara waktu. Meski tidak ada yang namanya kontrak untuk selamanya. Suatu hari nanti, kemungkinan besar Arabella akan kembali lagi. Entah apa yang akan terjadi pada hubungannya dengan Gama ketika hal itu terjadi. Lima tahun lagi, mungkin saja hubungannya dengan Gama jadi lebih erat dengan hadirnya seorang anak. Atau … mungkin juga hubungannya jalan di tempat seperti sekarang karena ia yang masih merasa ragu dengan hubungan rumah tangganya. Ini bukan hanya tenta

  • Relokasi Rasa   68 You Will be A Great Mom

    “Beneran nggak ada kerjaan urgent?”Aileen mengangguk begitu mendengar pertanyaan Gama yang dilemparkannya berkali-kali sejak suaminya itu memintanya untuk ikut bertemu dengan Adit—suami Beta.“Mas Adit ngebolehin nggak ya kalo aku ngajak Risa ke rumah Ibu?” Gama menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Perceraian Beta dan Adit memang masih dalam proses. Tapi karena Adit juga masih harus bekerja dan Adit tidak ingin Risa terkontaminasi dengan kelakuan buruk Beta, maka Adit membawa Risa ke Semarang untuk diasuh oleh orang tuanya. Itu juga yang sedang diperjuangkan Adit—hak asuh Risa.“Nanti kita coba yakinin, kalau niat kita cuma ngobatin kangennya Ibu, bukan mau ngambil Risa dan bikin Risa jauh dari Mas Adit.”Jam makan siang sudah hampir berakhir ketika Gama memarkirkan mobilnya di area parkir sebuah hotel.“Ayo, Mas Adit udah nunggu di lobby.”Benar seperti yang dikatakan Gama, Adit tengah duduk di sofa yang berada di lobby hotel sembari memangku Risa yang masih berumur dua tahun.“Hai

  • Relokasi Rasa   67 Bukan Aileen

    “Iklan yang itu cancel juga, Ra.”Arabella menatap manajernya dengan tatapan nyalang. “Gimana sih kamu? Gitu aja nggak becus! Udah berapa iklan yang cancel? Berapa acara yang juga cancel? Kamu bisa bayangin nggak seberapa besar kerugianku?”Jemmi menggaruk pelipisnya. Ia juga tidak bisa apa-apa ketika klien artisnya itu satu per satu memutuskan untuk mundur. Bukan ia tidak becus, tapi ia sudah mencoba negosiasi ulang, berkali-kali, tetapi tetap saja klien mereka memutuskan untuk membatalkan kontrak, baik yang sudah ditandatangani, atau bahkan yang masih tawar-menawar.“Turunin rate-ku deh,” ketus Arabella. Ia yakin banyak juga artis di luar sana yang menurunkan rate-nya di masa paceklik seperti dirinya sekarang. Ini bukan lagi perkara ‘yang penting dapur ngebul’. Kalau hanya untuk urusan hidup sehari-hari, tabungannya jauh lebih daripada cukup. Tetapi ini masalah eksistensi di dunia hiburan. Jangan sampai orang-orang lantas lupa ada seorang artis yang bernama Arabella.“Sudah, Ra. Kam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status