Ibu dan Dinda masih terus mencoba memanjat pagar yang tinggi itu walaupun beberapa kali sempat gagal, bukannya tegang aku malah tertawa cekikikan menyaksikannya, entah berapa kali mereka terjatuh lalu berusaha naik lagi, begitu saja terus.Aku cepat keluar bukan untuk menemui ibu melainkan memasukkan mobil sitaan ini ke garasi, takut saja dua wanita itu akan berbuat nekat merusak mobil ini, 'kan sayang."Hei perempuan l1c1k! Kembalikan mobil anakku!" teriak ibu, suaranya sudah serak mungkin karena berteriak terus sejak tadi."Farah! Mau aku bilang ke warga sekitar kalau kamu sudah rampok mobil anakku hah!" teriaknya lagi.Aku tetap tak menoleh karena tak ingin terpancing, untuk apa takut BPKB mobil ini ada di tanganku juga atas namaku, beruntung nama Dinda tak aku tulis di sana, bisa berabe.saat meraba car pocker aku tertegun nampaknya STNK mobil Dinda ditaruh di sini, baguslah jadi aku tak perlu repot-repot mengurus surat kehilangan.Gegas aku memasukkan mobil ke garasi dan mengunci
Dikira kalian bakal menang gitu!Pak RT dan Pak Roni saling memandang heran, aku tahu mereka bingung harus apa."Bener itu Bu Farah?" tanya Pak RT."Begini, Pak, mobil ini memang pernah saya kasih ke anak itu, tapi setelah kakaknya menghilangkan mobil saya yang lain maka kami sepakat, jika kakaknya dia ga bisa ganti mobil yang hilang itu dalam jangka seminggu, maka mobil adiknya yang pernah saya kasih ini akan disita, sekarang sudah seminggu dan sudah waktunya mobil itu saya ambil."Pak RT tertegun memikirkan masalah rumit ini."Kamu tuh ya dasar mantu perhitungan! Mobilmu itu bukan hanya satu kenapa harus dipermasalahkan sih!" tegas ibu menunjuk wajahku."Pak RT, bilang sama Ibu ini agar tak buat keributan dan pergi dari sini, mobil ini atas nama saya bukan atas nama anaknya jadi saya berhak mengambil kembali, kemarin itu ya itung-itung nitipin, ga salah 'kan kalau saya mengambilnya lagi."Pak RT mangut-mangut begitu pun dengan Pak Roni."Mbak Farah benar, Bu, saya ga bisa lakukan ap
"Marniii!" Aku dan Mbok Tati berteriak barengan sambil berlari ke dapur.Wanita berumur dua puluh delapan tahun itu tergeletak di lantai, beruntung bubur ayam itu masih banyak tak dimakan semua oleh Marni, tak terbayang jika wanita itu memakannya hingga tandas bisa-bisa nyawanya melayang saat itu juga."Lemes, Bu," bisik Marni tak berdaya.Aku dan Mbok Tati segera membawanya ke mobil."Mbok jaga rumah biar aku bawa Marni sendirian," ujarku, ia mengangguk.Tiba di Instalasi Gawat Darurat terdekat Marni segera ditangani, diberi obat juga disuntikkan infusan ke tangannya.Dokter mengatakan jika Marni tak mengalami masalah serius hanya perlu diopname beberapa hari, karena racun itu hanya sedikit yang masuk ke dalam perutnya, aku mengucap syukur karena ia tak terlalu parah."Lain kali jangan main makan sembarangan ya, Mar, bener aja 'kan buburnya beracun," ucapku saat dokter dan suster telah meninggalkan kami."Iya, Bu saya nyesel, untung pas makan bubur itu temen saya telpon, jadi saya ma
"Tahu dari mana kalau aku banyak masalah?" tanyaku sambil melirik ke arah lain."Kamu ga perlu tahu soal itu, Rah, tapi yang jelas aku akan selalu ada membantumu."Mataku mengembun mendengar ketulusannya."Kalau gitu bantu aku untuk menggugat cerai Mas Andra, apa kamu bisa?" tanyaku sambil memandang wajahnya lagi."Aku akan bantu, Rah, siapkan saja berkas-berkas yang kuminta nanti ya," jawabnya sambil tersenyum."Terima kasih, kalau gitu aku pergi dulu."Ia mengangguk. "Telpon aku saja kalau ada perlu, nomorku masih yang dulu kok."Degh!Seolah ada yang mengetuk hatiku, aku membalikkan badan menatapnya lagi."Nomormu ... sudah kuhapus, maaf," ujarku raguIa tersenyum. "Baiklah nanti aku telpon duluan ke nomormu ya."Untuk kedua kalinya hatiku berdesir, mengapa ia tak menghapus nomorku? disaat aku sudah menjalani hidup bersama orang lain, bahkan dulu saat fitnah tentangnya beredar, aku malah memblokir semua akun sosmednya."Iya, aku tunggu."Aku segera melajukan mobil, saat melihat kac
"Farah, yang menyuruh Siksa untuk menjebak Ervin adalah Maya, sekretaris yang kamu kira setia selama ini," ujar Arini dengan tatapan meyakinkan.Tatapan itu sama sekali tak memperlihatkan kebohongan, Arini berkata sesungguhnya, dan itu benar-benar seolah menghantam dadaku hingga sesak.Air mataku keluar deras laksana air hujan, sedangkan mulutku menganga karena tak percaya."Siska sudah menceritakan semuanya selepas ia sadar dari koma, karena kecelakaan yang menimpanya dua Minggu lalu," ujar Arini lagi membuatku semakin tergugu.B*d0h! Bagaimana bisa dahulu aku percaya pada fitnah murahan semacam ini, ya Tuhan tak kubayangkan bagaimana perasaan Ervin saat melihatku di pelaminan bersama lelaki lain."Dia ingin minta maaf sama kamu dan juga Ervin, Rah, tolong temui dia sebelum ajalnya datang," pinta Arini mengiba, matanya sudah sembab karena menangis.Aku diam terpaku, memikirkan perasaan Ervin dan juga memikirkan rumah tanggaku, andai waktu itu aku percaya dengan perkataan Ervin dan Om
"Iya, Rah, suami istri itu sekongkol untuk mendapat keuntungan darimu, mereka juga memalsukan identitas Andra seolah ia seorang bujangan," lanjutnya sambil menatapku penuh penyesalan."Mereka menginginkan uangmu, Rah, maka dari itu Maya dan Andra mengatur rencana licik untuk menghancurkan hubunganmu dan Ervin, setelah itu Andra datang sebagai pahlawan dan menikahimu, licik 'kan mereka." Siska masih belum berhenti bicara."Mereka sudah menikah setahun yang lalu, Andra hampir putus asa karena kehabisan dana untuk membangun mall itu, makanya mereka melakukan cara keji ini karena membutuhkan banyak uang, itu yang kutahu, Rah." Ia bicara lagiTubuhku lemah dengan air mata yang terus berderai bercucuran, mereka telah mempermainkan hidupku demi sebuah kekayaan."Aku minta maaf, Farah, karena sudah membantu Maya, harus kamu tahu waktu itu aku bener-bener lagi butuh uang buat biaya rumah sakit ayah, sedangkan Maya memberi bantuan dengan syarat harus mendukung rencananya menjebak Ervin," jelasn
(POV Andra)S14l! Kutinju dinding penjara ini dengan sebelah tangan, kenapa semuanya hancur disaat mimpiku sebentar lagi tercapai, ini semua pasti gara-gara Juna, dan Dirga yang tak becus bekerja.Mall itu sebentar lagi akan berdiri dengan megahnya dan di saat itu pula aku akan menyingkirkan Farah karena sudah tak membutuhkannya lagi.Kejam memang, tapi lebih kejam ayahnya dan seluruh keluarganya terhadap ayahku, aku ingin semua keturunan Bahtiar hidup susah, seperti yang dialami oleh keluargaku selama ini."Ayo keluar, ada yang mau bertemu," ujar seorang polisi penjaga.Aku bangkit dan mengikutinya tanpa kata, oh ternyata Maya yang menjenguk."Mas," sapanya saat kami saling berhadapan."May, aku mau bebas, kata pengacara aku bisa bebas asalkan bisa mengembalikan uang perusahaan yang selama ini kunikmati, aku mohon jual dulu rumah barumu itu ya."Semoga saja Maya mau membantu, yang terpenting sekarang aku bisa bebas dahulu dari sini sebelum waktu persidangan, berbeda dengan Pak Dirga
Perbincangan kami berakhir karena waktu sudah habis, aku kembali ke dalam sel dan Maya bergegas pulang, ada yang aneh dengan Farah kenapa ia tak menjengukku setelah ditangkap?Apa fikirannya sudah diracuni Juna agar membenciku? ah semoga saja tidak.*Keesokan harinya, seperti biasa aku menghabiskan waktu dengan duduk di lantai atau berdiri sambil memegang jeruji besi, hal yang sangat membosankan, jika punya kesempatan aku akan membalas si tua itu karena sudah menggagalkan semua rencanaku.Siang ini polisi yang berjaga mengatakan ada yang menjenguk lagi, semoga itu Farah dan semoga juga dia bisa membantu."Ibu."Ternyata Ibu dan dan Dinda yang datang, kenapa bukan Farah?"Andra kamu sehat-sehat aja 'kan?" tanya ibu dengan konyolnya, mana ada orang sehat-sehat aja, yang ada badanku sakit semua."Tiap malam aku tidur di lantai, badanku sakit semua!" tegasku sambil mencebik.Entah mengapa aku sedikit kesal karena ibu lambat memberikan pertolongan, giliran minta duit selalu ingin cepat da