Share

Bab 4. Rasa Rindu

Kedua matanya berkaca-kaca kala teringat beberapa tahun yang lalu terpaksa meninggalkan istri dan anak perempuannya yang masih berusia 2 tahun. Ya, lima tahun sudah Sulhan meninggalkan anak dan istrinya usai mendapat perintah dari Ibunya untuk menikahi salah satu anak dari rekannya di kota. Sulhan terpaksa melakukan supaya tetap bisa menikmati fasilitas dan mendapatkan warisan dari Bapaknya. Sehingga menggunakan alasan merantau untuk mendapatkan izin dari Sifa.

“Sifa, Mas rindu!” Butiran bening akhirnya keluar dari pelupuk matanya.

“Sifa, Abang ingin bertemu kamu dan Risa!” Kaki ingin melangkah namun terasa sangat berat. Kaki seakan terkunci ditambah lagi rasa takut untuk bertemu Sifa karena kesalahan yang telah diperbuat.

Drrt drrt

Ponselnya berdering, Sulhan gegas menerima panggilan dari istrinya. 

“Halo, Marisa!” 

“.....”

“Baik, aku akan pulang!” Sulhan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ada rasa tidak ingin pulang ke rumah saat melihat Sifa membuka pintu dan melihatnya dari kejauhan.

“Sifa, kamu semakin cantik!” Gumam Sulhan dengan nada lirih.

“Pasti Risa memiliki kecantikan sama dengan kamu!” Setelah puas menatap Sifa dari jauh, Sulhan akhirnya kembali pulang ke rumah. 

Suasana rumah begitu ramai karena Putri, anak gadisnya tengah asik bercanda dengan Irma dan Rana termasuk Marisa. 

“Mas, kamu dari mana?” Marisa merasa ada yang aneh dengan Sulhan.

“Hanya menikmati angin segar saja!” Jawab Sulhan sambil berlalu meninggalkan mereka di ruang keluarga. Sulhan merebahkan bobot tubuhnya di kamar miliknya. Lebih tepatnya kamar masa kecilnya.

Bayangan Sifa melintas begitu saja dalam ingatannya. Kecantikan Sifa tidak lekang oleh waktu meski tidak pernah memakai semacam perawatan kulit. Kecantikan alami yang Sifa miliki sanggup membuat hati Sulhan luluh. Ditambah lagi perangai Sifa yang baik menjadikan Sulhan mantap meminangnya meski tidak pernah ada restu dari kedua orang tuanya. Sehingga terpaksa menikah tanpa restu dan Sifa sama sekali tidak pernah dianggap.

Beberapa kali Sulhan didesak untuk menikah lagi setelah Sifa melahirkan Risa, buah hati mereka berdua. Sulhan mendapat peringatan dari kedua orang tuanya, jika menentang perjodohan, maka terpaksa Sulhan tidak akan dianggap sebagai anak dan tidak mendapatkan hak waris sedikitpun atas kekayaan yang dimiliki kedua orang tuanya. Sulhan terpaksa menyetujui permintaan kedua orang tuanya dan memilih untuk meninggalkan Sifa dan Risa saat berusia 2 tahun.

“Mas, kamu tidur?” Marisa datang ke kamar dan melihat Sulhan tengah memejamkan kedua matanya, namun jari jemarinya bergerak.

“Hmm, aku tidak bisa tidur, Marisa! Aku ingin kembali ke kota saja besok!” Marisa kecewa, keinginannya berlama-lama liburan di kampung ternyata gagal karena suamknya ingin kembali pulang ke kota.

“Aku ingin satu minggu di kampung, Mas! Aku suka suasananya,” Marisa membujuk Sulhan supaya mau menuruti lebih lama di kampung. Tiba-tiba saja wajah Sulhan berubah marah dan menatap wajah Marisa.

“Sekali tidak ya tidak! Besok kita pulang!” Sulhan kembali merebahkan tubuhnya dan membelakangi Marisa yang duduk di tepi ranjang. Ada rasa sesak saat pertama kali Sulhan berkata dengan nada tinggi untuk pertama kalinya.

Sulhan tidak bisa berlama-lama di kampung karena tidak ingin dihantui rasa sesal yang teramat dalam. Semua kenangan bersama Sifa akan semakin mencekiknya jika berlama-lama di kampung.

Marisa terpaksa mengemas barang-barangnya karena besok akan kembali ke kota. Kota Jakarta yang sangat padat dan sibuk.

“Ma, kita menginap lama kan? Kenapa mengemas baju-baju kita?” Putri melihat Marisa tengah mengemas semua baju-bajunya ke dalam sebuah koper yang cukup besar.

“Besok ayah ada pekerjaan, Sayang! Jadi kita harus pulang ke Jakarta besok!” Sudah bisa dipastikan jika wajah Putri berubah kecewa. Sulhan sudah menjanjikannya untuk liburan satu minggu di kampung, namun janji hanya sekedar janji. 

“Putri masih ingin berlama-lama di kampung, Ma!” Putri merengek pada Marisa supaya mau menuruti permintaannya.

“Sayang, kali ini kamu harus nurut! Atau Mama akan hukum kamu!” Putri tersentak mendengar suara Marisa bernada tinggi. Putri terpaksa diam dan menurut apa kata Marisa.

Keesokan harinya, tiba-tiba badan Putri panas sekali. Marisa dan Sulhan segera membawa Putri ke dokter praktek supaya Putri segera mendapat penanganan. Sulhan frustasi karena kembali ke Jakarta tertunda.

“Bagaimana jika aku bertemu Sifa lagi?” Sulhan menutup wajahnya di salah satu ruang tunggu saat menunggu Putri sedang dalam ruang pemeriksaan.

“Tidak, aku harus menghindarinya! Aku juga harus menghindari Risa!” Sulhan menghela napas besar. Keadaanya sedang berada di tengah dua istri. 

Usai mendapatkan penanganan, Putri diperbolehkan pulang ke rumah. Sedari tadi Sulhan hanya diam saja, berbeda dengan Marisa yang terus menerus menghibur Putri.

“Bocah ini, membuatku harus tertahan di kampung!” Gumam Sulhan sambil melirik ke arah Marisa yang memangku Putri. 

“Mas, maaf ya! Kamu terpaksa menunda kepulangan kita ke Jakarta!” Sulhan hanya diam tidak menanggapi ucapan Marisa.

“Mas!” suara Marisa mengejutkan Sulhan yang fokus mengemudi mobilnya.

“Apa sih!” Suara Sulhan lagi-lagi terdengar bernada tinggi.

“Kamu kenapa sih! Melamun saja dari tadi!” Kini suara Marisa juga mulai bernada tinggi.

“Ma, kenapa bertengkar sama Ayah?” Marisa seketika diam. 

Ada rona penyesalan karena sudah mengeluarkan kalimat bernada tinggi membuat Putri ketakutan saat sakit. Begitu pula dengan Sulhan yang lebih memilih diam.

Apa yang sedang dipikirkan Sulhan sampai berani membentak anak istrinya?

Ikuti bab selanjutnya!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status