Rendang Basi Dari Mertua

Rendang Basi Dari Mertua

last updateLast Updated : 2024-01-31
By:  Eka Sa'diyahCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
30Chapters
3.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Betapa hancurnya hati sang Ibu, ketika mendapati rendang pemberian mertua ternyata rendang yang sudah basi. Padahal Sifa sudah bekerja keras membuat rendang untuk pengajian empat puluh hari sang mendiang ayah mertua.

View More

Chapter 1

Bab 1. Harapan Risa

Pagi ini, Sifa sudah bersiap untuk ke rumah Ibu mertuanya. Di rumah Ibu mertuanya ada acara pengajian empat puluh harinya kematian ayah mertuanya sehingga Sifa mendapat tugas memasak untuk persiapan. 

“Bu, nanti kalau di rumah Emak ada daging rendang, bawakan sepotong untuk Risa ya, Bu? Risa ingin sekali makan daging rendang!” Emak, sapaan untuk seorang nenek dari Ayahnya yang bernama Sulhan. Sudah lama sekali Sulhan tidak pulang dari merantau. 

“Baik, Sayang!” Ucap Sifa sambil mencium pipi anak perempuannya dari pernikahannya dengan Sulhan.

Sifa pun pergi menuju ke rumah Marni yang terbilang cukup besar di desanya. Terlihat dua mobil kakak iparnya sudah berjajar rapi di halaman rumah. Baru juga kaki Sifa hendak melangkah memasuki tangga rumah, sosok yang paling dibenci Sifa sudah berkacak pinggang di depan mata.

“Heh, Sifa! Lewat belakang!” Tanpa banyak protes, Sifa gegas lewat belakang. Lebih tepatnya lewat pintu dapur. 

Sesampai di dapur, Sifa sudah disambut dengan beberapa bahan makanan yang harus dimasak hari ini. Ada Soimah, salah satu pembantu mertuanya yang sudah mulai membersihkan beras dari beberapa kerikil. Ya, kampung ini masih menggunakan beras hasil pertanian sendiri, sehingga tidak jarang terkadang masih ada kerikil atau gabah di yang tercampur.

“Non Sifa, harusnya datang agak siang saja!” Sifa hanya tersenyum mendengar ucapan Soimah.

“Ndak apa-apa, Mbak. Lagian pekerjaan rumah sudah selesai kok!” Sifa mulai mengambil daging dan membersihkannya. Sifa ditugaskan membuat rendang daging hari ini. Sifa juga yang harus membuat santan dari tiga butir kelapa yang masih utuh.

“Sifa, nanti jangan lupa rendangnya kamu sisihkan untuk Rana dan Irma. Besok mereka kembali ke kota dan minta dibawakan rendang!” Tiba-tiba Marni datang ke dapur menyampaikan sesuatu yang sangat membuat Sifa terkadang merasa iri.

“Baik, Bu!” Hanya itu yang bisa Sifa jawab kepada Mertuanya. Sifa tergolong gadis penurut, sehingga apapun yang dikatakan mertuanya akan diterimanya.

Marni kembali berkumpul bersama anak dan menantunya tanpa mau membantu kesibukan Sifa dan Soimah di dapur. 

“Non, kok betah sih sama mertua kayak begitu!” Sifa hanya menanggapi pertanyaan dengan senyum.

“Tidak apa-apa, Mbak. Bu Marni adalah Ibunya Mas Sulhan. Jadi Sifa juga harus menganggapnya sebagai Ibu Sifa sendiri!” Soimah hanya bisa menggeleng kepala melihat kesabaran Sifa.

Keduanya larut dalam pekerjaan masing-masing. Soimah bertugas memasak nasi, membuat apem dan roti kukus. Sedangkan Sifa harus mengaduk rendang sebanyak delapan kilo di dalam sebuah wajan yang cukup besar. Beberapa kali Sifa terlihat mengusap peluh yang sedari tadi membanjiri tubuhnya karena panas dari tungku yang digunakan.

“Sudah sore, aku harus mengurus Risa sebentar!” Sifa sudah berencana meminta daging rendang untuk dibawanya pulang.

Kaki hendak melangkah ke ruang keluarga. Disana terlihat Rana tengah asyik menikmati biskuit bersama Irma. 

“Mbak, Ibu dimana?” Kedua menantu Bu Marni mendelik ke arah Sifa dengan tatapan tidak suka.

“Nggak tahu, cari aja sendiri!” Sifa terpaksa mencari ke ruang tamu. Namun tidak dijumpainya sosok Bu Marni.

“Sifa, kenapa kamu disini? Harusnya kamu di dapur!” Hardik Marni kepada Sifa dengan berkacak pinggang.

“Bu, Sifa minta izin mau pulang sebentar karena mau urus Risa. Kalau boleh, Sifa mau minta satu potong daging rendang untuk Risa,” ucap Sifa dengan rasa takut karena tatapan mertuanya.

“Orang miskin makan saja ikan asin, kenapa harus rendang!” Sahut Rana dari samping Marni. Entah kapan datangnya dia, tiba-tiba saja sudah berada di samping Ibu mertuanya.

“Sebentar, Ibu akan siapkan!” Bibir Sifa tersenyum ketika Marni bersedia membawakan permintaanya.

Tidak berapa lama, Marni keluar dengan membawa sebuah kotak plastik berisi rendang yang masih hangat. Betapa bahagianya hati Sifa karena membawa daging rendang yang diinginkan Risa.

“Nih ada rendang sisa kemarin. Baru juga Ibu hangatkan, lagian juga masih enak!” Sifa menerima kotak plastik dari tangan Mertuanya.

“Terima kasih, Bu!” Ada hati yang merasa sakit ketika mertuanya memberikan daging rendang sisa kemarin kepadanya. Padahal ada daging rendang yang baru saja dimasak. Dengan kecewa, Sifa membawa pulang daging rendang sisa tersebut. 

Kedatangan Sifa disambut Risa di depan rumah. Risa gadis mandiri sejak kecil sehingga Sifa tidak begitu repot mengurus Risa disaat harus berjualan kue keliling kampung.

“Ibu sudah pulang! Pasti itu rendang untuk Risa!” Rasa kecewa berubah bahagia kala melihat wajah Risa yang tengah berbahagia.

“Iya, Nak! Ibu siapkan dulu di piring ya!” Risa mengekor Ibunya menuju ke dapur. Usai menyiapkan nasi, Sifa kemudian membuka kotak plastik tersebut. Baru juga dibuka, aroma aneh menyeruak begitu saja. 

“Kenapa aroma rendang ini begini?” Batin Sifa.

“Wah! Banyak sekali rendangnya! Risa boleh cicip, Bu?” Hati semakin kecewa karena harapan Risa tidak sesuai kenyataan. Sifa memastikan rendang yang dibawanya masih layak dimakan. Usai mencicipi sedikit bumbu rendang itu, Sifa merasa ada rasa yang aneh. Rendang tersebut ternyata sudah basi.

“Nak, Ibu minta maaf! Rendang ini basi!” Sebenarnya ada rasa tidak tega menyampaikan hal ini, tetapi jika tidak disampaikan akan berbahaya jika terlanjur dimakan.

“Basi? Kok bisa, Bu?” Wajah Risa berubah muram usai mengetahui rendang yang dibawa ibunya sudah basi.

“Mungkin Ibu tadi terlambat mengaduknya hingga rendangnya bisa basi!” Entahlah, Sifa mencari alasan sekenanya supaya Risa tidak kecewa.

“Gini aja, malam ini kita makan telur dadar spesial saja ya! Besok kalau Ibu sudah ada rezeki lagi, ibu akan buatkan rendang daging terenak untuk Risa!” 

Akhirnya Risa mau menerima alasan Ibunya. Sifa akhirnya membuatkan telur dadar dengan banyak bawang daun sebagai menu makan malam Risa. Ada hati yang menangis melihat Risa begitu lahap menikmati telur dadar dengan banyak bawang daun. Bukan karena suka dengan bawang daun, tetapi telur yang dibeli oleh Sifa sengaja yang berukuran kecil karena harganya lebih murah.

Usai magrib, Sifa kembali ke rumah mertuanya untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Sebenarnya Sifa malas sekali teringat rendang yang dibawanya ternyata basi. Karena rasa hormat yang dimilikinya, Sifa terpaksa datang untuk membantu acara keluarga suaminya.

“Kamu lama banget sih! Nganter rendang gitu saja sampai selama ini!” Benar-benar panas sekali telinga Sifa mendengar ucapan mertuanya yang sudah berdiri di depan pintu dapur. 

“Ma-maaf, Bu.”

Sifa kembali melanjutkan persiapan pengajian sebentar lagi dimulai. Rendang mulai ditata rapi di sebuah kotak berkat. 

“Dikasih rendang basi ya, Non. Tadi Mbak lihat Ibu memasukkan rendang yang tadi mau Mbak buang!” Sifa hanya bisa mengangguk tersenyum kecut tanpa bisa menjawab. Ada luka yang harus dia tahan untuk sementara waktu. Mbak Soimah sebenarnya cukup kasihan pada Sifa yang selalu menjadi bahan ejekan atau bahkan sebagai pembantu jika ada acara di rumah mertuanya.

“Sabar ya, Non! Orang sabar pasti rejekinya lebar! Mbak doakan semoga Non Sifa selalu diberikan keberkahan dan kebahagiaan!” Dia Soimah menjadi obat dan penghibur hati Sifa yang tengah terluka.

Pengajian berlangsung lancar, menantu dan anak Bu Marni semua ikut hadir dalam pengajian. 

“Sifa dimana, Bu? Kok hanya Sifa saja yang tidak hadir!” Raut wajah Bu Marni berubah ketika Bu Endang mempertanyakan keberadaan Sifa, menantu bungsunya.

“Sifa tidak mau ikut pengajian, Bu. Dia lebih suka di dapur, jadi saya persilahkan saja semau dia. Memang dia cukup berani pada saya!” Bu Marni mulai bercerita yang tidak-tidak kepada tetangganya. Selama ini Bu Marni bersikap baik kepada Sifa jika berada di depan orang, tetapi akan berubah sebaliknya jika tidak ada orang.

“Oh, ternyata dijadikan tukang masak to?” Seketika wajah Bu Marni menegang dan raut wajahnya terlihat malu ketika kenyataan tentang Sifa sudah diketahui tetangganya.

Bagaimana reaksi Marni setelah ini?

Tunggu bab selanjutnya

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
andiki wahyu
ceritanya sangat bagus tidak momoton..dn menginspiransi . ..........untuk penulis. .tingkatkan karya2mu
2024-03-07 08:37:41
0
user avatar
Najiba Toriq
Cerita nya bagus
2024-01-28 14:28:00
1
30 Chapters
Bab 1. Harapan Risa
Pagi ini, Sifa sudah bersiap untuk ke rumah Ibu mertuanya. Di rumah Ibu mertuanya ada acara pengajian empat puluh harinya kematian ayah mertuanya sehingga Sifa mendapat tugas memasak untuk persiapan. “Bu, nanti kalau di rumah Emak ada daging rendang, bawakan sepotong untuk Risa ya, Bu? Risa ingin sekali makan daging rendang!” Emak, sapaan untuk seorang nenek dari Ayahnya yang bernama Sulhan. Sudah lama sekali Sulhan tidak pulang dari merantau. “Baik, Sayang!” Ucap Sifa sambil mencium pipi anak perempuannya dari pernikahannya dengan Sulhan.Sifa pun pergi menuju ke rumah Marni yang terbilang cukup besar di desanya. Terlihat dua mobil kakak iparnya sudah berjajar rapi di halaman rumah. Baru juga kaki Sifa hendak melangkah memasuki tangga rumah, sosok yang paling dibenci Sifa sudah berkacak pinggang di depan mata.“Heh, Sifa! Lewat belakang!” Tanpa banyak protes, Sifa gegas lewat belakang. Lebih tepatnya lewat pintu dapur. Sesampai di dapur, Sifa sudah disambut dengan beberapa bahan m
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 2. Keributan
“Jaga ucapanmu, Endang! Sifa memang tidak mau bergaul dengan kita dan memilih di dapur!” Jari telunjuk Marni mengarah ke wajah Bu Endang, bahkan kedua mata Marni menatap nyalang ke arah Bu Endang. Bu Endang terlihat santai akan kemarahan Marni kepadanya. Suasana pengajian berubah menjadi kegaduhan karena Bu Endang.“Benarkah? Bukankah sedari subuh Sifa sudah berkutat dengan pembantumu di dapur sedangkan kamu dan kedua menantumu malah sibuk bercanda di luar rumah?” Mulut Marni serasa terkunci. Dirinya baru menyadari jika seharian ini menjadi topik warga yang lewat di depan rumahnya.“Jangan fitnah seperti itu! Aku bukan mertua yang kejam seperti yang kau sebarkan!” Marni tetap mengelak.“Halah, kamu itu pura-pura baik saja kepada Sifa jika sedang butuh apa-apa dengannya, coba kalau tidak butuh, menyapa pun tidak! Nih, Ibu-ibu. Aku perlihatkan sikap dia pada Sifa!” Ibu-ibu yang lain mulai mengerubungi ponsel Bu Endang. Disana terdapat rekaman Marni tengah mengejek Sifa saat tidak ada or
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 3. Kemarahan Sifa
Langkahnya yang cukup cepat membawanya ke sebuah warung yang cukup ramai. Warung kopi yang biasanya digunakan Ibu-ibu untuk nongkrong menunggu anaknya pulang sekolah.“Mbak Irma!” Ibu-ibu menoleh ke pemilik sumber suara yang tak lain adalah Sifa. Wajah Sifa sudah terlihat merah padam dengan kedua tangan mengepal kuat.“Eh, si miskin!” Irma melihat kedatangan Sifa dengan tatapan meremehkan.“Kamu bilang apa sama Risa?”“Oh, aku cuma bilang jika Risa tidak punya ayah! Upsss!” Tawa Irma membuat Sifa semakin marah. Sifa melangkah hingga keduanya saling berhadapan.“Oh, jadi begini sikapmu pada keponakanmu sendiri?”“Keponakan? Mana mau aku punya keponakan seperti sampah!” Dada Sifa terasa sesak ketika anak kandungnya disamakan drngan sampah.Plak plakDua tamparan mendarat manis di pipi kanan dan kiri Irma. Bibir Irma bergetar hebat usai merasakan tamparan dari adik iparnya yang selalu dianggapnya tidak berdaya.“Kamu berani menamparku?” Kedua mata Irma terlihat sudah berkaca-kaca, ditamb
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 4. Rasa Rindu
Kedua matanya berkaca-kaca kala teringat beberapa tahun yang lalu terpaksa meninggalkan istri dan anak perempuannya yang masih berusia 2 tahun. Ya, lima tahun sudah Sulhan meninggalkan anak dan istrinya usai mendapat perintah dari Ibunya untuk menikahi salah satu anak dari rekannya di kota. Sulhan terpaksa melakukan supaya tetap bisa menikmati fasilitas dan mendapatkan warisan dari Bapaknya. Sehingga menggunakan alasan merantau untuk mendapatkan izin dari Sifa.“Sifa, Mas rindu!” Butiran bening akhirnya keluar dari pelupuk matanya.“Sifa, Abang ingin bertemu kamu dan Risa!” Kaki ingin melangkah namun terasa sangat berat. Kaki seakan terkunci ditambah lagi rasa takut untuk bertemu Sifa karena kesalahan yang telah diperbuat.Drrt drrtPonselnya berdering, Sulhan gegas menerima panggilan dari istrinya. “Halo, Marisa!” “.....”“Baik, aku akan pulang!” Sulhan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ada rasa tidak ingin pulang ke rumah saat melihat Sifa membuka pintu dan melihatnya
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 5. Bertemu
Setelah memastikan Putri tidur, Sulhan menggunakan motornya pergi sekedar berkeliling kampung untuk mengusir rasa jenuh. Sulhan sedang tidak ingin bicara dengan siapapun saat ini termasuk Marisa.“Adik kamu mau kemana, Toni?” Toni yang kebetulan sedang memperbaiki mesin mobil di depan tidak tahu adik bungsunya mau kemana.“Mana aku tahu, Bu!” Toni kembali melanjutkan kegiatannya. Sedangkan Irma, sedang asyik berjoget di depan kamera ponselnya tanpa malu jika ada Marni yang memperhatikan kelakuannya.“Irma, kamu ngapain joget disitu?” Irma memutar kedua bola matanya dengan malas.“Lagi eksis di tik tok, Bu. Dari sini Irma bisa terkenal dan bisa dapet duit. Ibu mana tahu soal beginian!” Irma kembali melanjutkan jogetnya di depan kamera tanpa teguran dari suaminya.“Toni, istrimu itu–“Sudahlah, Bu. Jangan kuno begitu mikirnya. Benar yang dikatakan Irma, jaman sekarang harus bisa memanfaatkan media internet untuk mendapatkan uang. Uang, Bu. Uang!” Jari telunjuk dan Ibu jarinya digesek-ge
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 6. Tidak diakui
Risa kembali berjalan ke mushola dengan derai air mata yang akhirnya lolos juga. Rindu untuk ayah ternyata harus pupus karena keluarga ayahnya sendiri. Risa gegas mengusap air matanya dengan kasar ketika sudah memasuki pagar mushola.“Tidak apa tanpa ayah! Asalkan ada Ibu!” Risa menyemangati dirinya sendiri. Risa berkumpul dengan teman sebayanya saat sudah sampai di mushola. Tawa Risa pecah ketika sudah bercanda dengan teman-temannya. Sulhan mengemas semua barang miliknya ke dalam koper tanpa berkomentar apapun meski ada Marisa di sampingnya.“Mas, kamu mau pulang sekarang? Kenapa tidak besok saja, ini sudah sore!” Marisa yang sedang mengompres Putri terkejut melihat yang Sulhan lakukan.“Hmm. Tetaplah disini, aku akan jemput kamu satu minggu lagi!” Tidak ada yang bisa Marisa ucapkan kecuali hanya diam. Sulhan terlihat muram dan benar-benar tidak bisa diganggu. Marisa terpaksa mengiyakan ucapan Sulhan karena tidak mungkin juga harus kembali ke kota dengan keadaan Putri yang masih sak
last updateLast Updated : 2024-01-16
Read more
Bab 7. Kedatangan Marisa
Irma dan Rana saling bertatapan, belum ada keputusan berani atau tidak mengusir Sifa di saksikan warga.“Sama saja dengan mencari gara-gara, Mbak Irma!” Bisik Rana kepada Irma. “Iya, bisa berabe kalau begini!” Sahut Irma. Dari jauh terlihat Bu Endang dan Fadil tengah memperhatikan mereka bertiga. Bu Endang hanya tersenyum simpul melihat Irma dan Rana mati kutu karena syarat dari Sifa.Tanpa menjawab sepatah kata, Irma dan Rana segera meninggalkan Sifa. Keduanya mulai mencari cara untuk mengusir Sifa dari kampungnya. Ketika sampai di rumah, Sifa terkejut dengan kehadiran sosok Marisa yang berdiri di depan pintu rumahnya. Ada rasa malas untuk menemuinya salah satu dari anggota keluarga Marni, namun tidak pantas jika Sifa membiarkannya menunggu.“Assalamu alaikum!” Marisa berbalik dan mendapati Sifa berada di belakangnya dengan membawa keranjang jualannya yang sudah kosong.“Waalaikum salam!” Jawab Marisa. Sifa membuka pintu dan mempersilahkan Marisa masuk.Marisa duduk di sebuah kursi
last updateLast Updated : 2024-01-16
Read more
Bab 8. Umpatan Marni
Kedatangan Marni yang tiba-tiba sontak membuat Sifa terheran-heran. Pasalnya, Sifa sudah mengalah dan menerima kenyataan tentang Sulhan. Namun, ternyata ujian tidak sampai disitu saja. Marni dan menantunya selalu datang untuk mengganggu dengan alasan yang tidak penting.“Dasar wanita miskin tidak tahu diuntung! Kamu apakan Rana dan Irma?” Sifa dan Risa saling berpandangan. Sifa memberi isyarat pada Risa untuk masuk ke kamarnya. Risa anak yang penurut, tanpa banyak bicara Risa langsung masuk ke kamar miliknya. Kedua mata Marni menatap nyalang ke arah Sifa.“Ada apa, Bu Marni?” Tidak lagi Sifa memanggilnya dengan sebutan Ibu seperti biasanya.“Kata Rana dan Irma barusan kamu menjelekkan aku di depan warga karena memberimu rendang basi tempo hari, kamu benar-benar tidak tahu diri!” Sifa mengernyitkan kedua alisnya. Dirinya sama sekali tidak merasa menyebarkan berita keburukan Marni kepada orang lain.“Boleh Sifa tahu, siapa saja yang menjadi saksi saat Sifa mengatakan yang Bu Marni maksu
last updateLast Updated : 2024-01-18
Read more
Bab 9. Gugatan Cerai
Satu bulan sudah, Sifa dan Risa bisa merasakan hidup nyaman tanpa ada yang mengganggu dan tanpa ada lagi yang hanya suka menyuruhnya tanpa imbalan. Usaha kue yang dirintis mulai dikenal banyak orang. Meski promosi dari mulut ke mulut tetapi hasilnya cukup memuaskan. Hampir setiap hari Sifa mendapat pesanan dari warga sehingga Sifa sudah jarang sekali berkeliling.Sejak pukul satu dini hari, Sifa sudah berkutat dengan donat pesanan salah satu temannya untuk acara ulang tahun. Meski mengantuk, Sifa tetap berusaha menahan rasa kantuknya demi rezeki yang diterima. Tepat pukul tujuh pagi pesanan kue donat sudah siap diambil pemiliknya.“Ini uang pelunasannya, Mbak Sifa!” Rahmi yang sengaja memesan kue buatan Sifa karena rasanya cukup enak dan harga cukup terjangkau.“Sama-sama, Mbak Rahmi. Terima kasih sudah mempercayakan kepada Sifa!” Sifa melihat masih ada beberapa lebihan kue donat di nampan. Diambilnya sebuah kotak makan yang berbahan dasar kertas dan mulai mengisinya dengan beberapa b
last updateLast Updated : 2024-01-18
Read more
Bab 10. Rahasia Soimah
Suara Marni terdengar sumbang hingga membuat beberapa tetangga keluar. “Heh, Marni! Kamu ini apa-apaan? Suka bener bikin ribut di depan rumah orang!” Salah satu tetangga yang mulai geram dengan sikap Marni.“Suka-suka aku, Mona! Kamu ngapain di rumah terus kayak janda sebelah rumahmu aja!” Mona benar-benar kesal karena jawaban Marni.“Bu Endang maksudmu?” “Iya, siapa lagi!”“Marni, asal kamu tahu ya. Bu Endang lebih berharga daripada kamu. Meski janda tapi Bu Endang tetap sederhana dan santun. Usahanya ada dimana-mana, nggak kayak kamu, ngandelin warisan doang. Makanya kelakuanmu kayak preman tua!” Marni menghela napas besar. Ucapan Mona sanggup membungkam mulut Marni.“Bubar, yuk! Disini pada julid semua!” Marni mengajak bubar perkumpulan mereka di pos kamling. Mona cukup tenang berhasil mengusir perkumpulan Ibu-ibu yang suka bikin ramai. Marni sengaja mengajak pindah ke rumahnya supaya bebas tidak ada ucapan tidak suka dari seseorang.“Dasar si Mona. Aku akan balas dendam sama ka
last updateLast Updated : 2024-01-18
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status