Share

Bagian 7

Author: El-Nazeeya
last update Last Updated: 2022-03-05 20:00:09

Seperti hari-hari sebelumnya. Menjelang siang hari, terik matahari mulai menyebar di segenap bumi Mesir, khususnya Kairo. Dengan langkah gontai, Zea berjalan keluar dari Maktabah Al-Azhar menuju taman Al-Azhar. Ada seseorang yang harus dia temui di sana. Tangan kanan gadis itu mengapit beberapa buah buku yang baru saja dia pinjam di perpustakaan.

Dia mengeluarkan ponselnya ketika sampai di area taman Al-Azhar. Taman Al-Azhar ini lokasinya di sebelah selatan Universitas Al-Azhar. Pada tahun 2005, taman ini mulai dibuka untuk umum. Lokasinya yang sejuk serta bentuk arsitekturnya mirip dengan taman-taman Islam yang ada di abad pertengahan, menjadi daya tarik tersendiri dari taman ini. Di sisi utara taman ada museum yang telah merekam evolusi Kairo; sejarahnya, arsitekturnya, dan sisi-sisi budaya yang lainnya. Dari area museum, setiap yang berkunjung dapat melihat sisa-sisa kejayaan Mesir melalui panorama benteng Salahuddin Al-Ayyubi serta Masjid Muhammad Ali. Semasa kuliah program sarjana, tak jarang Zea mengunjungi taman ini untuk sekedar menuangkan hobi membacanya, baik itu bersama kawannya maupun seorang diri.

"Zea!"

Ketika Zea baru saja duduk di rerumputan taman, ada suara yang memanggilnya dari kejauhan. Dia pun berdiri dan mengedarkan pandangannya ke seluruh arah. Sampai pada satu titik, dilihatnya seorang gadis Mesir berperawakan tinggi tengah berjalan menghampirinya.

"Azeneth," sahut Zea.

Nama yang tak asing lagi dalam sejarah Mesir maupun sejarah Islam. Azeneth, bentuk lain dari kata Asenath. Sebuah nama yang diadaptasi dari nama istri pertama salah satu Nabi sekaligus Rasul dari garis keturunan Nabi Ibrahim 'alaihissalam, yaitu Nabi Yusuf 'alaihissalam.

Gadis Mesir ini adalah kawannya yang dia kenal sejak menempuh program sarjana. Azeneth bertempat tinggal di Shubra El Kheima. Berbeda dengan Zea yang menginginkan jeda, setelah menyelesaikan program sarjananya, gadis Mesir ini langsung melanjutkan program dirasat 'ulya-nya di Universitas Al-Azhar.

"Assalamu'alaik, Azeneth. Izzay akhbarak? (Bagaimana kabarmu?)" tanya Zea setelah gadis Mesir itu berada tepat di hadapannya.

"W*'alaikissalam warahmatullah. Ana kuways. Enti? (Saya baik. Kamu?)"

"Kuways, alhamdulillah."

"Ma'a min? (Kamu sama siapa?)" Gadis itu duduk di rerumputan taman setelah melihat Zea duduk.

"Ana li wahdi. (Aku sendiri)."

Zea dan Azeneth sengaja bertemu di taman Al-Azhar untuk sekedar melepas rindu. Azeneth baru saja mengikuti jam perkuliahan di hari ini, sedangkan Zea memang sudah berencana mengunjungi Maktabah Al-Azhar sejak dua hari yang lalu. Oleh karena itu, sehari sebelumnya mereka membuat janji untuk bertemu di taman Al-Azhar.

"Sudah lama sekali tidak bertemu kamu. Rasanya rindu masa-masa saat kita sama-sama berjuang menyelesaikan skripsi." Azeneth tertawa lirih lalu memeluk Zea.

"Aku juga." Zea membalas pelukannya lalu melepaskannya kembali dan meraih kedua bahu gadis Mesir itu.

Azeneth tersenyum.

"Oh ya, bagaimana kabar kakakmu? Dia sudah membaik?"

Azeneth yang masih tersenyum mendadak wajahnya berubah sendu, lalu menggeleng.

"Beberapa bulan yang lalu kondisinya sempat membaik. Tapi sekarang kondisinya justru semakin buruk. Dia tidak mau dirawat di rumah sakit. Untuk makan saja sulit, selalu menolak," jawab Azeneth.

Zea meraih jemari gadis Mesir itu. "Aku turut prihatin, Azeneth. Semoga Allah memberikan kesembuhan total untuknya."

Azeneth mengaminkan ucapan Zea yang mengandung doa itu.

"Aku minta maaf, belum sempat jenguk kakakmu. Insyaa Allah, di lain kesempatan aku akan ke sana."

"Tidak apa-apa. Doa darimu yang dibutuhkan kakakku."

"Tentu. Selalu." Zea tersenyum. "Baiklah, jangan bersedih lagi. Aku tidak tega melihatmu seperti ini."

Azeneth mengangguk dan tertawa lirih. "Aku cuma terbawa suasana."

Azeneth merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Dia memiliki seorang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan. Kakak laki-lakinya tengah menempuh program doktor di Ain Shams University. Sedangkan kakak perempuannya tengah menempuh program pascasarjana di Al-Azhar yang kini sudah memasuki tahun kedua. Naasnya, kakak perempuannya kini sedang dalam masa cuti kuliah, karena harus berjuang melawan sakit yang dideritanya sejak enam bulan terakhir ini.

"Em, kamu suka ini?" Zea mengambil sesuatu dari dalam ranselnya, lalu memberikannya kepada Azeneth.

Ekspresi wajah gadis Mesir itu tampak bahagia. Dia mengambil sebuah bingkai yang terdapat lukisan pemandangan tanah Jawa.

"Waah, cantik sekali. Ini kamu sendiri yang buat?"

Azeneth memang sangat mengagumi bumi Indonesia bahkan sebelum mengenal Zea. Dia berharap, kelak bisa mengunjungi Indonesia. Ketika dia kecil, ayahnya pernah bercerita tentang keindahan Indonesia, tetapi bukan karena ayahnya berasal dari Indonesia. Azeneth merupakan gadis keturunan Mesir asli, tidak ada campur darah dari negara lain di keluarganya. Hanya saja, ketika masa mudanya sang ayah memang pernah berkunjung ke Indonesia bersama kawannya yang merupakan mahasiswa asal Indonesia, dan dari situlah ayahnya mampu menceritakan tentang pesona Indonesia kepada putra-putrinya. Ketika beranjak remaja, Azeneth banyak mencari informasi lebih banyak tentang Indonesia; sejarahnya, pesona keindahannya, masyarakatnya, dan lain-lain yang berkaitan dengan Indonesia, baik dari teman-teman sesama mahasiswi di Al-Azhar maupun dari internet.

Zea mengangguk. "Untukmu. Kamu mengagumi Indonesia, kan? Aku sengaja membuatnya. Aku berharap suatu hari nanti kamu bisa berkunjung ke sana."

"Aku pasti akan ke sana," ucapnya penuh percaya diri. Selama ini dia hanya bisa melihat sisi keindahan Indonesia melalui cerita-cerita yang dia dengar dari sang ayah maupun teman-temannya. Misi selanjutnya adalah bisa langsung terjun untuk membuktikan apa yang dibacanya dan apa yang didengarnya tentang Indonesia.

Zea tersenyum. Baginya sebuah kebahagiaan itu sangat sederhana; mampu membuat orang lain bahagia. Di hadapannya kini seorang gadis Mesir tampak bahagia memandangi setiap inchi lukisan sederhana yang dibuatnya beberapa bulan lalu. Sebenarnya, lukisan itu sudah sejak beberapa bulan lalu ingin dia berikan kepada Azeneth, hanya saja keduanya sama-sama sibuk sehingga belum ada kesempatan bertemu, dan akhirnya mereka baru sempat bertemu saat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 12

    Sekitar satu jam yang lalu Zea sudah membersihkan diri dan membereskan beberapa barang bawaannya. Zea sengaja membeli beberapa souvenir untuk dibagikan pada beberapa santriwati yang sudah lulus pendidikan formal dan sedang mengabdi di Pesantren Daarul Qani'in. Dia sudah menyimpannya di atas meja rias, niatnya akan dia berikan esok hari, karena hari ini cukup membuatnya merasa begitu lelah. "Rasanya sangat lelah, tapi mataku tidak bersahabat untuk kuajak terlelap. Jenuh sekali." Gadis itu turun dari ranjangnya dan hendak pergi ke luar kamar. Tok! Tok! Tok! Baru saja Zea hendak memegang gagang pintu, terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Terdengar suara pintu yang dibuka. Matanya hampir saja menganak sungai, namun segera dia seka dengan ujung gamisnya. Zea memeluk seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Pelukan yang meny

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 11

    Bandara terasa begitu panas di siang hari itu. Sinar matahari seakan menembus pori-pori kulit. Ditambah pula dengan hiruk pikuk pengunjung yang tak hentinya keluar masuk memenuhi setiap penjuru Bandara. Zea baru saja sampai di tanah air. Untungnya dia memakai kacamata hitam sehingga mampu sedikit melindungi matanya dari terik matahari di siang itu. Dia mulai mengedarkan pandangan ke setiap penjuru, kepalanya seolah memutar seratus delapan puluh derajat dari kanan ke kiri. Tampaknya dia sedang mencari seseorang. Kedua bola matanya terus bergerak. Hingga pada satu titik, pandangannya terhenti dan kedua sudut bibirnya mulai terangkat.Seraya menggiring koper hitam yang dia pegang dengan tangan kirinya, Zea melemparkan senyum ke arah wanita yang memakai abaya berwarna hitam dan kerudung berwarna coklat susu. Wanita itu tengah berdiri menyambutnya dengan semburat senyum di wajahnya."Ummi," lirih Zea seraya mencium punggung ta

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 10

    "Jadi begini, Nak. Sembilan tahun lalu, ketika saya mendapat kabar bahwa saya diterima di Universitas Al-Azhar untuk melanjutkan S3, saya sempat sowan ke rumah Kyai Dzulfikar, beliau adalah kakak kelas saya sekaligus pimpinan pondok pesantren Daarul Qani'in, di Jawa Tengah. Dulu, ayahandanya adalah pimpinan di sana, tetapi setelah beliau wafat digantikan oleh Kyai Dzulfikar ini." "Jadi, cerita intinya bagaimana, Ustadz?" "Sabar. Belum sampai ke intinya." "Langsung ke intinya saja, Ustadz," gurau Syauqi. "Lha, kamu ini. Kalau kamu baca novel langsung ke intinya tanpa tahu awalnya, pastinya kurang seru dan kurang menantang. Sama juga seperti yang akan saya ceritakan ini. Sabar sedikit saja," ujar Ustadz Lukman. Dia tahu bahwa muridnya ini sedang bergurau dengannya. Syauqi terkekeh pelan lalu mengangguk. "Baiklah, Ustadz. Silakan dilanjutkan." Ustadz Lukman menggelengkan

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 9

    Syauqi baru saja mengantarkan pesanan katering ke Shubra. Akhir-akhir ini, Shubra menduduki voting tertinggi di antara kota-kota lainnya yang sering memesan katering pada Syauqi. Lisannya tak henti mengucap syukur, hari ini ada sekitar 80 kotak pesanan katering yang semuanya dia antarkan ke Shubra. Sebenarnya bisa saja pesanan itu diantarkan menggunakan jasa ekspedisi, tetapi dia sengaja ingin mengantarnya sendiri sekaligus menemui beberapa Mahasiswa Indonesia yang merupakan kawannya di Shubra. Biasanya, usai mengantar pesanan, Syauqi akan mampir sebentar ke dekat sungai nil untuk sekedar mengisi waktunya sembari mengetik naskah skripsi. Sungai nil memang salah satu tempat favorit yang biasa dia kunjungi. Menurutnya, melihat aliran sungai nil menjadikan hatinya terasa teduh, apalagi ditambah mendengar lantunan ayat-ayat kauni. Panasnya matahari Kairo pun seolah kalah dengan teduhnya aliran sungai nil. Syauqi membawa dirinya untuk duduk di

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 8

    Enam minggu lalu Zea mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima untuk melanjutkan S2-nya di Universitas Al-Azhar. Kini dia telah memulai studi pascasarjananya itu di tahun pertama. Allah telah menjawab doanya. Ya, ini adalah salah satu alasan terkuatnya mengapa dia menunda S2-nya dan belum membuka hati untuk universitas-universitas lain yang ada di Kairo, karena memang dia ingin melanjutkan studinya secara linear di Universitas Al-Azhar. Tepat di bulan Agustus lalu, Zea sempat mengikuti ujian masuk program S2 yang diadakan setiap tahunnya di Universitas Al-Azhar. Segala berkas dan persyaratan sudah disiapkan olehnya sejak jauh-jauh hari sebelum mendaftar, termasuk doa dan restu dari orang tuanya. Kalau ini, memang berkas persyaratan utama yang paling sakral. Bibit yang dia tanam dan dia rawat ternyata kini sudah tumbuh menjadi bunga yang indah. Ketika itu, matanya memerah, ujung bibirnya terangkat, serta lisannya tiada henti bersyukur ketika melihat

  • Rembulan di Langit Kinanah   Bagian 7

    Seperti hari-hari sebelumnya. Menjelang siang hari, terik matahari mulai menyebar di segenap bumi Mesir, khususnya Kairo. Dengan langkah gontai, Zea berjalan keluar dariMaktabahAl-Azharmenuju taman Al-Azhar. Ada seseorang yang harus dia temui di sana. Tangan kanan gadis itu mengapit beberapa buah buku yang baru saja dia pinjam di perpustakaan. Dia mengeluarkan ponselnya ketika sampai di area taman Al-Azhar. Taman Al-Azhar ini lokasinya di sebelah selatan Universitas Al-Azhar. Pada tahun 2005, taman ini mulai dibuka untuk umum. Lokasinya yang sejuk serta bentuk arsitekturnya mirip dengan taman-taman Islam yang ada di abad pertengahan, menjadi daya tarik tersendiri dari taman ini. Di sisi utara taman ada museum yang telah merekam evolusi Kairo; sejarahnya, arsitekturnya, dan sisi-sisi budaya yang lainnya. Dari area museum, setiap yang berkunjung dapat melihat sisa-sisa kejayaan Mesir melalui panorama benteng Salahuddin Al-Ayyubi serta Masjid Muhammad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status